Pemkot Surabaya mewajibkan penerapan Bahasa Jawa untuk semua SD dan SMP di Surabaya setiap hari Kamis. Akademisi menyoroti sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam kebijakan ini.
Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Puji Karyanto menilai bahwa kebijakan ini langkah rekayasa budaya yang positif. Namun menurutnya penggunaan Bahasa Jawa di sekolah juga perlu ditunjang pembelajaran Budaya Jawa lainnya, seperti kesenian dan sastra Jawa.
"Belajar tembang macapat misalnya, akan menumbuhkan kegembiraan sekaligus mengenalkan sastra Jawa yang puitis dan berbeda dengan bahasa keseharian," ujar Puji, Kamis (10/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Puji juga mengingatkan bahwa Bahasa Jawa juga sarat dengan nilai rasa dan unggah-ungguh bagi penuturnya.
"Bahasa Jawa itu penuh perasaan. Misalnya kata 'jatuh' dalam bahasa Indonesia hanya satu, sedangkan dalam bahasa Jawa ada jelungup, kejengkang, dan sebagainya," ungkapnya.
Maka dia pun berharap bahwa kebijakan penggunaan Bahasa Jawa tiap hari Kamis di sekolah Surabaya bisa dijalankan secara konsisten dan didukung semua pihak. Apalagi dia menilai ada tantangan dalam pelaksanaan kebijakan ini, terutama di sekolah berlatar belakang bahasa ibu siswa yang beragam.
Puji mengungkapkan program ini tidak hanya melibatkan guru bahasa Jawa saja, melainkan juga guru-guru dari bidang pelajaran lainnya.
"Kalau semua pemangku kepentingan aware, maka kendala seperti perbedaan dialek Jawa Surabaya dengan Jawa Mataraman bisa diatasi bersama," bebernya.
Selain itu, harus ada evaluasi untuk menilai tolak ukur keberhasilan dari kebijakan ini agar berjalan sesuai harapan, terutama untuk menjaga eksistensi budaya Jawa.
"Perlu inovasi-inovasi agar sosialisasi bahasa Jawa ke generasi Z tidak hanya sebatas pedagogi. Tetapi juga dalam percakapan sehari-hari," pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Surabaya, Yusuf Masruh menjelaskan bahwa Bahasa Jawa diterapkan sebagai materi muatan lokal di sekolah, sebagai diatur di dalam Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 17 Tahun 2025.
Aturan itu kemudian dikemas lewat program 'Kamis Mlipis' untuk merevitalisasi Bahasa Jawa.
"Ini adalah langkah konkret untuk membiasakan siswa dan seluruh warga sekolah berkomunikasi dalam Bahasa Jawa, sehingga tidak hanya teori tapi juga praktik," kata Yusuf, Jumat (4/7/2025).
Yusuf menyebut bahwa Dinas Pendidikan Surabaya pun telah berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam program tersebut. Termasuk Balai Bahasa Jawa Timur yang sudah melakukan audiensi khusus dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa.
"Pengajaran akan disesuaikan dengan Bahasa Jawa khas Surabaya. Misalnya, dalam mendongeng, siswa bisa menggunakan cerita daerah dengan logat khas Surabaya seperti kata 'rek' atau 'koen', menunjukkan fleksibilitas dalam penerapan," jelasnya.
(dpe/hil)