22 Wilayah Jatim Waspada Cuaca Ekstrem, Ini Penyebabnya

22 Wilayah Jatim Waspada Cuaca Ekstrem, Ini Penyebabnya

Muhammad Faishal Haq - detikJatim
Jumat, 12 Sep 2025 04:00 WIB
Ilustrasi cuaca ekstrem (Herianto Batubara/detikcom)
Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto: Herianto Batubara/detikcom
Surabaya -

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda memprediksi cuaca ekstrem bakal melanda 22 wilayah di Jawa Timur pada periode 10-17 September 2025. Cuaca ekstrem ini berpotensi memicu bencana hidrometeorologi, mulai dari banjir, longsor, angin kencang, hingga puting beliung.

Kepala BMKG Juanda Taufiq Hermawan menjelaskan, fenomena ini dipicu beberapa gangguan gelombang atmosfer skala besar, yaitu Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, dan gangguan atmosfer frekuensi rendah (Low Frequency) yang saat ini melintasi wilayah Jawa Timur.

Selain itu, kondisi suhu muka laut yang cukup hangat di sekitar Selat Madura, berkisar 26-29Β°C, turut mendukung pertumbuhan awan-awan konvektif penyebab hujan lebat. Kombinasi faktor-faktor ini membuat intensitas hujan dan potensi cuaca ekstrem di wilayah Jawa Timur meningkat dalam beberapa hari ke depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Potensi cuaca ekstrem ini bisa berdampak signifikan terhadap aktivitas masyarakat. Hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang berpeluang terjadi dalam tujuh hari kedepan," terang Taufiq dalam keterangan resminya, Rabu (10/9/2025).

Penyebab Cuaca Ekstrem di Jawa Timur

Cuaca ekstrem yang terjadi di Jawa Timur akhir-akhir ini dipicu beberapa fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby, dan gangguan atmosfer frekuensi rendah (Low Frequency) menjadi faktor utama meningkatnya intensitas hujan dan badai petir di wilayah ini. Berikut penjelasannya dari laman BMKG.

ADVERTISEMENT

1. Madden-Julian Oscillation (MJO)

MJO adalah osilasi intramusiman utama dalam atmosfer tropis dengan periode sekitar 30-60 hari. Ia melibatkan gangguan besar berupa awan, curah hujan, gelombang tekanan, dan sistem angin, yang bergerak dari barat ke timur di sepanjang ekuator.

Fase-fase awan basah (konveksi aktif) diikuti fase kering (konveksi ditekan). Saat MJO berada dalam fase basah yang lewat wilayah Samudra Hindia atau wilayah tropis barat Indonesia, dapat meningkatkan suplai kelembapan dan aktivitas konveksi, sehingga muncul hujan lebat di wilayah yang dilintasi.

Penelitian menunjukkan bahwa saat MJO aktif, kemungkinan kejadian presipitasi ekstrem di sebagian wilayah Indonesia (terutama bagian barat dan utara) meningkat cukup signifikan hingga puluhan persen tergantung fase MJO-nya.

2. Gelombang Rossby

Gelombang Rossby (atau gelombang planet) adalah gelombang atmosfer/massif yang terbentuk akibat rotasi bumi dan variasi kecepatan "Coriolis" yang bergantung pada lintang. Di atmosfer, mereka muncul sebagai gelombang besar (meander) pada arus jet dan patokan sistim tekanan tinggi dan rendah.

Di wilayah ekuator, ada varian yang dikenal sebagai gelombang Rossby ekuator, yang memiliki karakteristik gerak dan pola tertentu (biasanya bergerak ke barat), serta mempengaruhi distribusi kelembapan, sirkulasi angin vertikal, dan horizontal serta aktivitas awan konvektif.

Ketika gelombang Rossby aktif melewati wilayah tropis, bagian gelombang dapat membawa konvergensi udara (penghimpunan massa udara) di lapisan bawah atmosfer, yang meningkatkan kenaikan udara (updraft), kondensasi, serta pertumbuhan awan hujan intensif.

Termasuk cumulonimbus yang terkait hujan lebat dan badai petir. Interaksi gelombang Rossby dengan sistem lain seperti MJO atau kelembapan tinggi sangat memperkuat efeknya lokal.

3. Gangguan Atmosfer Frekuensi Rendah

"Frekuensi rendah" mengacu pada variasi atau gangguan atmosfer yang memiliki periodisitas yang relatif lama/lambat berubah (misalnya variasi mingguan hingga beberapa minggu) dibandingkan dengan sistem cuaca harian seperti frontal atau badai lokal.

Ini bisa termasuk gelombang atmosfer tropis, osilasi skala‐besar, dan fenomena konveksi yang persistennya berhari-hari. BMKG menyebut gangguan atmosfer frekuensi rendah "persisten" terpantau aktif di wilayah‐wilayah luas seperti Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku, hingga Papua, mendukung pertumbuhan awan hujan dan pembentukan cuaca ekstrem.

Karena persistensi dan cakupan area yang luas, gangguan ini menjaga atmosfer tetap lembap dan labil dalam jangka waktu lebih lama. Kondisi seperti ini menyediakan "bahan bakar" kelembapan dan ketidakstabilan (instabilitas), memungkinkan terbentuknya awan konvektif berintensitas tinggi.

Dalam kondisi seperti itu, meskipun sistem lokal lain mungkin lemah, efek kumulatif dari kelembapan terus-menerus dan gerak naik udara dapat memicu hujan lama dan lebat secara lokal.

Wilayah Jatim yang Berpotensi Cuaca Ekstrem

Sebanyak 22 wilayah di Jawa Timur saat ini perlu mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang meningkat. Berdasarkan pantauan BMKG, wilayah-wilayah tersebut berisiko mengalami hujan lebat disertai petir dan angin kencang. Berikut daftarnya.

  • Kabupaten Bondowoso
  • Kabupaten Jember
  • Kabupaten Jombang
  • Kabupaten Kediri
  • Kota Batu
  • Kota Malang
  • Kabupaten Lumajang
  • Kabupaten Madiun
  • Kabupaten Mojokerto
  • Kabupaten Nganjuk
  • Kabupaten Pasuruan
  • Kabupaten Probolinggo
  • Kabupaten Situbondo
  • Kabupaten Magetan
  • Kabupaten Ngawi
  • Kabupaten Ponorogo
  • Kabupaten Malang
  • Kabupaten Pacitan
  • Kabupaten Bojonegoro
  • Kabupaten Tuban
  • Kabupaten Banyuwangi
  • Kabupaten Trenggalek

BMKG mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama yang tinggal di daerah curam atau perbukitan. Jugasaat melakukan aktivitas di luar ruangan atau kawasan rawan bencana hidrometeorologi.

Dampak yang mungkin ditimbulkan antara lain banjir bandang, tanah longsor, jalan licin, pohon tumbang, hingga berkurangnya jarak pandang. Masyarakat pun diminta rutin memantau informasi cuaca terkini melalui situs resmi BMKG Juanda dan kanal media sosial resmi @infobmkgjuanda.




(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads