2 Anak di Surabaya Rawat Ayah Lumpuh tapi Malah Jadi Korban Kekerasan

2 Anak di Surabaya Rawat Ayah Lumpuh tapi Malah Jadi Korban Kekerasan

Esti Widiyana - detikJatim
Jumat, 12 Sep 2025 16:40 WIB
Pemkot Surabaya saat mengevakuasi A, B, dan BS
Pemkot Surabaya saat mengevakuasi A, B, dan BS. (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Pemkot Surabaya menemukan kasus dua anak yang merawat ayahnya di Kutisari Selatan. Namun kedua anak yang berusia 4 dan 7 tahun itu justru mendapat kekerasan dari ayahnya.

Kedua anak tersebut ialah A (4) perempuan dan B (7) laki-laki. Mereka merawat ayahnya BS (60) yang lumpuh pada kedua kakinya, tetapi terungkap bahwa A dan B juga mendapat kekerasan.

Camat Tenggilis Wawan Windarto mengatakan, A dan B telah dievakuasi Pemkot Surabaya. Keduanya sudah satu tahun tidak sekolah karena merawat ayahnya, bahkan diduga mendapat perlakuan kekerasan dari sang ayah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya kan target kita ini kan untuk menyelamatkan anaknya supaya bisa mendapatkan pengasuhan yang sebaik-baiknya termasuk juga hak sekolah kan gitu ya," kata Wawan, Jumat (12/9/2025).

Saat evakuasi anaknya, BS dibawa ke RS Menur untuk mendapatkan perawatan. Ia diduga mengalami komplikasi penyakit selain lumpuh usai jatuh dari kamar mandi.

ADVERTISEMENT

"Ini juga koordinasi dengan DP3APPKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana), Dinsos (Dinas Sosial), anak-anak ini sudah nanti Insyaallah diamankan di LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak)," jelasnya.

Kepala Puskesmas Tenggilis dr Heni Agustina membenarkan A dan B mendapat kekerasan dari BS. Berdasarkan pemantauan kesehatan BS pada Senin (8/9), ternyata mendapati lebam dan luka pada mata anak B. BS pun mengakui bila telah memukul anak keduanya menggunakan rotan.

"Saya tanya, 'Pak, sebenarnya matanya berdarah ini itu kenapa? Kok sampai seperti itu? Kan kalau infeksi biasa enggak mungkin'. Terus dia cerita, 'Iya bu, saya terus-terang memang beberapa hari yang lalu itu saya emosi, saya marah, akhirnya saya lempar pakai rotan kena matanya dia'. Tapi kalau misalnya dilempar dari jarak jauh kan enggak mungkin seperti itu ya. Mungkin ngelemparnya atau memukulnya dari jarak dekat itu," jelas dr Heni.

Sementara itu, Ketua RT 01 setempat, Sunoko menceritakan, BS sering melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Bahkan, istrinya melarikan diri sepekan setelah melahirkan A, anak terakhirnya.

Selain istri, anak pertama BS berinial BE (16) juga melarikan diri 6 bulan lalu ke panti asuhan di bawah naungan gereja. Anak pertama BS sempat mengadu ke warga bahwa tidak tahan mendapat kekerasan dari ayahnya.

"(Kaburnya BE) atas sepengetahuan (warga) cuma kan kita itu kan ya menolong gimana supaya orang tuanya itu tidak mengetahui," ceritanya.

Usai A dan B dievakuasi, Pemkot akan menyekolahkan mereka. Kini keduanya sudah dievakuasi ke panti asuhan di bawah naungan gereja bersama BE kakak pertama.

Ketiga anak tersebut dibantu Dinas Pendidikan Surabaya untuk sekolah. Diketahui, BE tak melanjutkan pendidikan setelah lulus SMP karena menunggak, sementara A dan B tidak sekolah karena harus merawat ayahnya di rumah.

"Saya sudah koordinasi sama Pak Yusuf (Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya) itu (BE) akan dibantu kejar paket gitu," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya, Ida Widayati.

Ida mengatakan, setelah usia B mencukupi akan disekolahkan ke SD terdekat panti, kemudian A jika usianya sudah cukup.

Ia menceritakan, A dan B berhasil dievakuasi pemkot setelah berkali-kali ditolak BS. BS bersikeras bisa merawat kedua anaknya sendiri.

"Kemarin itu sempat kita sampaikan bahwa penelantaran anak itu ada pasalnya begitu. Karena dari yang kemarin-kemarin kita sudah mau bawa itu susah ya. Pak Camat juga sudah merayu itu juga susah begitu. Terus akhirnya mungkin dengan sedikit ancaman gitu ya. Ancamannya dalam bentuk bahwa ini ada aturannya begitu. Jadi ya setengah maksa," jelasnya.

Pihaknya juga akan melakukan pemulihan trauma ketiga anak BS. Pasalnya mereka sudah mendapat banyak peristiwa kekerasan yang dilakukan ayahnya.

"Karena kan anak ini dari kondisi sosial yang begitu tidak pernah berinteraksi kan pasti secara psikologis perlu pendampingan. Sambil kita coba trauma healing kan pasti anak segitu tuh kalau sudah dapat kekerasan kan ya pasti trauma. Dia harus merawat ayahnya itu kan juga sudah enggak selayaknya," urainya.

"Menurut konselor kami bahwa memang secara mental harus diperbaiki juga bapak ini. Ya dia kan sekian lama tidak berinteraksi dengan orang. Kemudian terus apa ya pasti lah depresi lah, enggak punya penghasilan terus harus mikir caranya bagaimana minta-minta ke orang kayak gitu-gitu kan," pungkasnya.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads