Khutbah Jumat 1 Agustus 2025 Tema Bulan Safar dan Kemerdekaan

Khutbah Jumat 1 Agustus 2025 Tema Bulan Safar dan Kemerdekaan

Mira Rachmalia - detikJatim
Kamis, 31 Jul 2025 19:45 WIB
Ilustrasi khutbah atau ceramah
Ilustrasi Khutbah Jumat. Simak Contoh khutbah 1 Agustus 2025 Foto: Freepik/storyset
Surabaya -

Hari Jumat selalu menjadi hari istimewa bagi umat Islam. Selain sebagai momen menunaikan ibadah Salat Jumat berjamaah, hari ini juga dimuliakan melalui penyampaian khotbah yang sarat dengan pesan keagamaan dan nasihat kehidupan.

Setiap pekan, tema khotbah Jumat terus diperbarui mengikuti dinamika sosial, kebutuhan rohani, serta kondisi aktual umat. Memasuki awal bulan Agustus 2025, banyak jemaah dan khatib mulai mencari referensi khotbah Jumat yang relevan, menyentuh hati, dan sesuai konteks.

Hari Jumat 1 Agustus 2025 bertepatan dengan 7 Safar 1447H dalam kalender Hijriah. Momen ini dapat dimaknai ganda sebagai bagian dari bulan Safar yang penuh hikmah, sekaligus awal bulan kemerdekaan Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, khotbah Jumat bisa diarahkan pada dua pendekatan utama, yakni mengingatkan umat akan pentingnya memperbaiki amal dan menjauhi prasangka buruk terhadap bulan ini, serta mengajak jemaah mensyukuri nikmat kemerdekaan dengan meningkatkan ketakwaan dan menjaga persatuan bangsa.

detikJatim merangkum beberapa pilihan tema khotbah Jumat yang dapat disampaikan pada Jumat 1 Agustus 2025. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bekal dakwah yang menyentuh jiwa.

ADVERTISEMENT

Ide khotbah 1 Agustus 2025

Khotbah dapat memuat pesan sosial, seperti pentingnya menjaga persatuan umat dan membangun karakter Islami dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut contoh khotbah Jumat 1 Agustus 2025 yang dapat menjadi pilihan para khatib.

Khotbah 1: Cinta Tanah Air

الحَمْدُ للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ.

أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Jemaah kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah,

Pada awal bulan Agustus ini, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa. Keimanan dapat menjadi bekal untuk meraih ridha dan cinta-Nya.

Sholawat dan salam selalu kita curahkan kepada baginda Nabi Agung, Nabi Muhammad saw. Yang telah membimbing umat dalam memeluk agama Islam.

Hadirin Jemaah Jumat rahimakumullah...

Memasuki bulan Agustus, masyarakat di penjuru Indonesia telah mempersiapkan semarak HUT RI ke-80. Perayaan tersebut bagian dari cinta tanah air dan menumbuhkan rasa patriotisme.

Dalam Islam, konsep cinta tanah air telah dihayati oleh para pemeluknya. Adagium yang masyhur dalam konsep cinta tanah air termasuk bagian dari iman.

Adagium tersebut disampaikan oleh Syekh Muhammad Ali dalam kitab Dalilul Falihin halaman 37:

حُبُّ الوَطَنِ مِنَ الإِيْماَنِ

Artinya: Cinta tanah air bagian dari iman.

Mencintai tanah air Indonesia juga upaya untuk dapat beribadah sepanjang hayat dengan lebih mudah. Sebab, kondisi sosial politik ekonomi negara yang aman dan stabil, membuat umat Islam beribadah dengan nyaman, berbuat kebaikan dengan mudah dan dapat beristirahat dengan tenang.

Hadirin shalat Jumat yang berbahagia,

Cinta tanah air juga dicontohkan oleh Rasulullah saw semasa hidup. Hal ini termaktub dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari juz 3 halaman 23:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا»

Artinya: Ketika Rasulullah hendak datang dari bepergian, beliau mempercepat jalannya kendaraan yang ditunggangi setelah melihat dinding kota Madinah. Bahkan beliau sampai menggerak-gerakan binatang yang dikendarainya tersebut. Semua itu dilakukan sebagai bentuk kecintaan beliau terhadap tanah airnya. (HR Bukhari).

