10 Cerpen Tentang MPLS, Ide Menulis di Awal Masuk Sekolah

10 Cerpen Tentang MPLS, Ide Menulis di Awal Masuk Sekolah

Katherine Yovita - detikJatim
Minggu, 13 Jul 2025 21:30 WIB
Ilustrasi MPLS tahun ajaran baru 2024/2025.
Ilustrasi MPLS 2025. Foto: Tangkapan layar panduan Kemdikbud
Surabaya -

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) selalu meninggalkan banyak kenangan berkesan bagi siswa-siswi baru. Untuk mengabadikan momen istimewa tersebut, guru atau kakak OSIS biasanya memberikan tugas menulis cerpen pengalaman pribadi selama MPLS.

Mulai dari pertemuan pertama dengan teman-teman baru, keseruan kegiatan kelompok, hingga kesan terhadap guru dan kakak pendamping, semuanya bisa menjadi inspirasi cerita yang menarik dan penuh makna.

10 Contoh Tugas Cerpen Pengalaman MPLS

Berikut ini adalah 10 contoh cerpen bertema pengalaman Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang bisa dijadikan referensi oleh detikers yang sedang mendapat tugas membuat karya tulis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerpen-cerpen ini menggambarkan beragam kisah seru dan berkesan selama menjalani MPLS, mulai dari rasa gugup di hari pertama hingga momen hangat bersama teman dan kakak pendamping.

1. Sahabat di Tengah Keramaian

Sinar matahari pagi menyinari SMA Merdeka, membuat gedung sekolah tampak lebih megah dan mengundang. Hari pertama MPLS telah tiba, aku merasakan campuran antara kegembiraan dan kecemasan. Ini adalah pengalaman pertama masuk ke sekolah menengah atas (SMA), dan aku tidak tahu siapa pun di sini.

ADVERTISEMENT

Setelah upacara pembukaan yang meriah, kami dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Aku masuk ke kelompok C bersama dengan tujuh siswa lainnya. Kak Dina, seorang siswa kelas tiga yang penuh semangat, menjadi pembimbing kami.

"Selamat datang di SMA Merdeka! Saya harap kalian siap untuk bertemu teman baru dan belajar banyak hal menarik," kata Kak Dina dengan senyum lebar.

Kami mulai dengan perkenalan sederhana. Aku bertemu dengan Rina, gadis berambut panjang dan senyum manis. Kami berbicara dan menyadari bahwa kami memiliki banyak kesamaan. Mulai dari hobi membaca hingga menyukai musik klasik. Perkenalan yang canggung berubah menjadi percakapan hangat yang membuat kami lupa waktu.

Hari-hari MPLS diisi dengan berbagai kegiatan yang mendekatkan kami sebagai kelompok. Kami melakukan tur sekolah, belajar tentang sejarah sekolah, dan berpartisipasi dalam permainan tim yang seru.

Pada hari kedua, ada sesi presentasi ekstrakurikuler. Aku tertarik dengan klub teater dan memutuskan mendaftar, sedangkan Rina memilih klub jurnalistik. Suatu hari, kami harus melakukan tugas kelompok yang menantang, yaitu membuat peta sekolah dengan detail yang akurat.

Meskipun awalnya tampak mudah, tugas ini ternyata membutuhkan kerja sama yang solid. Kami membagi tugas, Rina dan aku bertanggung jawab untuk menggambar dan mendesain, sementara yang lain mengumpulkan informasi dan melakukan pengukuran.

Selama pengerjaan tugas, aku dan Rina sering menghabiskan waktu bersama, baik di sekolah maupun rumah. Kami saling mengunjungi, mengerjakan proyek, dan bercanda. Tugas peta sekolah selesai dengan hasil memuaskan, dan kelompok kami mendapatkan pujian dari kakak pembina. Kemenangan ini membuat kami merasa bangga dan semakin dekat.

Pada hari terakhir MPLS, ada acara pentas seni yang menampilkan berbagai bakat siswa baru. Aku dan Rina memutuskan berkolaborasi dalam penampilan musik. Aku bermain piano, sementara Rina menyanyi.

Kami menampilkan lagu "Imagine" dari John Lennon, dan penampilan kami mendapat tepuk tangan meriah. Momen itu begitu mengharukan dan menjadi kenangan indah yang akan selalu kuingat.

MPLS di SMA Merdeka tidak hanya memperkenalkanku pada lingkungan sekolah yang baru, tetapi juga memberiku sahabat sejati. Persahabatan dengan Rina adalah hadiah terbaik yang kudapatkan dari pengalaman ini. Kami berjanji untuk terus mendukung satu sama lain sepanjang perjalanan sekolah menengah atas ini.

2. Mengenal Dunia Baru

Hari pertama MPLS di SMA Cendekia Abadi, aku merasa seperti anak kecil yang masuk ke dunia yang sama sekali baru. Sekolah ini jauh lebih besar daripada SMP-ku dulu, dan ada begitu banyak wajah baru. Aku merasa sedikit cemas, tetapi juga bersemangat memulai petualangan baru ini.

Setelah upacara pembukaan, kami dibagi ke dalam kelompok kecil. Aku masuk ke kelompok G, dipimpin Kak Nia, seorang siswi kelas tiga yang penuh semangat.

"Selamat datang di SMA Cendekia Abadi! Saya harap kalian siap untuk belajar banyak hal baru dan bertemu teman-teman baru," kata Kak Nia dengan senyum lebar.

Hari pertama diisi dengan tur sekolah. Kami mengunjungi ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, dan berbagai fasilitas lainnya. Kak Nia menjelaskan dengan rinci setiap tempat yang kami kunjungi.

"Ini adalah ruang laboratorium biologi. Kalian akan melakukan banyak praktikum di sini, jadi pastikan untuk selalu menjaga kebersihan dan kerapihan," ujarnya.

Hari kedua MPLS, kami mengikuti berbagai permainan dan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kekompakan tim. Salah satu permainan yang paling berkesan adalah Jembatan Tali. Kami harus bekerja sama melewati jembatan tali yang cukup tinggi. Meskipun awalnya takut, aku merasa lebih percaya diri karena dukungan teman-teman.

Salah satu teman sekelompokku, Andi, menunjukkan keberanian dan keahlian yang luar biasa dalam permainan tersebut. Dia selalu siap membantu teman-teman yang kesulitan dan memberikan semangat. Aku sangat terkesan dengan sikapnya.

Setelah permainan selesai, kami berbicara dan aku mengetahui bahwa Andi adalah anggota pramuka yang aktif sejak SMP. Dari obrolan kami, aku belajar banyak tentang pentingnya keberanian dan kerja sama.

Hari ketiga MPLS, kami mengikuti sesi motivasi yang dibawakan alumni sekolah. Salah satu pembicara adalah Kak Rani, yang sekarang bekerja sebagai dokter. Ia berbagi cerita tentang perjuangannya selama di SMA dan bagaimana ia meraih mimpinya.

"Tidak ada yang tidak mungkin jika kalian mau berusaha dan berdoa. SMA ini adalah tempat kalian memulai perjalanan menuju cita-cita," katanya.

Mendengar cerita Kak Rani, aku merasa sangat termotivasi. Aku menyadari SMA ini bukan hanya tempat belajar, tetapi juga tempat untuk mengejar mimpi dan membentuk masa depan. Aku bertekad belajar dengan giat dan memanfaatkan semua peluang yang ada.

Hari terakhir MPLS, ada acara pentas seni dan pameran karya siswa. Setiap kelompok menampilkan bakat dan kreativitas. Kelompokku menampilkan drama singkat tentang persahabatan dan kerja sama. Meskipun sederhana, penampilan kami mendapat tepuk tangan meriah. Aku merasa bangga dan puas dengan apa yang telah kami capai sebagai tim.

MPLS di SMA Cendekia Abadi adalah pengalaman yang membuka mataku pada dunia baru yang penuh dengan peluang dan tantangan. Aku belajar tentang pentingnya kerja sama, keberanian, dan tekad.

Pengalaman ini memberikan keyakinan dan semangat untuk menjalani tahun-tahun sekolah menengah atas dengan antusiasme dan optimisme. Aku siap menghadapi segala tantangan dan meraih mimpi-mimpiku di sekolah ini.

3. Perjalanan Penuh Tantangan

Hari pertama MPLS di SMA Bintang Kejora terasa seperti memasuki dunia yang sama sekali baru. Aku seorang siswa yang biasanya pendiam, merasa cemas dengan apa yang akan terjadi. Namun, aku tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk memulai lembaran baru dalam hidupku.

Setelah upacara pembukaan, kami dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Aku masuk ke kelompok E, yang dipimpin Kak Arif, seorang siswa kelas tiga yang dikenal tegas namun adil.

"MPLS adalah waktu untuk mengenal sekolah dan satu sama lain. Mari kita berusaha menjadi tim yang solid," katanya dengan nada penuh semangat.

Hari pertama diisi dengan pengenalan lingkungan sekolah. Kami berkeliling sekolah, mengunjungi ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, dan aula. Di setiap tempat, Kak Arif memberikan penjelasan yang rinci.

Ketika tiba di lapangan olahraga, ia berkata, "Di sini kalian akan menghabiskan banyak waktu, baik untuk olahraga maupun kegiatan ekstrakurikuler. Jangan lupa untuk menjaga kebersihan dan ketertiban."

Hari kedua MPLS, kami diberikan tugas untuk membuat video profil kelompok. Tugas ini membutuhkan kreativitas dan kerja sama tim. Aku ditunjuk sebagai editor video karena aku memiliki sedikit pengalaman dalam bidang tersebut. Awalnya, aku merasa ragu, tapi dukungan dari teman-teman kelompok membuatku lebih percaya diri.

Proses pembuatan video tidaklah mudah. Kami harus menentukan konsep, mengambil gambar, dan menyuntingnya. Ada banyak momen ketika kami merasa frustasi karena ada bagian yang tidak sesuai harapan. Namun, Kak Arif selalu memberikan motivasi dan saran yang berguna.

"Jangan menyerah, Dito. Setiap kesulitan adalah pelajaran," katanya.

Setelah bekerja keras selama beberapa hari, video kami akhirnya selesai. Kami menampilkan video tersebut di depan seluruh peserta MPLS dan mendapat sambutan hangat. Meskipun tidak sempurna, video itu mencerminkan kerja keras dan kekompakan kami sebagai tim. Aku merasa bangga dan belajar banyak tentang kerja sama dan ketekunan.

Pada hari terakhir MPLS, kami mengadakan sesi refleksi. Kak Arif meminta kami untuk berbagi pengalaman dan pelajaran yang kami dapat selama MPLS.

Ketika giliranku tiba, aku berkata, "MPLS ini mengajarkanku untuk keluar dari zona nyaman dan berani mengambil tantangan. Saya sangat berterima kasih kepada teman-teman kelompok dan Kak Arif yang selalu mendukung."

MPLS di SMA Bintang Kejora bukan hanya sekadar pengenalan sekolah, tetapi juga perjalanan penuh tantangan yang membentuk kepribadianku. Aku belajar bahwa kerja keras dan dukungan orang-orang sekitar membantuku menghadapi segala rintangan. Pengalaman ini memberikan keberanian dan keyakinan untuk menjalani sekolah dengan semangat.

4. Langkah Awal yang Menentukan

Suara bel sekolah berdentang nyaring saat aku memasuki gerbang SMA Pelita Bangsa. Jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya. Ini hari pertamaku mengikuti MPLS, dan aku belum mengenal siapa pun. Perasaan gugup bercampur harap, seolah aku berdiri di persimpangan jalan kehidupan remaja.

Kami dibagi ke dalam kelompok, dan aku ditempatkan di kelompok B bersama Kak Yuni, pembimbing yang ramah dan penuh semangat. "Ayo kita nikmati hari ini dan jangan takut mencoba hal baru," katanya sambil tersenyum. Kata-katanya terasa menenangkan.

Hari pertama kami diisi dengan tur sekolah. Kak Yuni memperkenalkan ruang-ruang penting seperti perpustakaan, laboratorium, dan aula. Aku diam-diam kagum dengan fasilitas sekolah yang lengkap. Di sela-sela tur, aku mulai berkenalan dengan beberapa teman sekelompok, termasuk Arya, siswa periang yang membuat suasana jadi lebih santai.

Keesokan harinya, ada sesi latihan kepemimpinan. Kami diminta menyusun strategi permainan kelompok. Awalnya aku ragu untuk berpendapat, tapi saat satu ideku diterima dan berhasil membuat kelompok kami menang, aku merasa dihargai. Itu momen penting yang menumbuhkan rasa percaya diriku.

Hari terakhir MPLS, semua kelompok menampilkan pertunjukan seni. Kelompokku menampilkan drama singkat tentang pentingnya persahabatan. Aku memainkan tokoh utama. Di luar dugaan, penampilanku mendapat pujian dari guru dan teman-teman. Aku belajar bahwa setiap orang punya potensi, asal berani mencoba.

MPLS menjadi langkah awal yang menentukan bagi perjalanan baruku di SMA. Aku mungkin datang dengan cemas, tapi aku pulang dengan semangat dan rasa percaya diri yang lebih kuat.

5. Dari Takut Jadi Hebat

Aku tidak pernah menyangka bahwa hari pertama MPLS di SMA Citra Nusantara akan membuatku merasa seperti berada di planet lain. Wajah-wajah asing, gedung yang megah, dan aktivitas yang belum pernah kulakukan sebelumnya membuatku merasa sangat kecil.

Namun semuanya mulai berubah saat aku bertemu Kak Bima, pembimbing kelompok kami. Ia menyambut kami dengan senyum dan berkata, "Tidak ada yang harus ditakuti di sini. Kita semua pernah jadi siswa baru." Kalimat sederhana itu membuatku tenang.

Kami melakukan banyak kegiatan, tapi yang paling membekas adalah sesi outbound. Ada tantangan jembatan gantung yang harus dilewati satu per satu. Tanganku gemetar. Aku ingin mundur. Tapi teman-teman menyemangati, dan Kak Bima terus berkata, "Coba saja dulu. Kamu pasti bisa."

Dengan napas terengah-engah, aku berhasil melewatinya. Semua bertepuk tangan. Aku bahkan meneteskan air mata - bukan karena takut, tapi karena bangga pada diriku sendiri.

Di hari terakhir, kami membuat surat untuk diri sendiri, yang akan dikembalikan saat kelulusan nanti. Dalam surat itu aku menulis, "Aku sudah berani hari ini. Semoga aku terus tumbuh jadi pribadi yang kuat."

MPLS tidak hanya memperkenalkan sekolah baru, tapi juga memperkenalkan aku pada versi diriku yang lebih hebat. Dari takut, jadi hebat.

6. Catatan Kecil di Sudut Lapangan

Namaku Lala. Aku bukan orang yang suka menjadi pusat perhatian. Saat MPLS dimulai di SMA Harapan Jaya, aku hanya duduk diam dan mengikuti semua kegiatan tanpa banyak bicara. Aku merasa asing dan sendirian.

Sampai suatu hari, ada sesi permainan di lapangan. Kami diminta membuat yel-yel kelompok. Aku yang hobi menulis diam-diam membuat sketsa lirik di buku kecilku. Kak Vira, pembina kelompok kami, melihatnya.

"Lala, ini bagus sekali! Boleh kita pakai ini untuk yel-yel kita?" katanya.

Aku terkejut, tapi juga senang. Untuk pertama kalinya, ideku didengar dan diapresiasi. Kami pun menampilkan yel-yel itu dengan penuh semangat. Kelompok kami menang sebagai yel-yel terbaik hari itu. Teman-teman mulai lebih akrab denganku.

Sejak saat itu, aku lebih percaya diri. Aku mulai aktif berdiskusi dan bahkan menjadi sukarelawan untuk membaca puisi di akhir acara MPLS. Saat semua orang bertepuk tangan, aku tahu - aku telah menemukan tempatku.

Catatan kecil di sudut lapangan itu menjadi titik balik. MPLS membuatku menyadari bahwa keberanian kecil bisa membuka pintu besar menuju perubahan.

7. Kakak Pembimbing yang Tak Terlupakan

Hari pertama MPLS di SMA Tunas Bangsa, aku datang dengan langkah ragu. Aku adalah tipe siswa yang cenderung diam dan lebih nyaman mengamati dari jauh. Namun semua berubah ketika aku bertemu dengan Kak Dira, kakak pendamping kelompok kami.

Kak Dira berbeda. Ia tidak hanya menjelaskan aturan dan jadwal, tapi juga mengenal kami satu per satu. Ia hafal nama kami di hari pertama dan selalu menyapa dengan senyuman. "Ingat, kalian bukan hanya peserta, kalian calon pemimpin," katanya dengan suara hangat namun tegas.

Suatu hari saat sesi refleksi, aku terdiam saat teman-teman diminta bercerita. Kak Dira menghampiriku dan berbisik, "Kamu nggak harus sempurna, cukup jadi dirimu sendiri."

Kalimat itu menampar lembut. Aku mulai percaya bahwa pendiam bukan berarti tak mampu. Hari-hari MPLS setelah itu, aku lebih berani bicara, bahkan ikut presentasi kelompok. Kak Dira selalu ada memberi dukungan, bahkan sekadar "good job" pun membuatku semangat.

Kini MPLS sudah berakhir, tapi sosok Kak Dira akan selalu kuingat. Ia bukan hanya kakak pembimbing, tapi inspirasi yang menyalakan kepercayaan diriku.

8. Guru-guru Hebat, Suasana Hangat

MPLS di SMA Pelangi Ilmu dimulai dengan upacara yang cukup khidmat. Aku datang dengan pikiran klise: "Pasti membosankan." Kukira hari-hari awal ini hanya akan diisi dengan daftar peraturan, pidato formal, dan guru-guru yang galak. Tapi nyatanya, aku salah besar.

Hari pertama setelah pembukaan, kami mengikuti sesi "Kenalan dengan Guru". Di sinilah aku mulai membuka mata. Pak Hadi, guru matematika, muncul dengan gaya yang tak biasa. Ia memakai topi ala detektif dan membawa papan tulis kecil yang bertuliskan: "Matematika = Misteri yang Asyik."

"Siapa di sini takut matematika?" tanyanya. Beberapa tangan, termasuk tanganku, terangkat ragu. Ia tersenyum dan berkata, "Kalau kalian bisa hitung sisa kuota internet saat nonton YouTube, kalian pasti bisa belajar logaritma. Kita belajar bareng, bukan disuruh mikir sendiri."

Tawa pun pecah. Rasa takut perlahan berubah jadi rasa penasaran.

Hari-hari berikutnya, giliran Bu Risa, guru Bahasa Indonesia, yang mengajak kami membuat puisi lucu bertema "Hari Pertama Sekolah". Ia membacakan puisinya sendiri yang menceritakan kejadian lucu saat dia masih jadi siswa baru. "Bahkan guru pun pernah bingung cari toilet di hari pertama," katanya sambil tertawa.

Pak Joko, guru olahraga, juga tidak kalah unik. Ia membuka sesi perkenalan dengan tantangan plank sambil memperkenalkan diri. "Saya Pak Joko, guru olahraga dan penggemar nasi padang!" katanya sambil menahan posisi plank, membuat kami tertawa dan kagum.

Dari semua itu, aku menyadari sesuatu. Para guru di sekolah ini bukan hanya pendidik, tapi juga teman dan panutan yang menyenangkan. Mereka bukan hanya menyampaikan pelajaran, tapi juga membangun hubungan. Mereka membuat kami merasa diterima dan tidak sendiri.

MPLS yang kukira akan penuh tekanan justru menjadi minggu yang menyenangkan - penuh gelak tawa, cerita inspiratif, dan harapan. Kini aku tak lagi takut menghadapi pelajaran, karena aku tahu aku dikelilingi oleh guru-guru hebat, di tempat yang hangat.

9. Langit Cerah di Hari Ketiga

Hari ketiga MPLS di SMA Bintang Harapan dimulai dengan langit biru yang cerah. Matahari bersinar lembut, seolah menyambut kami dengan kehangatan. Hari itu dijadwalkan sebagai "Hari Kebersamaan", di mana setiap kelompok akan mengikuti berbagai permainan dan kegiatan lapangan yang dirancang untuk mempererat kerja sama.

Salah satu tantangan yang kami hadapi adalah permainan estafet air. Setiap anggota kelompok harus membawa air dalam gelas kecil dari ember ke botol besar di ujung lapangan, dan tidak boleh tumpah terlalu banyak. Kedengarannya mudah, tapi kenyataannya... sangat menantang!

Kami tertawa saat melihat teman kami, Dimas, berlari sambil menjaga air di gelas yang hampir tumpah, wajahnya penuh konsentrasi dan lucu. Aku sendiri sempat terpeleset dan membuat kakiku kotor oleh lumpur. Tapi alih-alih kesal, teman-teman langsung menolong dan kami tertawa bersama.

"Enggak apa-apa, yang penting semangatnya!" kata Sinta, teman sekelompokku, sambil menepuk bahuku.

Permainan itu membuat kami saling menyemangati tanpa memandang siapa cepat atau siapa lambat. Tak ada yang ditinggal, tak ada yang dikritik. Semua berjalan dengan tawa, semangat, dan semangat gotong royong yang tulus.

Sore itu, setelah semua kegiatan selesai, kami duduk di lapangan, saling bercerita dan berbagi minuman. Angin sore berhembus lembut, dan aku menatap langit yang cerah sambil berpikir, "Ternyata begini rasanya punya teman baru yang saling mendukung."

Hari ketiga MPLS itu bukan hanya tentang permainan, tapi tentang rasa hangat yang muncul ketika kita merasa diterima. Langit cerah hari itu menjadi saksi salah satu momen terbaik di awal langkahku di SMA ini - momen ketika aku tahu, aku tak sendirian.

10. Perpustakaan di Balik Tangga

Hari kedua MPLS di SMA Pratama Mandiri membawa kami berkeliling lingkungan sekolah. "Hari ini kalian akan mengikuti tur fasilitas sekolah," kata Kak Lia, kakak pembimbing kelompok kami, sambil membagikan peta lokasi yang penuh warna.

Awalnya aku tidak terlalu antusias. Bagiku, mengelilingi sekolah hanyalah formalitas. Tapi semua berubah saat kami tiba di sebuah ruangan yang tersembunyi di balik tangga besar - perpustakaan sekolah.

"Selamat datang di tempat favorit saya," ujar Kak Lia sambil membuka pintu kayu yang tinggi. Dan seketika, aku terpukau.

Ruangan itu hangat dan penuh cahaya alami. Rak-rak kayu tinggi berjajar rapi, berisi ratusan buku dari berbagai genre - dari novel, biografi, hingga buku referensi pelajaran. Di sudut ruangan, ada karpet besar dengan bantal-bantal empuk untuk membaca santai. Di sisi lain, ada komputer dan meja belajar yang nyaman. Bahkan aroma ruangan itu pun menenangkan - wangi buku, kayu, dan sedikit aroma kopi dari pojok kecil yang disediakan untuk guru.

Aku langsung jatuh cinta.

Saat peserta lain sibuk memotret ruangan, aku diam-diam menarik satu buku dari rak: novel klasik yang sudah lama ingin kubaca. Kukira perpustakaan sekolah itu hanya tempat menyimpan buku-buku pelajaran - tapi ternyata ini seperti rumah kecil bagi siapa saja yang suka membaca dan mencari ketenangan.

Kak Lia seolah membaca pikiranku. "Dulu aku sering ke sini kalau sedang pusing sama pelajaran. Kadang aku nggak baca, cuma duduk dan diam. Tapi itu pun menenangkan," katanya pelan.

Aku mengangguk, mengerti. Hari itu, aku merasa menemukan ruang yang bisa menjadi pelarianku selama tiga tahun ke depan.

Di tengah semua hiruk pikuk MPLS - kegiatan, perkenalan, yel-yel, dan tawa teman baru - aku menemukan tempat yang akan jadi ruang pribadi. Bukan hanya perpustakaan secara fisik, tapi juga perasaan bahwa sekolah ini menyediakan ruang bagi semua orang, termasuk untuk siswa yang butuh tenang dan berpikir dalam diam.

Perpustakaan di balik tangga itu bukan tempat biasa. Itu adalah ruang yang membuatku merasa bahwa aku akan betah di sini. Bahwa di tengah keramaian sekolah baru, aku bisa tetap menjadi diriku sendiri.




(auh/irb)


Hide Ads