Fenomena Bendera One Piece, Akademisi: Kekecewaan Generasi Muda

Fenomena Bendera One Piece, Akademisi: Kekecewaan Generasi Muda

Esti Widiyana - detikJatim
Minggu, 03 Agu 2025 14:00 WIB
Heboh di media sosial warga di sejumlah wilayah di Indonesia mengibarkan bendera One Piece menjelang HUT RI 17 Agustus. (Tangkapan layar Instragram)
Foto: Heboh di media sosial warga di sejumlah wilayah di Indonesia mengibarkan bendera One Piece menjelang HUT RI 17 Agustus. (Tangkapan layar Instragram)
Surabaya -

Bendera One Piece marak akan dikibarkan jelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Fenomena itu memicu kontroversi di tengah masyarakat. Pengibaran bendera One Piece ini bahkan dinilai berpotensi memecah belah bangsa.

Akademisi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya M Febriyanto Firman Wijaya menyebut, fenomena tersebut bukan semata soal hiburan atau fandom pop culture. Melainkan sebagai bentuk ekspresi simbolik dari kekecewaan generasi muda terhadap pemerintah.

"Bendera One Piece, khususnya simbol bajak laut, bukan hanya sekadar tren anime. Ketika ia dikibarkan menjelang 17 Agustus, ini menunjukkan adanya distorsi makna simbolik. Anak muda tampaknya sedang melakukan bentuk protes diam melalui simbol global yang mereka maknai lebih relevan dibanding simbol kenegaraan yang dianggap kehilangan makna esensial," kata Riyan, Minggu (3/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Riyan mengatakan, berdasarkan teori simbolik pada sosiologi, bendera dan lambang negara ialah bentuk simbol kolektif yang menyatukan masyarakat.

ADVERTISEMENT

"Ketika simbol-simbol tersebut tergantikan oleh simbol fiksi dari budaya populer, maka itu menjadi tanda adanya pergeseran makna kolektif bahkan bisa menjadi gejala alienasi identitas nasional," ujarnya.

Ia menjelaskan, kegandrungan pda simbol seperti bendera bajak laut One Piece tidak semata karena efek globalisasi atau pengaruh media Jepang. Melainkan rasa kecewa dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang dirasakan sebagian anak muda.

"Anak muda hari ini kritis, melek informasi, tetapi mereka tidak merasa didengar. Dalam situasi seperti itu, mereka mencari simbol baru yang mewakili semangat kebebasan, pemberontakan, dan solidaritas nilai-nilai yang ironisnya justru mereka temukan dalam tokoh bajak laut fiktif seperti Luffy, bukan dalam simbol-simbol kenegaraan," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak hanya bereaksi dengan pelarangan atau kecaman terhadap simbol asing. Tetapi justru merenungi simbol nasional mulai kehilangan daya tarik di kalangan kawula muda.

"Yang perlu diperbaiki bukan sekadar siapa mengibarkan apa, tetapi bagaimana kita memperkuat kembali rasa kepemilikan anak muda terhadap bangsanya. Jika bendera nasional hanya jadi formalitas tanpa makna, maka anak muda akan memilih simbol yang lebih autentik secara emosional," tegasnya..

"Fenomena ini menunjukkan pentingnya dialog terbuka antara negara dan warganya, khususnya generasi muda, agar simbol-simbol nasional tetap hidup dan bermakna, bukan sekadar menjadi rutinitas tahunan tanpa daya gugah," pungkasnya.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads