Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut manfaat bayar pajak sama halnya dengan zakat dan wakaf. Menurutnya, setiap rezeki dan harta yang dimiliki ada hak orang lain yang bisa disalurkan lewat tiga jalan tersebut.
Tokoh Muda Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, KH Ubaidillah Amin menyayangkan pernyataan Sri Mulyani. Sebab, zakat dan pajak hal yang berbeda.
"Dalam Islam, zakat merupakan kewajiban syar'i yang ditetapkan Allah dengan ketentuan yang jelas yakni siapa yang wajib membayar, berapa kadar yang harus ditunaikan, serta kepada siapa ia disalurkan. Zakat adalah ibadah sekaligus instrumen sosial yang mengandung dimensi spiritual, sebab ia termasuk rukun Islam," kata Ubaidillah saat dikonfirmasi detikJatim, Senin (18/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara pajak adalah kewajiban yang lahir dari keputusan pemerintah untuk kepentingan pembiayaan negara. Tidak ada syarat nisab, haul, atau mustahiq tertentu sebagaimana zakat, tetapi ia ditarik secara umum dari warga negara sesuai peraturan yang berlaku. Dari sini terlihat, zakat bersumber dari ketetapan syariat, sedangkan pajak bersumber dari kebijakan manusia," tambahnya.
Ulama yang akrab disapa Gus Ubaid ini menyebut konsep pajak dengan zakat sangat berbeda. Ia pun membeberkan golongan yang berhak menerima zakat.
"Konsep peruntukan zakat pun berbeda dengan pajak. Zakat hanya boleh disalurkan kepada delapan golongan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an, sehingga distribusinya terikat hukum syara'," katanya.
"Pajak sebaliknya, digunakan untuk kebutuhan luas negara seperti pembangunan, infrastruktur, atau administrasi pemerintahan, yang boleh jadi tidak langsung menyentuh mustahiq zakat. Oleh karena itu, meskipun sama-sama berupa kewajiban finansial, zakat dan pajak tidak bisa disamakan baik dari sisi sumber hukum, mekanisme pengelolaan, maupun tujuan penggunaannya," lanjut Gus Ubaid.
Pengasuh Ponpes Annuriyah Kaliwining Jember ini meminta pejabat pemerintah untuk berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Sebab, bisa menyesatkan di masyarakat.
"Maka sebaiknya pemerintah jangan memberikan statement pada publik tentang suatu hal yang bukan bidang mereka, terlebih pada urusan agama. Khawatirnya nanti akan menimbulkan reaksi dari para pemuka agama yang berujung membeberkan fakta bahwa membayar pajak sudah jadi tidak wajib, karena sudah bermuatan zalim," tegasnya.
Ketua Dewan Pembina Relawan Gawagis Berfikir Kemajuan (GBK) ini juga meminta Sri Mulyani untuk meminta maaf kepada masyarakat atas ucapannya.
"Tolong Ibu Menteri Keuangan segera minta maaf kepada masyarakat Indonesia khususnya islam dan para ulama. Karena berbicara tanpa didasari oleh pengetahuan agama yang mumpuni dan salah," tandasnya.
(auh/hil)