BMKG mengimbau seluruh pihak di Jawa Timur untuk bersiap menyambut musim hujan 2025/2026. Musim hujan kali ini diprediksi datang lebih awal.
Kepala Stasiun Klimatologi Jatim Anung Suprayitno mengatakan bahwa awal musim hujan di Jatim mayoritas akan terjadi pada bulan Oktober 2025.
Sementara itu, berdasarkan prakiraan, sebanyak 73% persen wilayah Jawa Timur akan mengalami curah hujan dengan sifat normal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini harus jadi perhatian semua sektor. Sesuai proyeksi kami, wilayah Jatim bagian selatan akan menerima curah hujan yang lebih tinggi," kata Anung dalam konferensi pers prediksi musim hujan di Jatim secara daring, Jumat (26/9/2025).
BMKG menyebut dua periode yang perlu diantisipasi secara khusus. Pertama, masa pancaroba atau peralihan musim yang rawan menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan angin kencang. Kedua, saat puncak musim hujan yang mayoritas diprediksi terjadi di Januari 2026.
Hal yang perlu diwaspadai lainnya, beberapa wilayah diprediksi lebih dulu mengalami puncak hujan, bahkan sejak Oktober hingga Desember 2025.
"Jangan anggap semua wilayah puncaknya Januari. Beberapa daerah sudah masuk puncak hujan di Oktober atau November," jelas Anung.
Di sisi lain, wilayah seperti Pantura, Kapal Kuda, dan Madura diprediksi hanya akan menerima curah hujan sekitar 500-1.500 mm sepanjang musim. Sebaliknya, wilayah tengah hingga selatan bisa mencapai lebih dari 2.500 mm.
"Ini peluang sekaligus tantangan. Bagi pengelola sungai seperti Brantas atau Solo, musim ini bisa dimanfaatkan untuk panen air dan pengisian waduk, hingga lumbung," tambahnya.
BMKG juga memberi perhatian khusus pada sektor pertanian. Awal musim hujan yang datang lebih dini harus segera direspons dengan penyesuaian kalender tanam.
Lebih lanjut, BMKG turut menyampaikan bahwa pihaknya siap menggelar operasi modifikasi cuaca (OMC) untuk mengurangi dampak bencana, baik saat musim hujan maupun kekeringan di musim kemarau mendatang.
Terakhir, BMKG menekankan agar pemerintah daerah di Jatim lebih antisipatif menghadapi potensi cuaca ekstrem, baik di awal musim maupun saat puncak hujan. Pemeriksaan struktur bangunan air, kesiapan sistem drainase, dan pemanfaatan data cuaca harian serta jam-jaman harus ditingkatkan.
"Informasi cuaca mulai dari iklim musiman, bulanan, dasarian, hingga harian dan per jam dapat dimanfaatkan. Mengintegrasikan informasi skala jangka pendek hingga jangka panjang kemudian akan mengurangi resiko kegagalan di berbagai sektor," tutup Anung.
(auh/abq)












