Berdasarkan hadis tersebut, Al-Hafidh Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam Fath al-Bari juz 3, hal.705 menafsirkan hal ini bisa menunjukan keutamaan Madinah dan dianjurkannya mencintai tanah air serta merindukannya.

Cinta tanah air juga termaktub dalam Surah An-Nisa' ayat 66:

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِم أَنِ اقْتُلُوْا أَنْفُسَكم أَوِ أخرُجُوا مِن دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوْه إِلَّا قليلٌ منهم

Artinya: Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): 'Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!' niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka... (QS. An-Nisa': 66).

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah......

Sebagai wujud cinta tanah air tersebut, marilah kita mengisi kemerdekaan ini dengan mengamalkan nilai-nilai luhur yang berdasar pada Pancasila, menjaga Bhineka Tunggal Ika, menjaga NKRI, dan menjaga Undang-undang 1945.

Sebagai warga negara yang baik, mari kita dedikasikan ilmu dan amal kita untuk kemajuan bangsa negara. Dedikasi tersebut tak terbatas ruang dan waktu. Seluruh profesi, jabatan, dan status bersatu padu untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan sejahtera.

Menutup khotbah pertama, khatib selalu mengajak diri sendiri maupun seluruh jemaah untuk selalu meningkatkan iman dan takwa, apalagi selama Safar yang bertepatan dengan bulan Agustus.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khotbah 2: Refleksi Waktu di Bulan Safar

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدىْ وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى خَاتَمِ اْلاَنْبِيَآءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ مُحَمَّدٍ وَّعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا. وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Hadirin jamaah jumat rahimakumullah,

Mengawali khotbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala, kapan pun dan dimana pun kita berada, serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Jamaah sholat jumat rahimakumullah,

Sekarang kita telah memasuki bulan Safar yang memiliki arti kosong. Disebut Safar karena dahulu pada bulan ini orang-orang Arab mengumpulkan makanan dari berbagai tempat, sehingga tempat itu kosong dari makanan. Adapula yang mengatakan, disebut Safar karena dahulu pada bulan ini kota Makkah menjadi kosong ditinggalkan bepergian oleh penduduknya.

Ada juga yang mengatakan, karena dahulu pada bulan ini orang Makkah memerangi suku-suku di sekitarnya dan mereka membiarkan orang-orang yang mereka temui dalam kondisi kosong tak punya harta.

Pada zaman jahiliah juga berkembang anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan sial atau dikenal dengan istilah tasya-um. Bulan yang tidak memiliki kehendak apa-apa ini diyakini mengandung keburukan-keburukan sehingga ada ketakutan bagi mereka untuk melakukan hal-hal tertentu.

Pikiran semacam ini juga masih menjalar di zaman sekarang. Sebagian orang menganggap bahwa hari-hari tertentu membawa hoki alias keberuntungan, sementara hari-hari lainnya mengandung sebaliknya.

Padahal, seperti bulan-bulan lainnya, bulan Safar netral dari kesialan atau ketentuan nasib buruk. Jika pun ada kejadian buruk di dalamnya, maka itu semata-mata karena faktor lain, bukan karena bulan Safar itu sendiri. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw, pernah bersabda:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَد

Artinya: Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah, safar, dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa" (HR Bukhari dan Muslim).

'Adwa adalah keyakinan tentang adanya wabah penyakit yang menular dengan sendirinya, tanpa sebuah proses sebelumnya dan tanpa seizin Allah. Thiyarah adalah keyakinan tentang nasib baik dan buruk setelah melihat burung.

Dalam masyarakat jahiliah ada mitos yang mengatakan, bila seorang keluar rumah dan menyaksikan burung terbang di sebelah kanannya, maka tanda nasib mujur bakal datang. Sementara bila melihat burung terbang di sebelah kirinya maka tanda kesialan akan tiba sehingga sebaiknya pulang.

Sedangkan hamah adalah semacam anggapan bahwa ketika terdapat burung hantu hinggap di atas rumah maka pertanda nasib sial akan tiba kepada pemilik rumah tersebut. Tak beda jauh dengan safar yang diyakini sebagai waktu khusus yang bisa mendatangkan malapetaka.

Jamaah sholat jumat rahimakumullah,

Islam tidak mengenal hari, bulan, atau tahun sial. Sebagaimana seluruh keberadaan di alam raya ini, waktu adalah makhluk Allah. Waktu tidak bisa berdiri sendiri. Ia berada dalam kekuasaan dan kendali penuh Rabb-nya. Setiap umat Islam wajib berkeyakinan bahwa pengaruh baik maupun buruk tidak ada tanpa seizin Allah swt.

Begitu juga dengan bulan Safar. Ia adalah bagian dari dua belas bulan dalam satu tahun hijriah. Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Qamariyah, terletak sesudah Muharram dan sebelum bulan Rabiul Awwal.

Ibnu Katsir ketika menafsirkan Surat at-Taubah ayat 36 yang membicarakan tentang bilangan bulan dalam satu tahun, menjelaskan bahwa nama safar terkait dengan aktivitas masyarakat Arab terdahulu. Safar berarti kosong, dinamakan demikian karena di bulan tersebut masyarakat kala itu berbondong-bondong keluar mengosongkan daerahnya, baik untuk berperang ataupun menjadi musafir.

Rasulullah sendiri menampik anggapan negatif masyarakat jahiliah tentang bulan Safar dengan sejumlah praktik positif. Habib Abu Bakar al-'Adni dalam Mandzumah Syarh al-Atsar fî Mâ Warada 'an Syahri Safar memaparkan bahwa beberapa peristiwa penting yang dialami Nabi terjadi pada bulan Safar, di antaranya pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah, menikahkah putrinya Sayyidah Fatimah az-Zahra dengan Ali bin Abi Thalib, hingga mulai berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Artinya, Rasulullah membantah keyakinan masyarakat jahiliah bukan hanya dengan argumentasi tapi juga pembuktian bagi diri beliau sendiri. Dengan melaksanakan hal-hal sakral dan penting di bulan Safar, Nabi seolah berpesan bahwa bulan Safar tidak berbeda dari bulan-bulan lainnya

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Manusia diperintahkan untuk senantiasa melakukan proses-proses dan tahapan-tahapan yang wajar. Islam adalah agama yang sangat menghargai fungsi akal sehat. Karena itu, setiap pekerjaan amat dianjurkan melalui satu perencanaan yang matang dan ikhtiar yang maksimal. Selebihnya adalah doa dan kepasrahan total kepada Allah.

Sial atau beruntung merupakan kelanjutan dari proses dan tahap tersebut, bukan pada mitos-mitos khayal yang tidak masuk akal. Untuk terbebas dari penyakit, manusia diperintahkan untuk hidup bersih dan menghindari pengidap penyakit menular.

Agar selamat dari bangkrut, pedagang disarankan untuk membuat perhitungan yang teliti dan hati-hati. Agar lulus ujian, pelajar mesti melewati belajar secara serius. Dan seterusnya.

Menolak adanya 'bulan sial' dan 'bulan beruntung' akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang wajar. Tidak malas ikhtiar karena merasa hari-harinya pasti diliputi keberuntungan. Juga tidak dicekam kecemasan karena dihantui hari-hari penuh sial.

Sebagai hamba, manusia didorong untuk berencana, berjuang, dan berdoa; sementara ketentuan hasil dipasrahkan kepada Allah. Dengan demikian, saat menuai hasil, kita tetap bersyukur; dan tatkala mengalami kegagalan, kita tidak lantas putus asa.

Kemudaratan dan kesialan dapat menimpa kita kapan saja, tidak mesti pada bulan-bulan tertentu. Dari sinilah kita diharapkan untuk selalu menjaga diri, melakukan usaha-usaha pencegahan, termasuk dengan doa memohon perlindungan kepada Allah setiap hari. Doa yang bisa dibaca adalah:

بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Artinya: Dengan menyebut nama Allah yang bersama nama-Nya tidak akan ada sesuatu di bumi dan di langit yang sanggup mendatangkan mudarat. Dialah Maha-mendengar lagi Maha-mengetahui.

Barangsiapa yang membaca doa tersebut pagi dan sore, maka ia tidak akan menerima akibat buruk dari malapetaka. Keterangan tentang doa ini bisa ditemukan dalam hadits riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah.

Jamaah sholat jumat rahimakumullah,

Keberuntungan sejati adalah ketika seorang hamba mengisi waktunya, kapan saja itu, untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, kerugian terjadi adalah saat seseorang menyia-nyiakan waktunya, termasuk ketika di bulan-bulan mulia sekalipun.

Tidak ada bulan sial atau tidak, yang ada adalah apakah perbuatan kita membawa maslahat atau tidak, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Inilah momentum baik untuk lebih menghargai waktu, dengan membangun optimisme dan gairah menghamba kepada Allah setulus-tulusnya.

Syekh Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma'arif fima li Mawasim al-'Am min al-Wadhaif, berpesan melalui syair:

كَمْ ذَا التَّمَادِي فَهَا قَدْ جَاءَنَا صَفَرُ ... شَهْرٌ بِهِ الْفَوْزُ وَالتَّوْفِيْقُ وَالظَّفَرُ

Artinya: Betapa banyak orang yang memiliki tuntutan, maka ini telah datang bulan Safar kepada kita. Bulan yang disertai dengan kemenangan, taufik, dan keberhasilan".

فَابْدَأْ بِمَا شِئْتَ مِنْ فِعْلٍ تَسُرُّ بِهِ ... يَوْمَ الْمَعَادِ فَفِيْهِ الْخَيْرُ يَنْتَظِرُ

Artinya: Maka mulailah berbuat sesuatu yang akan membuatmu senang di hari kembali (hari kiamat), maka disana engkau akan melihat kebaikan".

تُوْبُوا إِلَى اللهِ فِيْهِ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ ... مِنْ قَبْلُ يَبْلُغُ فِيْكُمْ حَدُّهُ الْعُمْرُ

Artinya: Bertaubatlah kepada Allah di bulan Safar dari dosa-dosa, sebelum batas akhir usia menghampiri pada kalian".

Semoga kita semua menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa dianugerahi kekuatan untuk menghormati waktu-waktu yang Allah anugerahkan kepada kita untuk perbuatan dan pikiran yang berfaedah, membawa maslahat, baik di dunia maupun di akhirat. Aamiin.

سْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3). بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ بِاْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Khotbah 3: Meraih Tiga Utama Pintu Surga

اَلْحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ .وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Jamaah jumat hafidzakumullah,

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.

Siapakah yang tidak menginginkan surga? Orang-orang beragama tentu menginginkannya karena mendapatkan surga berarti mendapat tempat terbaik nan abadi di alam baka. Namun surga memiliki pintu-pintu yang hanya dapat dibuka dan dilalui oleh mereka yang memiliki kunci-kuncinya. Berdasarkan beberapa matan hadis terdapat tiga kunci utama untuk membuka pintu-pintu surga sebagai berikut:

Pertama, bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Rasulullah SAW bersabda:

مِفْتَاحُ اْلجَنَّةِ شَهَادَةٌ أَنْ لَا إِلهَ إلَّا الله

Artinya: Kunci surga adalah bersaksi Tiada Tuhan Selain Allah". (HR. Ahmad)

Dr. Muhammad Taqiyuddin al-Hilali as-Subki dalam kitabnya berjudul Hukmu Tarikis Sholati 'Amadan Hatta Yakhruja Waktuha (1982:15) memberikan penjelasan terkait dengan hadis di atas sebagai berikut:

فَاِنَّ الشَّهَادَةَ أَصْلُ اْلمِفْتَاحِ

Artinya: Sesungguhnya bersaksi (bahwa tiada Tuhan selain Allah) merupakan fondasi kunci".

Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah menjadi dasar pertama apakah seseorang akan dapat masuk surga atau tidak. Tanpa amal batiniah yang disebut tauhid ini semua amal kebaikan manusia tidak ada artinya dalam kaitannya dengan keselamatan di akhirat. Ia tidak akan masuk surga karena surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bersaksi dengan sepenuh keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan satu-satunya. Jadi iman tauhid merupakan fondasi dari semua amal manusia.

Sedemikian penting syahadat atau kesaksian seperti itu hingga Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنْ لَا إِلهَ إلَّا الله دَخَلَ اْلجَنَّةَ

Artinya: Barang siapa mati sedang ia percaya Tiada Tuhan selain Allah, maka masuklah ia ke dalam surga" (HR. Muslim).

Memang sedemikian penting syahadat tauhid tersebut dalam kaitannya dengan surga. Kita dianjurkan untuk memperbanyak dzikir dengan mengucapkan kalimat tersebut agar kita memiliki pondasi kunci utama surga. Beberapa hadis juga menunjukkan barang siapa di akhir hayat mengucapkan kalimat tersebut dengan meyakini sepenuhnya bahwa tiada Tuhan selain Allah, maka itu pertanda bahwa ia akan menempati surga dalam hidupnya di akhirat kelak.

Jamaah jumat rahimakumullah,

Kedua, menegakkan sholat. Rasulullah SAW bersabda:

مِفْتَاحُ اْلجَنَّةِ اَلصّلَاةُ

Artinya: Kunci surga adalah menegakkan sholat". (Dari Jabir bin Abdillah RA)

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنْ لَا إِلهَ إلَّا الله دَخَلَ اْلجَنَّةَ

Artinya: Barang siapa mati sedang ia percaya Tiada Tuhan selain Allah, maka masuklah ia ke dalam surga" (HR. Muslim).

Memang sedemikian penting syahadat tauhid tersebut dalam kaitannya dengan surga. Kita dianjurkan untuk memperbanyak dzikir dengan mengucapkan kalimat tersebut agar kita memiliki pondasi kunci utama surga. Beberapa hadis juga menunjukkan barang siapa di akhir hayat mengucapkan kalimat tersebut dengan meyakini sepenuhnya bahwa tiada Tuhan selain Allah, maka itu pertanda bahwa ia akan menempati surga dalam hidupnya di akhirat kelak.

Jamaah jumat rahimakumullah,

Kedua, menegakkan sholat. Rasulullah SAW bersabda:

مِفْتَاحُ اْلجَنَّةِ اَلصّلَاةُ

Artinya: Kunci surga adalah menegakkan sholat". (Dari Jabir bin Abdillah RA)

Sholat adalah kunci utama kedua setelah syahadat. Ia merupakan amal lahiriah sekaligus merupakan perwujudan iman kepada Allah SAW. Dr. Muhammad Taqiyuddin al-Hilali as-Subki selanjutnya memberikan penjelasan tentang hubungan sholat dengan syahadat sebagai berikut:

وَالصَّلَاةُ وَبَقِيَّةُ اْلاَرْكَانِ اَسْنَانُهُ الَّتِيْ لاَ يَحْصُلُ اْلفَتْحُ اِلَّا بِهَا

Artinya: Sholat dan masing-masing rukunnya merupakan gigi-gigi kunci yang memungkinkan terbukanya (pintu surga)".

Rasulullah SAW juga menjelaskan dalam sebuah hadisnya tentang pentingnya sholat dalam hubungannya dengan keselamatan seseorang di hari Kiamat karena sholat adalah amal jasmaniah pertama yang akan dihisab sebagai berikut:

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ عَلَيْهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ اَلصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ سَائِرُ عَمَلِهِ وَإنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ

Artinya: Amal pertama kali seorang hamba akan dihisab di hari Kiamat adalah sholat. Apabila sholatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya. Dan jika sholatnya buruk, rusaklah semua amalnya" (HR. at-Thabrani).

Jawaban terhadap pertanyaan pertama terdapat dalam bacaan takbir (الله اكبر), jawaban kedua ada dalam perintah sholat bahwa sholat merupakan kewajiban dalam agama yang diridhai Allah (الاسلام), jawaban ketiga ada dalam bacaan shalawat ketika duduk (اللهم صل على محمد), jawaban keempat terkait dengan nama kitab yang memuat bacaan-bacaan surat dalam sholat (القران), jawaban kelima terkait dengan arah sholat (الكعبة), jawaban keenam terkait dengan para jamaah sholat terutama di masjid (المسلمون والمسلمات).

