Bisa Hidup Normal dengan Satu Ginjal? Ini Penjelasan Ahli

Mira Rachmalia - detikJatim
Kamis, 18 Sep 2025 23:00 WIB
dr Yuswanto Setyawan, SpPD, KGH, FINASIM, FACP. Foto: Deny Prasetyo/detikJatim
Surabaya -

Gangguan ginjal masih menjadi salah satu masalah kesehatan serius di Indonesia. Banyak pasien baru menyadari penyakitnya ketika sudah memasuki stadium lanjut, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. Salah satu pilihan yang kini semakin banyak dipilih pasien adalah transplantasi ginjal.

Untuk memahami lebih jauh mengenai prosedur ini, detikJatim berbincang dengan dr Yuswanto Setyawan, SpPD, KGH, FINASIM, FACP, spesialis penyakit dalam di National Hospital. Ia menjelaskan gejala, proses, hingga harapan hidup pasien setelah menjalani transplantasi.

Bulan lalu, ia baru saja memimpin operasi transplantasi ginjal yang mengharukan. Seorang istri rela mendonorkan satu ginjalnya untuk suaminya yang telah menderita gagal ginjal kronis stadium lima selama lebih dari dua tahun. Berikut penjelasan lengkap tentang transplantasi ginjal.

Gejala dan Pemicu Gangguan Ginjal

Gangguan ginjal sering kali berkembang tanpa disadari karena gejalanya muncul perlahan dan tidak spesifik. Menurut dr Yuswanto, banyak pasien baru mengetahui kondisi ginjalnya bermasalah saat sudah mencapai stadium akhir.

"Ada pasien hipertensi lima tahunan yang tidak terkontrol, baru ketahuan sudah stadium lima. Gejalanya mual muntah terus-menerus," jelasnya.

Pada kondisi tersebut, dokter biasanya langsung menyarankan terapi pengganti ginjal, seperti hemodialisis (cuci darah di rumah sakit), CAPD (cuci darah mandiri di rumah), atau transplantasi ginjal.

Mengapa Transplantasi Ginjal Jadi Pilihan Terbaik?

Transplantasi ginjal dianggap sebagai solusi paling efektif bagi penderita gagal ginjal kronis. Menurut dr Yuswanto, prosedur ini memungkinkan pasien lepas dari cuci darah seumur hidup, meski tetap perlu mengonsumsi obat imunosupresan untuk mencegah penolakan organ.

"Transplantasi adalah terapi pengganti ginjal terbaik. Pasien bisa lepas dari cuci darah seumur hidup, hanya perlu minum obat imunosupresan seumur hidup, tapi aktivitasnya bisa kembali normal," ujar dr. Yuswanto.

Dengan transplantasi, pasien gagal ginjal bisa kembali menjalani aktivitas normal dan meningkatkan kualitas hidup secara signifikan, tanpa terganggu rutinitas cuci darah yang melelahkan.

Proses Kecocokan dan Operasi Transplantasi

Sebelum transplantasi ginjal, dokter akan memastikan kecocokan antara donor dan penerima melalui pemeriksaan tiga marker khusus. Prosedur operasi sendiri berlangsung sekitar empat hingga lima jam dan dilakukan bersamaan pada donor dan penerima, dengan tujuan memastikan transplantasi berjalan aman dan efektif.

"Ada tiga marker yang diperiksa. Kalau skornya rendah lebih aman, tapi meski tinggi tidak menghalangi transplantasi. Hanya saja kita lakukan pencegahan agar tidak terjadi penolakan," jelasnya.

Risiko Medis yang Mungkin Timbul

Seperti prosedur medis lainnya, transplantasi ginjal juga memiliki risiko komplikasi. Dalam jangka pendek (akut), pasien bisa mengalami reaksi penolakan organ yang ditandai dengan peningkatan kreatinin, terganggunya fungsi ginjal, atau urine yang tidak keluar sementara.

Sementara itu, dalam jangka panjang (kronis), penggunaan obat imunosupresan bisa memicu masalah kesehatan lain, seperti hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, hingga infeksi.

"Semua ini bisa diatasi dengan kepatuhan resipien meminum obat," tegas dr Yuswanto.

Tahap Pemulihan Setelah Transplantasi

Pemulihan setelah transplantasi ginjal berbeda antara donor dan penerima. Bagi donor, proses pemulihan relatif cepat, sementara penerima ginjal membutuhkan perawatan lebih lama. Setelah tahap pemulihan ini, pasien tetap dapat menjalani kehidupan normal asalkan disiplin mengonsumsi obat imunosupresan.

"Donor tiga hari sudah bisa pulang dan beraktivitas normal. Sedangkan resipien butuh sekitar delapan hari rawat, lalu isolasi di rumah, serta pemeriksaan darah rutin untuk mencegah penolakan," ungkapnya.

Kehidupan Donor dengan Satu Ginjal

Banyak orang masih ragu mendonorkan ginjal karena khawatir dengan kesehatan jangka panjang. Namun menurut dr Yuswanto, seseorang tetap bisa hidup normal hanya dengan satu ginjal.

"Risiko seperti hipertensi, diabetes, asam urat, atau batu ginjal tetap ada, tapi bisa dikendalikan dengan obat dan gaya hidup sehat," ujarnya.

Gaya Hidup dan Pola Makan Pasca Transplantasi

Resipien transplantasi ginjal bisa kembali menjalani pola makan normal. Namun, ada catatan penting, mereka harus tetap waspada terhadap risiko infeksi.

"Makan dan minum boleh seperti biasa. Yang perlu dijaga adalah risiko infeksi, karena obat imunosupresan memang menurunkan daya tahan tubuh. Tapi dosisnya sudah diatur sekecil mungkin," terang dr. Yuswanto.

Pentingnya Kesadaran Donor Organ

Dokter menekankan pentingnya kesadaran untuk menjadi donor organ, khususnya dari anggota keluarga terdekat. Kesadaran dan kesiapan donor menjadi kunci agar proses transplantasi dapat berjalan lancar dan aman bagi kedua pihak.

"Prosedur pengambilan ginjal seperti operasi biasa. Donor tidak akan mengalami komplikasi berarti, asalkan pola hidup sehat tetap dijaga," terangnya.

Transplantasi ginjal di Indonesia sendiri sudah ditanggung penuh BPJS Kesehatan, sehingga pasien tidak perlu mengkhawatirkan biaya. Tantangan terbesar justru terletak pada ketersediaan donor yang sesuai.

Tren Penyakit Ginjal dan Harapan ke Depan

Kasus gagal ginjal di Indonesia terus meningkat. dr Yuswanto menegaskan pola hidup sehat adalah kunci utama pencegahan. Menghindari hipertensi, diabetes, asam urat, serta kebiasaan minum soda berlebihan bisa menurunkan risiko gagal ginjal.

"Transplantasi ginjal bisa dilakukan tanpa biaya dengan BPJS. Harapannya, semakin banyak keluarga yang sadar pentingnya donor organ sehingga pasien gagal ginjal punya harapan hidup lebih baik," tutupnya.



Simak Video "Video: Istri di Jatim Donorkan Ginjal Untuk Suaminya"

(ihc/irb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork