Ketua RT Beber Awal Mula Perseteruan Eks Dosen UIN Malang dan Tetangga

Ketua RT Beber Awal Mula Perseteruan Eks Dosen UIN Malang dan Tetangga

Muhammad Aminudin - detikJatim
Jumat, 26 Sep 2025 21:00 WIB
Dosen UIN Malang, Imam Muslimin bersama istrinya
Eks dosen UIN Malang, Imam Muslimin (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Malang -

Perseteruan eks dosen UIN Malang, Imam Muslimin, dengan tetangganya Sahara di Perumahan Joyogrand, Kota Malang, ternyata bermula dari masalah tanah. Konflik itu kemudian melebar ke persoalan pribadi hingga menimbulkan kegaduhan di lingkungan.

Ketua RT 09/RW 09 Joyogrand, Prajogo Subiarto, mengatakan mulanya masalah muncul karena urusan lahan. Namun situasi makin memanas setelah muncul kata-kata yang dianggap tak pantas terhadap sejumlah ibu-ibu di lingkungan setempat.

"Perseteruan awalnya karena masalah tanah, bakar-bakar lahan, personal membuat kata-kata yang (tidak pantas) kepada ibu-ibu di sini," kata Prajogo, Jumat (26/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena adanya persoalan itulah, lanjut Prajogo, warga kemudian bersepakat meminta Imam Muslimin beserta istrinya untuk dikeluarkan dan meninggalkan lingkungan RT09/RW09 Joyogrand Kavling Depag III Atas.

"Ini yang membuat kami menyepakati adanya 5 poin yang kami tuliskan di surat pengusiran. Sebenarnya dia bukan tercatat sebagai warga di sini, melainkan warga Candi Badut, Karangbesuki," terang Prajogo.

ADVERTISEMENT

Prajogo membantah jika sebelumnya tidak mengumpulkan warga termasuk Imam Muslimin dengan warga terkait satu di antaranya Sahara untuk membicarakan persoalan yang terjadi itu.

Namun beberapa kali upaya mediasi hingga menemukan kesepakatan, ternyata dicederai sendiri oleh Imam Muslimin.

"Sebelumnya di beberapa waktu di Juli sudah dimediasi dengan pengurus RT untuk tidak membuat kegaduhan, tapi mengulang lagi. Kemudian dipertemukan dengan beberapa orang dan tetangganya, Bu Sahara itu masih juga terulang. Lalu, saya sendiri juga sudah mengingatkan," terangnya.

"Kemudian dia (Imam Muslimin) mengajak mediasi. Saya mengatakan bahwa saya siap membantu mediasi. Tapi mengulang terus menerus, seperti kegaduhan yang viral itu," sambungnya.

Prajogo menyampaikan, keputusan mengusir dari lingkungannya seakan menjadi puncak keresahan yang selama ini ditimbulkan oleh Imam.

Padahal, upaya penyelesaian dengan jalan musyawarah berulang kali diupayakan. Termasuk, kewajiban perangkat untuk mengingatkan, agar menjaga kenyamanan warga di lingkungan setempat.

"Banyak persoalan yang ditimbulkan hingga menyebabkan kegaduhan. Kita lama-lama gerah, sudah dilakukan peringatan dan di mediasi gak mau," terangnya.

Meski demikian, Prajogo menegaskan pihaknya tidak memberikan batas waktu terkait keputusan warga yang mengusir Imam. Prajogo juga menyebut jika Imam sempat menyampaikan pamit dengan mendatangi sejumlah warga.

"Tidak (deadline), itu hanya sanksi sosial. Tapi dia (Imam Muslimin) sudah sempat pamit. Tapi diingkari lagi. Semua warga dikelilingi satu-satu tetapi tidak jadi, masih di rumah," sebutnya.

Prajogo juga menambahkan, pihaknya tengah menunggu hasil proses hukum dari pengaduan yang telah dilayangkan keduanya ke Polresta Malang Kota.

"Saya tunggu hasil proses di Polres, kan sudah diadukan masing-masing pihak. Saya nanti menunggu dipanggil yang di Polres. Nanti akan saya sampaikan semua di Polres," pungkasnya.

Sementara itu, Imam Muslimin mengaku baru menerima surat pengusiran dari warga pada 22 September 2025 lalu.

"Benar pengusiran saya dari lingkungan itu memang ada. Suratnya tertanggal 7 September, tapi baru dikirimkan ke saya 22 September 2025," kata Imam Muslimin terpisah.

Imam Muslimin mengungkapkan, jika sebenarnya dirinya tak pernah dilibatkan dalam rapat atau mediasi sebelum surat pengusiran itu dikeluarkan.

Bahkan ia mengaku menerima surat itu secara mendadak, setelah ditandatangani oleh puluhan warga.

"Di rapat itu ada RT/RW, bendahara RT dan sekretaris RT, serta sejumlah warga. Kami bahkan tidak pernah dimintai keterangan sebelum-sebelumnya," akunya.

Imam Muslimin justru merasa tidak pernah mendapatkan ruang sebagai warga yang diterima sepenuhnya.

Selama tinggal di lingkungan tersebut sejak 2017 lalu, ia mengaku sering kali kesulitan berkomunikasi di lingkungan sekitar, ataupun dengan perangkat RT/RW.

"Kami sering sowan ke Pak RT, berusaha komunikasi terkait hal ini. Tapi tidak pernah diterima, dan duduk dengan enak. Selalu terburu-buru dengan alasan lainnya," jelasnya.

Imam Muslimin telah memutuskan untuk menjual rumah yang sudah ditempati selama 5 tahun terakhir itu.

Sambil menunggu proses penjualan, ia sementara tinggal berpindah-pindah di penginapan.

"Kami sementara tinggal di hotel, jadi berpindah-pindah. Hingga rumah kami terjual, karena masih proses dijual, kalau sudah laku kami baru pindah," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads