Sulitnya Pemerintah Yakinkan Warga Madura bahwa Vaksin Campak Aman

Round-Up

Sulitnya Pemerintah Yakinkan Warga Madura bahwa Vaksin Campak Aman

Denza Perdana - detikJatim
Selasa, 26 Agu 2025 08:46 WIB
Measles, Mumps, Rubella vaccine in a vial, immunization and treatment of infection, scientific experiment
Ilustrasi imunisasi atau vaksin campak. (Foto: Getty Images/Kittisak Kaewchalun)
Sumenep -

Data Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) mencatat ada 2.035 kasus suspek campak di Sumenep sejak Januari hingga Agustus 2025. Dari jumlah itu, 17 pasien meninggal.

"Dari 17 kasus kematian, 16 di antaranya terkonfirmasi tidak pernah imunisasi. Satu terkonfirmasi pernah imunisasi, tapi tidak lengkap," kata Gubernur Jatim Khofifah.

Khofifah menyampaikan itu saat menyambangi 8 pasien campak yang masih dirawat di RSUD dr H Moh Anwar, Sabtu (23/8). Kondisi mereka dinyatakan stabil, dan 2 pasien sudah siap dipulangkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hari itu, sebelum menjenguk pasien dr H Moh Anwar, Khofifah memimpin rapat koordinasi penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Rumah Dinas Bupati Sumenep.

ADVERTISEMENT

Mantan Mensos RI itu mengajak masyarakat, para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan elemen lainnya agar menjadikan kasus kematian akibat campak sebagai pembelajaran.

"Mohon kepada semua masyarakat, para tokoh masyarakat, para ulama, semuanya menjadikan ini sebagai pembelajaran. Kita ingin generasi ke depan semuanya sehat," katanya.

Khofifah juga mengajak masyarakat mendukung capaian vaksinasi massal campak rubella yang akan digelar mulai 25 Agustus 2025.

Merebak di Bangkalan

Tidak hanya di Sumenep, campak juga merebak di Bangkalan. RSUD Syamrabu Bangkalan mencatat jumlah pasien campak sejak Januari hingga akhir Agustus mencapai 275 orang pasien.

"Di RSUD pasien campak meningkat drastis. Mulai Januari sampai Agustus ini tercatat ada 275 pasien positif campak. Untuk kematian hanya 1 di Januari lalu," kata dr Mega Malynda, Dokter Spesialis Anak RSUD Syamrabu Bangkalan, Senin (25/8).

Mega menyebutkan kasus campak itu didominasi balita usia 2-3 tahun. Biasanya di hari pertama pasien akan mengalami demam, keluar bintik-bintik merah dari belakang telinga hingga sekujur tubuh, dan tidak jarang disertai batuk dan pilek.

"Saat ini yang masih kami rawat ada 17 pasien campak terdiri dari balita semua," katanya. "Di Agustus ini ada 50 pasien, dan rata-rata dari Kecamatan Geger Bangkalan."

Menurutnya, kasus campak berat dialami pasien yang mayoritas belum mendapatkan imunisasi. Sehingga tubuh pasien tidak memiliki perlindungan terhadap serangan campak.

"Rata-rata pasien campak yang ada di sini belum di imunisasi campak. Dan bisasnya imunisasi itu dilakukan pada anak di usia 9 bulan," tandas Mega.

Kemenkes Turun Tangan

Kasus campak di Sumenep dan Bangkalan itu menjadi perhatian Kemenkes. Wamenkes Dante Saksono Harbuwono menyebut cakupan imunisasi campak di Sumenep tergolong rendah.

Dia ungkapkan sejumlah alasan orang tua menolak memberi vaksinasi kepada anaknya.

"Banyak (alasan keluarga nggak mau vaksinasi anak). Ada yang dikaitkan soal agama, takut karena nanti ada efek samping," kata Prof Dante dikutip dari detikHealth, Senin (25/8).

"Sebenarnya ini sudah kami kaji, vaksinasi-vaksinasi yang kami berikan ke masyarakat itu sudah dikaji secara empiris dalam waktu lama, sehingga aman untuk diberikan ke anak," sambungnya.

Kepala Biro Komunikasi Kemenkes RI Aji Mulawarman menambahkan saat ini pihaknya bergerak cepat untuk menekan angka penularan campak, khususnya di Sumenep.

"Berkoordinasi dengan Dinkes Sumenep, Dinkes Jatim, OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait dan mitra setempat untuk penanganan bersama," kata Aji.

"Mengirimkan tim untuk melakukan PE (Penyelidikan Epidemiologi). Mendampingi Dinkes melakukan survei cepat untuk menentukan target sasaran ORI (Outbreak Response Immunization)," lanjutnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Upaya Kemenkes Cegah Misinformasi Seputar Imunisasi"
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads