PBB P2 di Jombang yang naik gila-gilaan hingga 1.202% pada periode 2024-2025 menuai kritik dari akademisi. Selain menyayangkan sistem pajak yang salah tapi tetap diterapkan oleh pemerintah, akademisi juga mengkritik pernyataan Bupati Jombang yang terkesan cuci tangan.
Kritik itu datang dari Dosen Fisipol Undar Jombang, Mukari. Menurutnya, pemerintah wajib melakukan kajian mendalam sebelum menelurkan kebijakan. Sebab setiap kebijakan berdampak kepada masyarakat. Seperti naiknya PBB P2 yang berimbas langsung kepada masyarakat selaku wajib pajak.
Masalah PBB P2 yang naik gila-gilaan tahun 2024-2025 di Jombang menurutnya adalah potret sistem perpajakan yang salah. Problem ini berakar dari penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) hasil survei appraisal pada 2022 yang tidak sesuai kondisi riil di lapangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam problem ini masyarakat terlanjur bayar (PBB P2), ternyata sistemnya salah. Apakah dikembalikan oleh pemerintah? Apalagi sudah jalan 2 tahun. Kalau didiamkan bagaimana hukumnya? Negara ini selalu begini, kalau tidak ada protes dianggap tak ada masalah. Sementara masyarakat tidak semua menanggapi dengan protes, banyak yang memilih diam," ujar Mukari, Kamis (14/8/2025).
"Ini menunjukkan penyelenggara negara kita masih main-main, masih belajar, belum siap betul untuk bekerja. Saya menyayangkan anggota dewan kenapa diam, tidak responsif terhadap masalah yang terjadi. Jangan menunggu masyarakat protes, butuh kepekaan terhadap masalah di masyarakat," sambungnya.
Mukari juga mengkritik Bupati Jombang Warsubi yang terkesan cuci tangan. Kemarin Warsubi menyatakan dirinya tidak pernah menaikkan PBB P2. Naiknya PBB P2 pada 2024-2025 adalah kebijakan bupati sebelumnya seiring berlakunya Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak dan Restribusi Daerah.
"Oke lah kebijakan itu diwariskan pemerintah terdahulu. Kalau salah diperbaiki dong, jangan dibiarkan. Pemimpin yang hadir hari ini kan untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan yang salah dan membebani masyarakat kita," jelasnya.
Sebelum menaikkan pajak, kata Mukari, pemerintah sebaiknya lebih dulu menganalisis kondisi taraf hidup dan ekonomi warga Jombang. Kajian ini demi memastikan apakah masyarakat mampu menanggung kenaikan pajak? Kenaikan pajak juga harus disosialisasikan kepada masyarakat secara menyeluruh.
Tidak hanya itu, hasil mengumpulkan pajak dari rakyat harus dikembalikan untuk kesejahteraan masyarakat secara tepat dan transparan. Sedangkan kondisi masyarakat Jombang saat ini, kata Mukari, masih banyak yang mengeluh sulit mencari pekerjaan dan harga pangan yang semakin mahal.
"Boleh pemda menaikkan pajak setinggi langit, tapi proses pengembalian ke masyarakat harus tepat dan transparan. Buktinya pendidikan masih mahal, kesehatan masih mahal. Sementara dalam konteks lebih luas secara nasional kita tahu bagaimana bobroknya sistem pajak kita, bagaimana korupsi besar-besaran di pajak masih menjadi sesuatu yang mengerikan. Kalau sistem tidak bisa dibenahi serius, jangan sekali-sekali menaikkan pajak seenaknya. Menaikkan pajak harus diimbangi dengan pelayanan publik yang bagus seperti di negara maju," tandasnya.
Sebelumnya, Joko Fattah Rochim (63), salah satu warga Jombang memprotes Bapenda karena PBB P2 rumahnya di Jalan Kapten Tendean, RT 3, RW 5, Desa Pulolor, Kecamatan/Kabupaten Jombang, naik 370%. Dari sebelumnya Rp334.178 tahun 2023 menjadi Rp1.238.428 pada 2024.
Tidak hanya Fattah, tagihan PBB P2 milik Munaji Prajitno untuk 2 lokasi objek pajak miliknya naik 791% dan 1.202%. Pada akhirnya, Munaji memang menerima keringanan untuk PBB P2 tahun 2025 yang harus ia bayar. Sementara untuk PBB tahun 2024 yang dibayarkan Munaji masih diperiksa di Bapenda.
Sebaliknya, Fattah yang memang berniat melakukan protes tapi tidak dengan cara unjuk rasa telah membayarkan PBB yang harus dia bayar tapi dengan satu galon uang koin.
Tidak semua PBB P2 rumah dan tanah warga Jombang yang naik hingga 1.202%. Misalnya tanah dan bangunan milik Umi Kulsum di Jalan Dharmawangsa nomor 58B, Kelurahan Kepanjen, Kecamatan/Kabupaten Jombang.
Tanah dan bangunan seluas 8x12 meter persegi itu kena PBB P2 tahun 2022 senilai Rp26.095. Sedangkan pada 2023 tetap. Kemudian pada 2025 kenaikannya hanya menjadi Rp41.546.
Protes warga atas naiknya PBB P2 yang gila-gilaan ini direspons Bupati Jombang Warsubi dengan membentuk tim khusus untuk melayani keberatan para wajib pajak. Masyarakat pun berbondong-bondong mengajukan keberatan.
Bapenda Jombang mendata, sepanjang 2024 sudah ada 12.864 keberatan yang datang dari wajib pajak. Sementara hingga Agustus 2025 ini, total ada 4.171 wajib pajak yang mengajukan keberatan ke Bapenda Jombang.
Saat ini, eksekutif dan legislatif di Jombang sedang melakukan revisi Perda 13 Tahun 2023 demi memastikan nominal PBB P2 di Jombang turun. Revisi perda itu saat ini pada tahap evaluasi di Pemprov Jatim. Bila sudah ditetapkan, penurunan PBB P2 baru akan berlaku 2026.
(dpe/hil)