Surabaya sempat mencekam pada malam 29 hingga 30 Agustus. Massa yang bergerak ke arah Jalan Gubeng memicu tembakan gas air mata hingga masuk ke Balai Kota, sementara pengendara tidak bisa melintas.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menceritakan bagaimana ia ikut turun ke jalan pada malam mencekam itu. Ia membantu mengatur lalu lintas di Jalan Wali Kota Mustajab dan mengimbau pengendara untuk mencari jalan alternatif. Namun, ada satu kejadian yang membuatnya terharu.
Eri melihat sebuah mobil berhenti di depan Balai Kota. Di dalamnya ada seorang perempuan yang menangis karena tidak bisa pulang ke rumahnya di Gubeng. Jalan menuju Gubeng kala itu dipenuhi massa dan gas air mata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya langsung tarik mobilnya, saya ajak menepi, saya bilang 'sudah kamu masuk ke rumah dinas'. Jadi dia enggak boleh saya pulangkan, yang lainnya saya minta untuk berputar balik, tidak melewati Grand City, karena mata sudah perih ya. Setelah itu teman-teman ini belok semuanya dan baru jam 03.00 WIB dia baru bisa pulang, itu pun saya minta antar karena masih chaos itu," cerita Eri di Balai Kota, Jumat (5/9/2025).
Menurut Eri, kondisi malam itu benar-benar tidak kondusif. Massa terus dipukul mundur dari Jalan Yos Sudarso menuju Jalan Wali Kota Mustajab hingga Jalan Gubeng. Tembakan gas air mata bahkan sampai ke Balai Kota.
"Ya itulah, Balai Kota kena gas air mata karena mungkin nembaknya jatuh pas di depan saya beberapa meter. Rasanya perih, enggak karu-karuan," ujarnya.
Perempuan yang menangis di depan Balai Kota itu adalah Intan (30), warga Gubeng Kertajaya. Ia mengaku tak menyangka akan terjebak dalam situasi mencekam tersebut.
"Saya tahu kalau ada demonstrasi, tapi saya kira demonya di Polda Jatim," kata Intan.
Sebelum tiba di Balai Kota, Intan melewati Jalan Gemblongan, Genteng Kali, hingga Wali Kota Mustajab yang masih terlihat normal. Namun, di depan rumah dinas wali kota, jalan tiba-tiba ditutup. Saat itu ia melihat Eri mengenakan pakaian hitam, berdiri mengatur lalu lintas.
![]() |
"Pak Eri nanya, 'rumah Mbaknya di mana?' Saya bilang di Gubeng Kertajaya. Beliau langsung bilang, 'akses menuju rumah Mbak ini sedang tidak bisa dilewati. Sedang ada kerusuhan, suasananya mencekam,'" ucap Intan menirukan.
Malam itu, jalan ke arah rumah Intan memang tidak aman. Massa masih bertahan di sejumlah titik, membakar ban, dan gas air mata terus dilepaskan. Eri lalu menyarankan Intan menghubungi orang tuanya agar tidak khawatir. Namun, jawaban Intan membuat suasana haru.
"Saya bilang kalau saya sudah tidak punya orang tua, terus saya menangis," kata Intan.
Mendengar itu, Eri langsung menawarkan Intan untuk beristirahat di rumah dinasnya. Ia disambut oleh istri Eri, Rini Indriyani, bersama putri mereka dan dua asisten rumah tangga. Suasana rumah dinas terasa kontras dengan kondisi di luar yang penuh teriakan dan bau gas air mata.
"Saya dikasih air minum supaya tenang. Bu Rini juga menenangkan saya sambil memantau kondisi lewat CCTV dan sosial media," ujarnya.
Hingga pukul 01.30 WIB, situasi di luar belum sepenuhnya aman. Eri kemudian meminta petugas mengantar Intan pulang dengan motor, sementara mobilnya dititipkan di rumah dinas.
"Waktu diantar, ternyata memang jalanan depan rumah saya masih banyak demonstran, ban dan kayu dibakar," tambahnya.
Keesokan paginya, Sabtu (30/8), Intan kembali ke rumah dinas untuk mengambil mobilnya. Ia sempat dipanggil masuk dan kembali bertemu dengan Eri.
"Saya dipersilakan masuk oleh petugas. Di dalam, Pak Eri sempat ngobrol dan menanyakan kondisi saya saat pulang semalam," kata Intan.
Pertemuan itu membuat Intan semakin terharu. Ia mengucapkan terima kasih atas bantuan Eri dan keluarganya yang memberikan perlindungan di tengah situasi mencekam.
"Rasanya campur aduk. Saya bingung, takut, tapi juga merasa aman karena ada beliau. Itu tidak akan pernah saya lupakan," tutupnya
Simak Video "Video: Walkot Eri Minta Maaf Buntut Ucapan Kasar Armuji saat Sidak Penahanan Ijazah"
[Gambas:Video 20detik]
(ihc/hil)