Saat Khofifah Pilih Muslimat NU daripada Maju Calon Ketua Umum PPP

Round-Up

Saat Khofifah Pilih Muslimat NU daripada Maju Calon Ketua Umum PPP

Denza Perdana - detikJatim
Sabtu, 17 Mei 2025 08:03 WIB
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Khofifah Indar Parawansa. (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur diusulkan sebagai calon Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam bursa Muktamar 2025. KH Mujahid Ansori, tokoh senior PPP Jatim secara terbuka mengusulkan Khofifah memimpin partai berlambang Ka'bah yang tengah kehilangan pijakan elektoral usai gagal melenggang ke Senayan di Pemilu 2024.

Bagi Mujahid, Khofifah bukan sekadar sosok Nahdliyin yang punya pengalaman organisasi. Ia menyebut Khofifah memiliki 'darah hijau PPP' dan berpotensi besar mengangkat kembali pamor partai. Pengalaman Khofifah memimpin Muslimat NU dan kiprahnya sebagai tokoh perempuan nasional dianggap bisa mendatangkan kembali suara konstituen tradisional PPP, utamanya dari kalangan Nahdliyin.

"Khofifah itu sudah punya pengalaman memimpin organisasi besar yakni Muslimat NU. Kepemimpinannya saya yakin bisa membawa PPP kembali pada kejayaannya," ujar Mujahid optimistis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun harapan itu segera direspons secara tegas oleh Khofifah. Dengan nada penuh penghargaan dia sampaikan penolakan secara diplomatis dengan menyarankan Ketum PPP sebaiknya dari kader partai.

"Dengan segala hormat, banyak kader-kader PPP yang punya kesempatan untuk bisa memimpin PPP ke depan. Jadi bagus kader-kader kalau diberi kesempatan," kata Khofifah saat ditemui di Gedung Negara Grahadi.

ADVERTISEMENT

Bukan tanpa alasan. Sebagai Ketua Umum Dewan Pembina Muslimat NU, Khofifah terikat aturan internal Nahdlatul Ulama yang melarang pengurus struktural organisasi banom NU jadi pengurus partai politik, apalagi ketua umum. Posisi di Muslimat, bagi Khofifah, bukan sekadar jabatan administratif melainkan amanah yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja demi ambisi politik.

"Saya ini Ketum Dewan Pembina Muslimat NU, nggak boleh memimpin partai," tandasnya, merujuk pada peraturan yang berlaku di lingkungan PBNU.

Jawaban Khofifah ini menandai kejelasan sikap yang lebih memprioritaskan penguatan peran perempuan Nahdliyin di tubuh NU, bukan pada kontestasi elit di partai politik. Maka pupus lah harapan Kiai Mujahid agar Khofifah mampu membawa keluar PPP dari titik nadir usai kehilangan kursi di Senayan dan butuh figur pemersatu.

Kiai Mujahid menyadari regenerasi dan kolaborasi internal menjadi keharusan. Ia menekankan bahwa momentum Muktamar 2025, yang ia sebut sebagai Muktamar Muhasabah, harus menjadi titik balik, bukan arena perpecahan. Karena itu, usulan nama dari luar struktur partai seharusnya dibaca sebagai upaya memperluas ruang kolaborasi, bukan ancaman.

"Saya berharap Muktamar ini bukan jadi ajang saling mengkotak para kader, tapi justru menjadi momen persatuan... Jangan sampai ego personal merusak partai," katanya.




(dpe/hil)


Hide Ads