Akademisi Sebut Pembelian LPG 3 Kg Pakai NIK Rentan Bikin Masalah Baru

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 29 Agu 2025 15:00 WIB
Ilustrasi LPG 3 Kg (Foto: Dok. Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus)
Surabaya -

Rencana pemerintah mewajibkan pembelian elpiji 3 kilogram menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai tahun 2026 menuai sorotan. Akademisi menyebut kebijakan ini memang punya niat baik, tapi bisa menimbulkan masalah baru jika tidak disiapkan secara matang.

Hal itu sebagaimana yang disampaikan Dosen Perbankan Syariah Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Fatkur Huda.

Ia mengingatkan, ada potensi eksklusi terhadap masyarakat miskin yang justru berhak menerima subsidi, terutama mereka yang tinggal di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dan belum tercatat dalam sistem data sosial ekonomi nasional.

"Banyak warga di daerah terpencil yang belum terdata secara akurat, atau mengalami kesalahan data. Ini bisa membuat mereka kehilangan akses terhadap LPG subsidi," ujar Fatkur, Jumat (29/8/2025).

Tak hanya itu, menurut Fatkur, penerapan kebijakan ini juga rawan menambah kerumitan teknis dan beban administratif. Sistem validasi berbasis NIK membutuhkan infrastruktur digital yang belum tentu merata di seluruh wilayah.

"Realitas di lapangan menunjukkan masih banyak kendala teknis, mulai dari keterbatasan jaringan internet, mesin validasi, hingga kualitas data kependudukan. Kerumitan ini dapat memperlambat distribusi dan menambah beban masyarakat kecil dalam mengakses kebutuhan sehari-hari," tambahnya.

Fatkur juga menyoroti potensi keresahan sosial akibat perubahan sistem ini. Ia khawatir kebijakan ini justru menciptakan resistensi hingga praktik percaloan baru.

"Masyarakat miskin yang sudah terbiasa dengan mekanisme lama berpotensi bingung dengan aturan baru," ungkapnya.

"Tanpa sosialisasi yang masif dan edukasi memadai, kebijakan ini justru dapat menimbulkan resistensi, keresahan, bahkan praktik percaloan baru yang justru bertentangan dengan tujuan awalnya," lanjutnya.

Lebih jauh, ia menyarankan pemerintah fokus memperbaiki distribusi dan pengawasan di lapangan ketimbang menambah lapisan birokrasi baru.

"Edukasi publik dan penegakan hukum terhadap
penyalahgunaan distribusi jauh lebih efektif daripada menambah syarat administratif bagi masyarakat kecil," pungkasnya.



Simak Video "Video: Pengoplos LPG 3 Kg di Bogor-Bekasi-Tegal Raup Untung Rp 10 M"


(auh/hil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork