Alvi Maulana (24), terduga pelaku pembunuhan terhadap pacarnya sendiri Tiara Angelina Saraswati (25) yang dimutilasi menjadi ratusan potong lalu dibuang di Pacet, Mojokerto telah diringkus. Psikolog menduga adanya kemungkinan Alvi dan Tiara menjalani hubungan percintaan yang toxic.
Hal itu disampaikan oleh Riza Wahyuni SPsi MSi, Praktisi Psikolog Klinis dan Forensik Surabaya. Dia sebutkan tentang kemungkinan kepribadian pelaku, perbuatan ketika memutilasi, sifat manipulatif, hingga menjalani hubungan toxic.
Riza mengatakan secara umum, baik karakter pelaku, hingga latar belakangnya perlu didalami oleh psikolog forensik. Menurutnya, memotong tubuh menjadi ratusan bagian bukan hal yang mudah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu kita lihat, dia sampai melakukan sedetail itu (memutilasi), kan bukan hal mudah untuk orang normal. Itu yang perlu kita pahami," ujarnya kepada detikJatim, Senin (8/9/2025).
"Kalau secara umum pengalaman dari kasus koper merah dan lain sebagainya, ada beberapa hal yang kita temui. Misalnya memiliki kecenderungan kepribadian bordeline personality, emosinya tidak terkontrol, berapi-api, dia tidak mampu mengendalikan dirinya. Lalu ditemukan tendensi untuk menyakiti orang lain atau oleh orang awam adalah berperilaku psikopat," lanjut Riza.
Terkait motif, Riza menyebutkan bahwa masing-masing kasus akan berbeda-beda motifnya. Ada yang karena sakit hati, spontan karena kemarahan sesaat, sampai ingin menghilangkan jejak.
Pada kemarahan yang sifatnya sesaat, hal ini bisa membuat pelaku ingin menghilangkan jejak dengan cara melakukan pembunuhan hingga mutilasi.
"Atau di dalam perilaku sehari-harinya bisa saja dia memang memiliki perilaku yang pemarah, sangat posesif, NPD, sistem personality disorder dia tidak boleh dikalahkan, merasa paling hebat, jadinya relasi kuasa. Itu bisa menyebabkan tendensi beberapa orang melakukan kejahatan yang sedemikian rupa," ujarnya.
Latar belakang pekerjaan Alvi sebagai jagal hewan juga bisa menjadikannya termotivasi saat ingin menghilangkan jejak. Karena pelaku sudah menguasai dunia jagal hewan itu.
"Ya, bisa jadi dia terinspirasi untuk melakukan itu (mutilasi) dengan pengalaman perilaku (jagal hewan). Tapi kita jangan menggeneralisasi bahwa mereka yang jagal hewan demikian. Nanti kita jadi salah. Potongannya kecil-kecil, itu kan hanya bisa dilakukan orang yang memiliki pengalaman," katanya.
Riza menduga bila Alvi menjalani hubungan dengan korban secara tidak sehat atau toxic. Namun, alasan yang diberikan kepada aparat juga bisa sebagai pembelaan diri.
"Bagi saya sebenarnya sudah toxic, tapi saya perlu mempertimbangkan, apakah itu betul? Jangan-jangan itu pembelaan diri," ujarnya.
Ia mengatakan, sifat dari pelaku pembunuhan keji bahkan tega memutilasi biasanya manipulatif. Seperti kasus Koper Merah di Kediri, alasan awal pelaku karena marah setiap bertengkar selalu membawa nama anaknya.
Ternyata itu manipulatif, alasan sebenarnya menurut Riza karena cemburu sang korban kedapatan memasukkan laki-laki ke indekos.
"Itu enggak bisa menjadi dasar. Bagi saya tidak bisa mengatakan itu benar atau salah. Bisa jadi (manipulatif), biasanya pelaku-pelaku psikopat itu manipulatif," urainya.
"Jadi dia ciri khasnya kalau di luar kelihatan fine, kelihatan baik-baik saja, bahkan beberapa kasus yang lain kelihatan alim. Desakan ekonomi, kecemburuan, dan lain sebagainya membuat mereka berperilaku seperti itu. Dan tendensi itu ada enggak pada diri dia? Bisa saja masalahnya jadi bom waktu," katanya.
(dpe/abq)