Ini Dampak Sound Horeg untuk Kesehatan Menurut Penjelasan Pakar

Ini Dampak Sound Horeg untuk Kesehatan Menurut Penjelasan Pakar

Esti Widiyana - detikJatim
Rabu, 16 Jul 2025 11:30 WIB
Sound horeg di Malang
Sound horeg. (Foto: Dok. Istimewa)
Surabaya -

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur resmi mengeluarkan fatwa haram mengenai sound horeg, karena dianggap mengganggu ketertiban masyarakat. Dari sisi kesehatan, juga memiliki dampak.

Kebisingan ekstrem dari sound horeg dapat membahayakan kesehatan pendengaran. Bahkan, bagian dalam telinga dapat mengalami kerusakan permanen.

Pakar Kesehatan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, dr Gina Noor Djalilah SpAMM mengingatkan tingkat suara yang dihasilkan sound horeg mencapai 120-135 desibel (dB). Artinya jauh melebihi ambang batas aman bagi telinga manusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan tingkat kebisingan tidak lebih dari 70 dB. Sementara paparan di atas 85 dB sudah berisiko merusak jika terpapar dalam waktu lama. Suara sound horeg jauh melampaui batas itu," kata dr Gina, Rabu (16/7/2025).

Menurutnya, paparan suara keras seperti sound horeg dapat menyebabkan kerusakan permanen pada sel rambut halus di koklea. Atau bagian dalam telinga yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi sinyal listrik ke otak.

ADVERTISEMENT

"Kerusakan ini bersifat irreversibel karena sel-sel tersebut tidak dapat tumbuh kembali. Awalnya mungkin hanya terasa sulit mendengar percakapan di tengah keramaian. Namun jika terus terpapar, bisa berujung pada ketulian," jelasnya.

Selain kehilangan pendengaran, dampak kesehatan lainnya dari sound horeg ialah tinnitus, yakni dengingan terus-menerus di telinga, hiperakusis (sensitivitas berlebih terhadap suara), hingga risiko pecahnya gendang telinga. Bahkan, sistem keseimbangan tubuh yang dikendalikan oleh telinga dapat terganggu, dan menimbulkan rasa pusing atau vertigo.

Selain dampak langsung pada pendengaran, kebisingan ekstrem juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan umum. Seperti stres, kecemasan, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, hingga risiko penyakit jantung.

"Paparan bising kronis bisa memicu lonjakan hormon stres, dan dalam jangka panjang berdampak ke kondisi fisik maupun mental," ujarnya.

Kondisi ini juga berdampak pada penurunan konsentrasi dan produktivitas, terutama anak-anak dan remaja. Bahkan tak sedikit mengeluh sakit kepala atau kesulitan berkomunikasi akibat lingkungan yang terlalu bising.

dr Gina mengimbau masyarakat untuk lebih waspada akan paparan suara keras. Bisa dicegah dengan menghindari posisi dekat speaker, menggunakan pelindung telinga, serta memberi waktu istirahat bagi telinga setelah terpapar kebisingan.

"Jika muncul gejala seperti telinga berdenging, nyeri, atau penurunan kemampuan mendengar setelah terpapar suara keras, sebaiknya segera periksa ke dokter THT. Jangan tunggu sampai terlambat," pungkasnya.




(dpe/abq)


Hide Ads