Kata Orang Tua Soal Larangan Main Roblox untuk Anak SD

Kata Orang Tua Soal Larangan Main Roblox untuk Anak SD

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 08 Agu 2025 17:33 WIB
Roblox
Ilustrasi Roblox. (Foto: Roblox)
Surabaya -

Larangan bermain game Roblox bagi anak-anak SD yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti, menuai beragam respons dari para orang tua di Jawa Timur. Beberapa orang tua mengaku setuju dan mendukung imbauan tersebut.

Alasannya adalah kekhawatiran terhadap konten dan dampak buruk game tersebut terhadap perkembangan anak. Ini seperti diungkapkan Syahira (34), warga Surabaya Timur.

Dia ceritakan bahwa anaknya yang masih duduk di kelas 2 SD awalnya mengenal Roblox dari YouTube. Sang anak lantas mulai bermain karena mengikuti content creator yang menyisipkan permainan itu dalam videonya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Anak saya main Roblox di HP-nya, kebetulan sudah pegang HP karena dia kelas 2 SD, usianya 7 tahun lebih. Bisa download kebanyakan tahunya nonton dari YouTube, ada content creator yang bikin konten misalnya awalnya konten harian kayak unboxing, bermain, dan lainnya, lalu dia bikin konten lagi isinya main game. Di sana ada yang dimainkan Roblox, akhirnya anak saya tahu main Roblox," kata Syahira kepada detikJatim, Jumat (8/8/2025).

Mulanya, Syahira tidak terlalu mempermasalahkan game tersebut. Namun, setelah mengetahui lebih dalam mengenai isi dan dampaknya, ia memutuskan untuk melarang anaknya bermain Roblox, termasuk membatasi akses ke konten YouTube yang berkaitan dengan game itu.

ADVERTISEMENT

"Awalnya saya lihatnya main game aja, saya kurang tahu secara menyeluruh, jadi diizinkan. Tapi lama-lama saya tahu dari berita kalau Roblox itu ada sisi baik dan tidak baik. Karena anak saya masih di bawah 17 tahun jadi saya memilih akhirnya menyetop untuk bermain Roblox," ujarnya.

Ia juga mengaku resah karena game itu berpotensi membuat anak kecanduan, apalagi ada fitur online yang memungkinkan bermain bersama orang lain. Hal itu bisa membahayakan jika tanpa pengawasan.

"Game-nya itu bikin candu, terus ada online, bisa mabar (main bareng) dan lain-lain, itu pun saya tahu dari anak teman-teman saya yang main Roblox juga," jelas Syahira.

Menanggapi larangan dari Menteri Mu'ti, Syahira pun mengaku sependapat. Apalagi pemerintah dalam hal ini bisa jadi sudah melakukan kajian menyeluruh terhadap game tersebut untuk tumbuh kembang anak.

"Terkait larangan dari Menteri itu pasti ada hal yang namanya sesuatu pasti ada yang baik ada yang buruk. Saya setuju saja, banyak kok hal lain yang bisa kita kasih ke anak. Misalnya ada games tentang matematika, logic, atau games tentang ingatan," tambahnya.

Senada dengan Syahira, Julia (36), warga Sidoarjo yang juga memiliki anak kelas 2 SD, sempat tidak menyadari risiko yang tersembunyi dalam game tersebut. Ia baru menyadarinya setelah membaca berbagai informasi dari media.

"Saya awalnya ndak paham anak saya ini main game apa, karena kelihatannya sekilas sih normal saja ya game-nya. Saya gak lihat ada muatan kekerasan atau lainnya. Ternyata setelah baca-baca, ada muatan kekerasan dan dampak lain di Roblox ini," tutur Julia.

Meski begitu, Julia menyebut melarang anak bukan hal mudah. Ia menekankan pentingnya pendekatan dan penjelasan secara perlahan agar anak paham alasan di balik larangan tersebut.

"Itu jadi tantangan sih menyampaikan kenapa gak boleh main Roblox. Karena kalau langsung dilarang gitu aja pasti anak bisa marah," ungkapnya.

Julia pun mendukung kebijakan pemerintah, namun berharap tidak berhenti pada larangan saja. Ia mendorong agar lembaga pendidikan juga ikut berperan dalam mengedukasi anak-anak.

"Saya setuju saja dengan larangan yang disampaikan, tapi mungkin gak hanya sebatas larangan. Lebih dari itu bisa ada upaya misal lewat Dinas Pendidikan sendiri juga ya, guru-guru bisa membantu memberikan pengertian ke anak," pungkasnya.

Sebelumnya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti melarang anak-anak bermain game Roblox. Tak hanya melarang, ia juga menyampaikan alasannya.

"Main HP boleh, tapi tidak boleh lama-lama ya. Tidak boleh menonton yang (menampilkan) kekerasan, yang di situ ada berantemnya, di situ ada kata-kata yang jelek jangan nonton," ungkap Mu'ti di depan siswa SDN Cideng 02 dalam acara Kick-Off Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SDN Cideng 02 Pagi, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025) melansir dari detikEdu.

Ketika memberikan nasihat tersebut, terdengar ada murid yang mengucap tentang bermain game Roblox. Lalu Mu'ti pun merespons dengan melarang para murid bermain game itu karena menurutnya tidak baik.

"Tadi yang blok, blok tadi itu jangan main yang itu karena itu tidak baik ya," sambungnya.

Mu'ti lalu menjelaskan alasannya sebab menurutnya game itu menampilkan berbagai adegan kekerasan. Lebih lanjut ia menyebut tingkat intelektualitas murid SD belum mampu membedakan adegan nyata dan rekayasa. Anak di usia SD kerap menjadi peniru ulung sehingga dikhawatirkan bisa melakukan tindakan sesuai dengan yang dilihat di dalam game.

"Dengan tingkat kemampuan mereka yang memang masih belum cukup itu, kadang-kadang mereka meniru apa yang mereka lihat. Sehingga karena itu kadang-kadang praktek kekerasan yang ada di berbagai game itu memicu kekerasan di kehidupan sehari-hari anak-anak," ucap Mu'ti.

"Misalnya mohon maaf ya, kalau di game itu dibanting, itu kan tidak apa-apa orang dibanting di game. Kalau dia main dengan temennya, kemudian temennya dibanting, kan jadi masalah," jelasnya lebih lanjut.




(dpe/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads