Dokter THT Malang Ungkap Kasus Telinga Rusak karena Sound Horeg

Dokter THT Malang Ungkap Kasus Telinga Rusak karena Sound Horeg

Muhammad Aminudin - detikJatim
Senin, 11 Agu 2025 13:30 WIB
ilustrasi sakit telinga
Ilustrasi sakit telinga (Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes)
Malang -

Fenomena penggunaan sound horeg atau sistem suara berdaya tinggi di karnaval desa dan hajatan mulai memicu kekhawatiran di bidang kesehatan, khususnya gangguan telinga.

Dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) RSUD Kanjuruhan dr Ersty Istyawati Sp.THT mengungkapkan adanya peningkatan kasus gangguan pendengaran akibat paparan suara keras tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

"Tahun ini baru ada satu pasien yang datang dengan keluhan telinga berdenging. Tapi, tahun kemarin jumlahnya lumayan banyak," ujar Ersty saat dikonfirmasi, Senin (11/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ersty, kasus gangguan telinga akibat sound horeg cenderung tidak langsung terdeteksi, karena sebagian besar pasien menunda pemeriksaan medis.

ADVERTISEMENT

Ketika kondisi penyakit semakin parah, lanjut Ersty, masyarakat atau penderita baru mendatangi klinik ataupun rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan.

"Biasanya mereka menunggu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, berharap keluhannya hilang sendiri," tuturnya.

Meskipun hingga saat ini baru tercatat satu pasien di RSUD Kanjuruhan, dr Ersty memperkirakan jumlah tersebut bisa bertambah seiring masih berlangsungnya rangkaian karnaval dan hajatan desa pada momen Agustusan di Kabupaten Malang.

Data yang ia himpun menunjukkan setidaknya ada sekitar 20 kasus serupa yang tercatat di RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang.

Angka tersebut belum termasuk kasus di klinik atau rumah sakit tempat dirinya membuka praktik yang lain. Terutama di wilayah Turen, Kabupaten Malang, yang disebutnya mengalami peningkatan kasus cukup signifikan.

Salah satu kasus yang cukup mengkhawatirkan terjadi pada tahun lalu, di mana seorang pasien baru menjalani operasi timpanoplasti (perbaikan gendang telinga). Namun, ia mengalami robek kembali pada gendang telinganya hanya beberapa hari setelah operasi.

"Pasien itu kontrol pertama hasilnya bagus, tapi seminggu kemudian robek lagi setelah rumahnya dilewati rombongan sound horeg. Katanya, telinganya terasa sakit saat suara itu lewat," jelas Ersty yang juga menjadi tenaga medis di RS Pindad, Turen ini.

Ersty mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap bahaya paparan suara keras, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat gangguan telinga.

Ia juga mendorong panitia acara untuk lebih bijak dalam menggunakan perangkat suara, dan menyarankan adanya regulasi atau pengawasan terkait batas ambang kebisingan di ruang publik.




(auh/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads