Rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia memang telah usai, namun semangat juang bangsa masih terasa kuat di berbagai sudut kota. Surabaya, yang dikenal sebagai Kota Pahlawan, menjadi salah satu saksi sejarah penting perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Tepat pada 10 November, 80 tahun lalu, kota ini menjadi palagan pertempuran besar yang dikenang hingga kini.
Salah satu peristiwa heroik yang masih membekas dalam ingatan bangsa adalah insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, kawasan Tunjungan, Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peristiwa ini bukan sekadar simbol perlawanan, tetapi juga menjadi momentum yang memicu semangat rakyat untuk terus mempertahankan kedaulatan Indonesia. Seperti apa sebenarnya kronologi peristiwa tersebut? Berikut ulasan lengkapnya.
Kronologi Peristiwa Perobekan Bendera di Hotel Yamato
Merangkum berbagai sumber, peristiwa heroik ini terjadi pada 19 September 1945, sekitar satu bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Saat itu, suasana Surabaya masih penuh ketegangan karena kehadiran tentara Jepang yang belum sepenuhnya meninggalkan Indonesia, serta mulai masuknya kembali pasukan Sekutu dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang berniat menguasai wilayah Nusantara.
Di tengah situasi itu, sekelompok orang Belanda diam-diam mengibarkan bendera merah-putih-biru, simbol kebesaran Belanda, di atas Hotel Yamato (kini dikenal sebagai Hotel Majapahit) yang terletak di kawasan Tunjungan, Surabaya. Pengibaran bendera tersebut sontak memicu kemarahan rakyat Surabaya. Bagi mereka, tindakan itu dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan.
Ribuan pemuda dan masyarakat Surabaya segera berkumpul di sekitar hotel. Negosiasi sempat dilakukan oleh para tokoh Indonesia, salah satunya Residen Soedirman, yang menuntut agar bendera Belanda diturunkan. Namun, perundingan itu tidak membuahkan hasil dan ketegangan semakin memuncak.
Dalam situasi genting tersebut, seorang pemuda Surabaya bernama Koesno Wibowo bersama rekan-rekannya berhasil menerobos masuk ke dalam hotel. Mereka bergegas menuju atap, memanjat tiang bendera, lalu merobek bagian biru pada bendera Belanda hingga menyisakan warna merah dan putih. Aksi heroik itu membuat bendera Belanda berubah menjadi Sang Merah Putih, simbol kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa berani ini membakar semangat rakyat Surabaya untuk terus melawan segala bentuk penjajahan. Insiden Yamato kemudian dikenang sebagai salah satu pemicu berkobarnya perlawanan besar rakyat Surabaya pada pertempuran 10 November 1945, yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Makna Insiden Perobekan Bendera
Peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato bukan sekadar kisah heroik, melainkan simbol perlawanan rakyat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan. Aksi itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak gentar menghadapi upaya Belanda untuk kembali menjajah. Semangat kebersamaan, keberanian, dan tekad untuk menjaga kemerdekaan menjadi nilai utama yang diwariskan kepada generasi penerus.
Setiap tahun, terutama menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November, kawasan Tunjungan dan Hotel Majapahit selalu ramai dikunjungi masyarakat yang ingin mengenang jejak perjuangan tersebut. Berbagai kegiatan napak tilas dan upacara penghormatan sering diadakan sebagai bentuk penghargaan terhadap para pahlawan yang telah berjuang tanpa pamrih.
Dengan mengingat kembali peristiwa di Hotel Yamato, masyarakat Indonesia diharapkan terus menumbuhkan rasa nasionalisme, menjaga persatuan, serta melanjutkan cita-cita para pendiri bangsa. Semangat perjuangan itu menjadi pengingat bahwa kemerdekaan yang diraih bukanlah hadiah, melainkan hasil pengorbanan yang harus selalu dijaga.
(ihc/hil)