Forkopimda Kota Batu mematangkan pembuatan surat edaran (SE) terkait sound horeg. Aturan ini dibuat untuk mengubah image sound horeg yang disebut haram menjadi sound halal.
"Dari aturan ini kita menyepakati dan mendefinisikan sound horeg yang tidak melanggar norma apa pun atau bisa disebut sebagai sound halal," terang Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata, Senin (25/8/2025).
Ia menjelaskan, sound halal yang dimaksud adalah penggunaan sound system yang tidak melanggar norma. Misalnya tidak menimbulkan kebisingan, tidak membahayakan kesehatan telinga, hingga tidak menampilkan tarian vulgar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sound horeg yang halal itu yang tidak melanggar norma apa pun. Baik dari kebisingan, kendaraan spesifikasi teknis, performa yang mau ditampilkan, rute dan zona aman," jelas Andi.
"Sehingga di Kota Batu disepakati setiap event yang diselenggarakan, yang dulu dikenal sound horeg dan sudah ditertibkan, bisa menjadi sumber-sumber ekonomi baru, sekaligus memperkuat pariwisata Kota Batu," sambungnya.
Andi menambahkan, aturan sound horeg di Kota Batu nantinya tidak jauh berbeda dengan SE bersama yang dikeluarkan Provinsi Jawa Timur. Hanya saja ada beberapa aturan yang disesuaikan maupun dipertegas.
"Titik berat dalam penyusunan aturan sound horeg ini yang pertama masalah konsep, yakni redaksi regulasi. Kedua, masalah pengaturan kewenangan dalam artian bagaimana meningkatkan kompetensi panitia penyelenggara kegiatan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua MUI Kota Batu KH Abdullah Thohir menilai penyebutan sound halal tidak dipermasalahkan, selama kegiatan yang menggunakan sound system tersebut sesuai norma dan tidak merugikan sekitar.
"Kalau sound horeg itu kan sebenarnya pemberian nama dari masyarakat. Saya ini lebih setuju pada sound tidak horeg halal," kata Abdullah.
"Saya juga sering lihat ada sound horeg yang menampilkan logo halal. Kalau kayak gitu nggak benar karena di dalamnya ada unsur-unsur yang tidak sesuai," imbuhnya.
Ia menegaskan, fatwa MUI terkait sound horeg haram tidak dikeluarkan asal-asalan, melainkan hasil kajian dan pertimbangan berbagai hal, seperti dampak terhadap lingkungan sekitar hingga kesehatan.
"MUI sebelum mengeluarkan fatwa itu tentu melalui kajian dari dinas kesehatan, kiai/habib, pengusaha, dan lain-lain. Intinya kalau istilah sound horeg halal tidak tepat, kalau sound halal boleh-boleh saja," ujar Abdullah.
(irb/hil)