Jamaah jumat rahimakumullah,

Ketiga, mencintai fakir miskin. Rasulullah SAW bersabda:

وَمِفْتَاحُ اْلجَنَّةِ حُبُّ اْلمَسَاكِيْنِ وَاْلفُقَرَاءِ

Artinya: Dan kunci surga adalah mencintai fakir-miskin". (Dari Ibnu Umar ra)

Mencintai fakir miskin merupakan kunci surga yang mewakili ibadah sosial dalam ranah akhlak. Al-Qur'an menyebut orang-orang yang tidak peduli terhadap anak yatim dan fakir-miskin sebagai para pendusta agama. Ayat-ayat itu berbunyi:

رَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (١) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (٢) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin". (QS. Al-Ma'un: 1-3)

Dalam surat lain, Allah melarang berbuat aniaya terhadap anak-anak yatim dan fakir miskin sebagai berikut:

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ (٩) وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ (١٠)

Artinya: Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya" (QS. Ad-Duha: 9-10).

وَمِفْتَاحُ اْلجَنَّةِ حُبُّ اْلمَسَاكِيْنِ وَاْلفُقَرَاءِ

Artinya: Dan kunci surga adalah mencintai fakir-miskin". (Dari Ibnu Umar ra)

Mencintai fakir miskin merupakan kunci surga yang mewakili ibadah sosial dalam ranah akhlak. Al-Qur'an menyebut orang-orang yang tidak peduli terhadap anak yatim dan fakir-miskin sebagai para pendusta agama. Ayat-ayat itu berbunyi:

رَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (١) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (٢) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin". (QS. Al-Ma'un: 1-3)

Dalam surat lain, Allah melarang berbuat aniaya terhadap anak-anak yatim dan fakir miskin sebagai berikut:

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ (٩) وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ (١٠)

Artinya: Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya" (QS. Ad-Duha: 9-10).

Mencintai fakir-miskin (termasuk anak-anak yatim) merupakan akhlak terpuji. Rasulullah SAW melaksanakan hal ini secara nyata. Disebutkan dalam kitab Maulid Al-Barzanji, karya Syaikh Ja'far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji, halaman 123, sebagai berikut:

وَيُحِبُّ الفُقَرَاءَ وَالمَسَاكِيْنَ وَيَجْلِسُ مَعَهُمْ وَيَعُوْدُ مَرْضَاهُمْ وَيُشَيِّعُ جَنَائِزَهُمْ وَلَا يَحْقِرُ فَقِيْرًا

Artinya: Rasulullah mencintai fakir miskin, duduk bersama mereka, membesuk mereka yang sedang sakit, mengiring jenazah mereka, dan tidak pernah menghina orang fakir (miskin)".

Jadi memang untuk dapat masuk surga seseorang tidak cukup hanya memiliki kesalihan personal dengan melaksanakan ibadah-ibadah personal seperti sholat, puasa dan haji, tetapi ia juga harus memiliki kesalihan sosial seperti mengeluarkan zakat dan sedekah kepada fakir-miskin. Ia juga harus memiliki akhlak yang baik terhadap mereka sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan di atas.

Jamaah jumat hafidzakumullah,

Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga kunci utama untuk dapat membuka pintu surga dan masuk ke dalamnya. Pertama adalah dalam ranah aqidah yakni bertauhid dengan bersaksi Tiada Tuhan selain Allah. Kedua adalah dalam ranah syariat yakni menegakkan sholat. Ketiga adalah dalam ranah akhlak yakni kesalehan sosial dengan mencintai fakir-miskin.

Dalam istilah lain secara berturut-turut ketiganya disebut Iman, Islam dan Ihsan. Mudah-mudahan kita semua termasuk orang-orang yang berhasil memiliki ketiga kunci utama tersebut. Aamin, aamin, ya rabbal 'alamin.

Semoga contoh khotbah Jumat 1 Agustus 2025 ini dapat menjadi referensi bermanfaat bagi para khatib dan jamaah.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads