5 Contoh Teks Khutbah Jumat 1 Muharram

5 Contoh Teks Khutbah Jumat 1 Muharram

Katherine Yovita - detikJatim
Jumat, 27 Jun 2025 08:50 WIB
Ilustrasi khutbah Jumat
Ilustrasi khutbah Jumat. Foto: Alhaki/detikcom
Surabaya -

Menyambut Tahun Baru Islam, momen 1 Muharram menjadi waktu yang tepat bagi muslim untuk memperbarui niat dan meningkatkan ketakwaan. Dalam konteks khutbah Jumat, tema seputar hijrah Nabi Muhammad SAW, evaluasi diri, serta semangat hijrah spiritual sangat relevan untuk disampaikan kepada jemaah.

Simak lima contoh teks khutbah Jumat spesial 1 Muharram yang mengangkat berbagai nilai Islami, mulai dari makna hijrah, pentingnya muhasabah, hingga anjuran memperkuat ukhuwah Islamiyah. Khutbah ini bisa digunakan para khatib sebagai referensi atau materi ceramah dalam mengisi mimbar Jumat awal tahun hijriah.

Khutbah Jumat 1 Muharram

Melalui khutbah yang sarat makna, muslim diajak untuk lebih menghayati pesan spiritual di balik pergantian tahun hijriah. Berikut ini contoh-contoh khutbah Jumat yang dapat disampaikan untuk memperingati 1 Muharram, sebagai pengingat akan pentingnya hijrah, introspeksi diri, dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Pertama: Merenungi Makna dan Hikmah Hijrah

Sumber: H Muhammad Faizin - Sekretaris MUI Provinsi Lampung

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Ma'asyiral Muslimin jemaah Jumat rahimakumullah,

Tiada ungkapan yang patut kita haturkan kepada Allah swt selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin sebagai wujud terima kasih atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita dalam kehidupan di dunia ini.

Kalimat shalawat juga patut kita ungkapkan kepada Nabi Muhammad saw yang merupakan pembawa risalah ilahiyah dan membawa kita dari kejahiliahan menuju terang benderangnya kehidupan dalam wujud manisnya iman dan Islam yang terus kita rasakan selama ini.

Oleh karena itu menjadi keniscayaan bagi kita untuk memperkuat ketakwaan diri agar kita bisa selalu menjadi pribadi yang bersyukur dan berterima kasih. Takwa adalah rasa takut melanggar perintah-perintah Allah.

Serta berusaha sekuat mungkin untuk senantiasa menjalankan perintah serta menjauhi larangan Allah swt. Takwa akan menjadikan kita sosok pribadi yang benar-benar hidup di jalan Allah dan mampu melaksanakan misi utama diciptakan manusia di dunia ini yakni untuk beribadah.

Ma'asyiral Muslimin jemaah Jumat rahimakumullah,

Saat ini kita berada di bulan Muharram yang merupakan bulan pertama dalam kalender Islam. Dijadikannya Muharram sebagai bulan pertama tahun hijriah tidak terlepas dari sejarah fenomenal yang dialami oleh Nabi Muhammad yakni peristiwa hijrah atau pindahnya Nabi bersama sahabat-sahabatnya dari Kota Makkah ke Madinah.

Hijrah yang dilakukan Nabi ini merupakan perintah Allah swt dan menjadi momentum kebangkitan umat Islam dari penindasan dan ketidakberdayaan yang dialami bertahun-tahun di Makkah. Oleh karena itu, pada khutbah kali ini, khatib mengajak kepada seluruh jemaah untuk merenungi kembali makna dan hikmah yang terkandung dalam peristiwa hijrah dengan meresapi pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya sekaligus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Secara harfiah, hijrah bisa dimaknai 'berpindah'. Berpindah dalam konteks hijrah tidak bisa dimaknai sebagai perpindahan secara fisik semata. Namun lebih dari itu, hijrah yang dilakukan Nabi merupakan perpindahan yang memiliki dimensi spiritual dalam rangka membangun masa depan umat Islam yang lebih baik di berbagai sektor kehidupan.

Dalam perpindahan ini pun, Rasulullah telah mengingatkan sejak awal para sahabat-sahabatnya untuk menata diri dan mengingat hal penting yakni niat. Maka dalam hadisnya, Rasulullah mengingatkan para sahabat untuk benar-benar menata niat dengan benar saat berhijrah. Hal ini terungkap dalam hadis:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Artinya: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadis ini sangat penting kita renungi dan memberikan pemahaman bagi kita bahwa hubungan antara niat dengan hijrah atau apapun perbuatan yang kita lakukan di dunia tidak bisa dipisahkan. Jika niat tidak ditata dengan benar terlebih dahulu, maka perbuatan yang kita lakukan akan tidak mendapatkan hasil dan akan sia-sia belaka. Allah pun telah mengingatkan bahwa siapa yang berhijrah dengan tujuan baik maka akan mendapatkan hal yang baik. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur'an:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman serta orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Baqarah: 218).

Ma'asyiral Muslimin jemaah Jumat rahimakumullah,

Konsep dan hijrah yang dicontohkan Rasulullah dengan niatan yang benar juga mengandung banyak hikmah. Di antaranya adalah perubahan ke arah situasi dan kondisi yang lebih baik dan bisa lebih berkembang melebihi kondisi sebelumnya.

Hal ini bisa dicontohkan seperti saat petani memindahkan bibit tanamannya dari tempat semaian ke lahan yang baru. Jika tanaman seperti padi, jagung, pisang, ataupun tanaman lainnya tetap berada di lahan penyemaian, maka pertumbuhannya tidak akan bisa maksimal.

Hal ini dikarenakan terlalu banyak dan padatnya tanaman yang sama dan berebut makanan yang sama pula. Jika tanaman tersebut 'dihijrahkan' ke lahan yang baru, maka tanaman tersebut akan memiliki peluang tumbuh lebih cepat karena memiliki lahan yang luas dan perawatan yang maksimal.

Begitu pula dengan diri kita dan masyarakat di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Kita sering melihat orang yang berhijrah atau pindah dari daerah asalnya, banyak menemukan kondisi baru yang membuatnya bisa lebih baik dan berkembang. Di tanah perantauan, seseorang digembleng untuk hidup mandiri dan berjuang sehingga kemandirian mampu menghantarkan orang yang berhijrah sukses. Allah swt berfirman:

وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗوَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ࣖ

Artinya: Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS An-Nisa: 100).

Ma'asyiral Muslimin jemaah Jumat rahimakumullah,

Dengan makna dan spirit yang sangat luas ini, maka hijrah tidak boleh diartikan dengan perubahan sempit seperti tampilan fisik semata dan menjadikan merasa lebih baik dari orang lain. Hijrah adalah upaya lahir batin untuk berubah lebih baik menuju niatan yang telah ditanamkan di awal sebelum berhijrah.

Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan oleh Allah swt untuk menjadi pribadi-pribadi yang terus mampu berhijrah ke arah kebaikan. Insyaallah, jika kita sudah bertekad dan menyerahkan semuanya kepada Allah maka kita akan mendapatkan ridho dari-Nya. Amin.

فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya: Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Khutbah kedua: Sambut Muharaam dengan Spirit Hijriah

Sumber: Alif Budi Luhur - NU Online

Khutbah I

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Jemaah Jumat Rahimakumullah

Waktu mengalir terus. Disadari atau tidak, kita sampai kepada pergantian tahun hijriah untuk kesekian kalinya. Detik menuju menit, jam, hari, bulan, hingga tahun senantiasa bergerak maju yang berarti semakin bertambah pula usia manusia.

Nah, di kesempatan istimewa ini saya mengajak kepada diri sendiri untuk meningkatkan takwallah. Caranya dengan menjalankan perintah dan menajuhi yang dilarang. Yang perlu menjadi catatan adalah, apakah dengan perubahan waktu yakni bulan Muharram ini bertambah pula keberkahan usia kita?

Ini pertanyaan singkat dan hanya bisa dijawab dengan merefleksikan secara panjang-lebar jejak perjalan hidup yang sudah lewat. Tahun baru hijriah yang akan kita songsong setiap tahun terkandung sejarah dan nilai-nilai yang terus relevan hingga kini.

Nabi sendiri tak pernah menetapkan kapan tahun baru Islam dimulai. Begitu pula tidak dilakukan oleh khalifah pertama, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq. Awal penanggalan itu resmi diputuskan pada era khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khathab, sahabat Nabi yang terkenal membuat banyak gebrakan selama memimpin umat Islam.

Keputusan itu diambil melalui jalan musyawarah. Semula muncul beberapa usulan, di antaranya bahwa tahun Islam dihitung mulai dari masa kelahiran Nabi Muhammad. Ini adalah usulan yang cukup rasional.

Rasulullah adalah manusia luar biasa yang melakukan revolusi ke arah peradaban yang lebih baik masyarakat Arab waktu itu. Karena itu kelahirannya adalah monumen bagi kelahiran perdaban itu sendiri. Tahun baru Masehi pun dimulai dari masa kelahiran figur yang diyakini membawa perubahan besar, yakni Isa al-Masih.

Yang menarik, Umar bin Khatab menolak usulan ini. Singkat cerita, forum musyawarah menyepakati momen hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah sebagai awal penghitungan kalender Islam atau kalender qamariyah yang merujuk pada perputaran bulan (bukan matahari). Karenanya kelak dikenal dengan tahun hijriah yang berasal dari kata hijrah (migrasi, pindah).

Jemaah Jumat Rahimakumullah

Memilih momen hijrah daripada momen kelahiran Nabi Muhammad yang dilakukan sahabat Umar dan para sahabat lainnya mengandung makna yang sangat dalam. Kelahiran yang dialami manusia adalah peristiwa alamiah yang tak bisa ditolaknya. Nabi Muhammad pun saat lahir tak serta merta diangkat menjadi nabi kecuali setelah berusia 40 tahun.

Rasulullah kala itu hanyalah bayi putra Abdullah bin Abdul Muthalib. Hal ini berbeda dari hijrah yang mengandung tekad, semangat perjuangan, perencanaan, dan kerja keras ke arah tujuan yang jelas: terealisasinya nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (rahmatan lil 'alamin).

Nabi memutuskan hijrah setelah melalui proses panjang selama 13 tahun di Makkah dengan berbagai tantangan dan jerih payahnya. Mula-mula berdakwah secara tersembunyi, dimulai dari keluarga, orang-orang terdekat, dan pelan-pelan lalu kepada masyarakat luas secara terbuka.

Selama itu, Rasulullah mendapat cukup banyak rintangan, mulai dari dicaci-maki, dilempar kotoran unta, kekerasan fisik, hingga percobaan pembunuhan. Semua dilalui dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.

Modal utama hingga hingga beliau berhasil menyadarkan sejumlah orang adalah akhlak mulia. Rasulullah tampil sebagai agen perubahan di tengah masyarakat Arab yang begitu bejat. Asas tauhid melenceng jauh karena menganggap berhala sebagai Tuhan.

Nilai-nilai kemanusiaan juga nyaris tak ada lantaran masih maraknya perbudakan, fanatisme suku, harta riba, penguburan hidup-hidup bayi perempuan, dan lain-lain. Rasulullah yang hendak mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat jahiliyah mesti berhadapan para pembesar suku yang iri dan tamak kekuasaan, termasuk dari pamannya sendiri, Abu Jahal dan Abu Lahab.

Pengikut Islam bertambah, dan secara bersamaan bertambah pula tekanan dari musyrikin Quraisy. Hingga akhirnya atas perintah Allah, Nabi Muhammad bersama para sahabatnya berhijrah dari Makkah ke kota Yatsrib yang kelak dikenal dengan sebutan Madinah.

Perjalanan hijrah dilakukan di malam hari dengan cara sembunyi-sembunyi dan penuh kecemasan, menghindari kejaran kaum musyrikin Quraisy. Beruntung kala di kota Yatsrib, Rasulllah bersama sahabat-sahabatnya disambut positif penduduk setempat. Sebagian dari mereka mengenal Islam dan bahkan sudah berbaiat kepada Nabi saat di Makkah.

Di sinilah Nabi membangun peradaban Islam yang kokoh. Jumlah penganut semakin banyak, semangat persaudaraan antara Muhajirin dan Ansor dipupuk, dan kesepakatan-kesepakatan dengan kelompok di luar Islam diciptakan, demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang damai. Mula-mula yang dilakukan Nabi setelah hijrah adalah mengubah nama dari Yatsrib menjadi Madinah.

Mengapa Madinah (yang sekarang dimaknai sebagai kota)? Secara bahasa madînah berarti tempat peradaban. Perubahan nama ini memberi pesan tentang pergeseran pola perjuangan Nabi yang semula di Makkah banyak dipusatkan pada penyadaran pribadi-pribadi, menuju dakwah dalam konteks sosial yang terorganisisasi dalam negara Madinah. Di sini konstitusi (mitsaq al-madinah atau Piagam Madinah) dibangun, struktur pemerintahan disusun, dan aturan-aturan Islam seputar muamalah (hubungan antarsesama) banyak dikeluarkan di sana.

Tentang Piagam Madinah, Nabi menjadikannya sebagai titik temu dari masyarakat Madinah yang plural saat itu, yang meliputi orang muslim, orang Yahudi, suku-suku di Madinah, dan lain-lain. Demikianlah hijrah Nabi yang monumental itu seperti mendapatkan momentum puncaknya, yakni terwujudnya masyarakat yang beradab.

Jemaah Jumat yang Dirahmati Allah

Setidaknya ada dua poin yang perlu digarisbawahi dari ulasan tersebut. Pertama, tahun baru hijriah harus dimaknai dalam kerangka perjuangan Nabi dalam merealisasikan nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (rahmatan lil 'alamin).

Nabi sebagai sosok-termasuk momen kelahirannya-memang layak dihormati, tapi ada yang lebih penting lagi yakni spirit dan prestasinya sepanjang periode risalah. Dalam perjuangan itu ada ikhtiar, pengorbanan, keteguhan prinsip, keseriusan, kesabaran, dan keikhlasan. Yang terakhir ini menjadi sangat penting karena Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Artinya: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.

Nabi dan para sahabatnya menunjukkan ketulusan yang luar biasa semata hanya untuk jalan Allah. Namun justru karena niat seperti inilah mereka mendapatkan banyak hal, termasuk persaudaraan, keluarga baru, hingga kekayaan dan kesejahteraan selama di Madinah.

Keikhlasan dan kerja kerasa dalam membangun masyarakat berketuhanan sekaligus berkeadaban berbuah manis meskipun tantangan akan selalu ada. Inilah teladan yang berikan Nabi dari hasil berhijrah.

Jemaah Jumat yang Dirahmati Allah

Poin kedua adalah kenyataan bahwa Nabi tidak membangun negara berdasarkan fanatisme kelompok atau suku. Rasulullah menginisasi terciptanya kesepakatan bersama kepada seluruh penduduk Yatsrib untuk kepentingan jaminan kebasan beragama, keamanan, penegakan akhlak mulia, dan persaudaraan antaranggota masyarakat.

Tujuan dari kesepakatan tersebut masih relevan kita terapkan hingga sekarang. Inilah hijrah yang tak hanya bermakna secara harfiah pindah tempat, melainkan juga pindah orientasi: dari yang buruk menjadi yang baik, dari yang baik menjadi lebih baik.

Dan Rasulullah meneladankan, perubahan tersebut tak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk masyarakat secara kolektif. Semoga pergantian tahun hijriah membawa keberkahan bagi umur kita dengan belajar dari peristiwa hijrah Rasulullah yang monumental lengkap dengan nilai-nilai positif di dalamnya.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ . عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Khutbah Ketiga - Memuliakan Bulan Muharram Sesuai Petunjuk Rasulullah

Sumber: Muhammad Idris Lc - www.muslim.or.id

Khutbah I

السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى مَحَمَّدِ بِالْمُجْتَبى، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التَّقَى وَالْوَفِي أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى
فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma'asyiral muslimin jemaah masjid yang dimuliakan Allah,

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah ta'ala. Sungguh takwa adalah sebaik-baik bekal kita di hari akhirat nanti. Allah ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Hasyr: 18)

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah ta'ala.

Hari-hari berlalu. Siang berganti malam. Bulan demi bulan. Dan tahun demi tahun. Namun, masih saja ada dari sebagian manusia yang terus-menerus bermain dalam kemaksiatan dan pelanggaran. Sibuk dengan urusan dunia, hingga tidak ada impiannya yang tidak terwujud. Padahal waktu dan ajalnya tak pernah sekalipun diakhirkan oleh Allah ta'ala.

Kaum muslimin yang semoga senantiasa di dalam ketaatan kepada Allah ta'ala.

Saat musim berbuat kebaikan berlalu, pasti akan datang musim kebaikan yang lain. Saat hilang sebuah kesempatan untuk berbuat kebaikan, maka akan Allah gantikan dengan kesempatan lainnya. Sesungguhnya, saat ini kita berada di bulan Muharram yang penuh kemuliaan dan keutamaan. Sebuah kesempatan emas yang datang setelah berlalunya bulan Zulhijah yang juga penuh dengan kemuliaan dan keutamaan.

Bulan Muharram ini merupakan bulan yang mulia. Bukan bulan sial serta bulan kesedihan sebagaimana yang menjadi anggapan sebagian orang. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahkan menjelaskan bahwa Muharram termasuk bulan yang mulia dan menisbatkan bulan mulia ini kepada Allah ta'ala. Sahabat Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Nabi,

سألتُ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أيُّ اللَّيلِ خيرٌ، وأيُّ الأشهُرِ أفضَلُ؟ فقال: خيرُ اللَّيلِ جَوفُه، وأفضَلُ الأشهُرِ شَهرُ اللهِ الذي تَدْعونَه المُحَرَّمَ

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, 'Apakah malam yang paling baik dan apakah bulan yang paling utama?' Beliau bersabda, 'Sebaik-baik malam adalah pertengahannya, dan seutama-utamanya bulan adalah bulan Allah yang kalian menamainya dengan Al-Muharram. (HR. An-Nasai no. 4216 dalam As-Sunan Al-Kubra)

Hikmah dari penyebutan Muharram sebagai 'bulan Allah' sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz Al-Iraqi di dalam kitab Syarhu At-Tirmidzi adalah,

Bisa kita katakan, karena Muharram merupakan salah satu bulan suci/ haram yang Allah haramkan di dalamnya peperangan. Dan ia merupakan bulan yang pertama kali dinisbatkan kepada Allah ta'ala secara khusus. Dan tidak ada bulan-bulan lainnya yang secara sahih dinisbatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada Allah ta'ala, kecuali bulan Allah Muharram ini.

Penisbatan ini sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitabnya Lathoif Al-Ma'arif, menunjukkan besarnya keutamaan dan kemuliaan bulan Muharram. Beliau rahimahullah berkata,

فَإِنَّ اللَّهَ -تَعَالَى- لَا يُضِيفُ إِلَيْهِ إِلَّا خَوَاصَّ مَخْلُوقَاتِهِ، كَمَا نَسَبَ مُحَمَّدًا وَإِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَغَيْرَهُمْ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ إِلَى عُبُودِيَّتِهِ، وَنَسَبَ إِلَيْهِ بَيْتَهُ وَنَاقَتَهُ

Karena sesungguhnya Allah ta'ala tidak menisbatkan kepada diri-Nya, kecuali makhluk-makhluk yang khusus dan tertentu. Sebagaimana Ia menisbatkan Nabi Muhammad, Ishak, Yakub dan nabi-nabi yang lain kepada penghambaan terhadap diri-Nya. Sebagaimana juga Allah ta'ala menisbatkatkan ka'bah dan unta Nabi Shalih kepada-Nya.

Maasyiral Mukminin, yang dirahmati Allah ta'ala.

Bulan Muharram merupakan bulan yang paling mulia setelah bulan Ramadan. Inilah pendapat yang banyak diambil oleh para ulama. Hasan Al-Basri rahimahullah berkata,

إِنَّ اللَّهَ -تَعَالَى- افْتَتَحَ السَّنَةَ بِشَهْرٍ حَرَامٍ -أَيِ: الْمُحَرَّمِ- وَخَتَمَهَا بِشَهْرٍ حَرَامٍ -أَيْ: ذِي الْحِجَّةِ- فَلَيْسَ شَهْرٌ فِي السَّنَةِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الْمُحَرَّمِ

Artinya: Sesungguhnya Allah ta'ala mengawali tahun dengan dengan bulan yang suci dan mulia, yaitu Muharram. Dan menutupnya juga dengan bulan yang suci dan mulia, yaitu bulan Zulhijah. Maka, tidak ada bulan yang lebih mulia setelah bulan Ramadan, kecuali bulan Muharram.

Begitu mulianya bulan ini hingga Allah ta'ala tekankan haramnya berbuat kezaliman dan kemaksiatan di bulan ini, serta Allah ta'ala lipat gandakan dosa kemaksiatan di dalamnya. Oleh karenanya, Ia berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Artinya: Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu. (QS. At-Taubah: 36)

Al-Qurtubi rahimahullah mengatakan,

Allah khususkan penyebutan bulan-bulan haram serta Allah larang perbuatan zalim di dalamnya sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, walaupun (perbuatan zalim) itu terlarang di setiap zaman dan waktu. Inilah (tafsir ayat di atas) yang banyak diambil oleh ulama tafsir, yaitu: 'janganlah kamu sekalian menzalimi diri kalian sendiri pada bulan-bulan haram yang empat itu.'

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah ta'ala.

Setelah mengetahui besarnya keutamaan bulan Muharram ini, serta mengetahui bahwa kemaksiatan dan kezaliman padanya dosanya lebih besar, seorang muslim seharusnya semakin sadar diri. Mengisi bulan ini dengan ketaatan kepada Allah ta'ala yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Ia juga harus sadar bahwa ke-bid'ah-an dan mengada-adakan hal baru dalam urusan agama dosanya sangatlah besar. Sehingga ia berhati-hati dari terjerumus pada setiap amal ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh generasi terdahulu, karena sejatinya ke-bid'ah-an akan merugikan pelakunya. Allah ta'ala berfirman,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Artinya: Katakanlah, 'Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.' (QS. Al-Kahfi: 103-104)

Begitu banyak dari kaum muslimin yang terjerumus ke dalam perbuatan bid'ah, baik pada hari Asyura secara khusus, maupun pada bulan Muharram secara umum. Padahal semuanya itu tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pernah dicontohkan juga oleh para sahabatnya dan para pengikutnya. Abu Syamah rahimahullah seorang ahli sejarah dan ahli hadis dari Damaskus berkata,

وَلَمْ يَأْتِ شَيْءٌ فِي أَوَّلِ لَيْلَةِ الْمُحَرَّمِ، وَقَدْ فَتَّشْتُ فِيمَا نُقِلَ مِنَ الْآثَارِ صَحِيحًا وَضَعِيفًا، وَفِي الْأَحَادِيثِ الْمَوْضُوعَةِ، فَلَمْ أَرَ أَحَدًا ذَكَرَ فِيهَا شَيْئًا، وَإِنِّي لَأَتَخَوَّفُ -وَالْعِيَاذُ بِاللَّهِ- مِنْ مُفْتَرٍ يَخْتَلِقُ فِيهَا حديثاً

Artinya: Tidak ada riwayat apapun yang menyebutkan keutamaan malam pertama Muharram. Saya telah meneliti berbagai riwayat dalam kitab kumpulan hadis yang sahih maupun yang daif, atau dalam kumpulan hadis-hadis palsu, namun aku tidak menjumpai seorang pun yang menyebutkan hadis itu. Saya khawatir, wal iyadzu billah, hadis ini berasal dari pemalsu, yang membuat hadis palsu terkait tahun baru. (Al-Bahis 'ala Inkar al-Bida' wa al-Hawadits, hlm. 77)

أقول قولي هذا. أستغفر الله لي ولكم فاستغفروا الله إنه هو الغفور الرحيم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Jemaah yang berbahagia.

Salah satu keutamaan bulan Muharram yang mulia ini adalah anjuran untuk memperbanyak puasa di dalamnya. Bahkan, sebagian ulama membolehkan berpuasa sunah sebulan penuh di dalamnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Artinya: Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah (puasa) di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan salat yang paling utama setelah (salat) fardu adalah salat malam. (HR. Muslim no. 1163)

Pada bulan ini juga terdapat satu hari, yang Rasulullah sangatlah bersemangat untuk berpuasa di dalamnya serta memerintahkan para sahabatnya untuk turut serta berpuasa, bahkan para sahabat mengajak serta dan mengajarkan anak-anak yang belum baligh untuk berpuasa di dalamnya.

Ketahuilah wahai jemaah sekalian, hari tersebut adalah hari Asyura, hari kesepuluh dari bulan Muharram. Hari di mana Allah ta'ala menyelamatkan Nabi Musa 'alaihis salam dari kekejaman raja Firaun dan hari di mana Allah ta'ala tenggelamkan Firaun dan bala tentaranya. Dari sinilah puasa Asyura disyariatkan sebagai bentuk rasa syukur atas selamatnya Nabi Musa dari kekejaman Firaun dan bala tentaranya.

Jemaah yang dirahmati Allah ta'ala. Syariat juga memberikan balasan yang besar bagi siapa saja yang berpuasa di hari Asyura ini. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Artinya: Dan puasa hari Asyura saya berharap kepada Allah dapat menghapus (dosa) tahun sebelumnya. (HR. Muslim, no. 1162)

Semangat Nabi dalam berpuasa Asyura juga terlukis pada perkataan sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma yang artinya,

Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat bersemangat serta sangat mengharapkan pahala dari berpuasanya pada suatu hari yang lebih ia utamakan dari berpuasa di hari-hari lainnya, kecuali pada hari ini, yaitu hari Asyura dan pada bulan bulan ini, yaitu bulan Ramadan.

Puasa pada tanggal 10 Muharram ini akan semakin sempurna pahalanya dan akan lebih utama bila kita dahului dengan berpuasa pada hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 9 Muharram. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

لَئِنْ بَقِيتُ أو لئِنْ عِشْتُ إلى قابلٍ لأصومَنَّ التاسِعَ

Artinya: Seandainya umurku sampai tahun depan atau aku masih hidup, niscaya aku akan berpuasa pada tanggal Sembilan (tasyu'a). (HR. Muslim no. 1134 dan Ibnu Majah no. 1736 dan lafaz ini merupakan lafaznya)

Maasyiral muslimin, jemaah yang dirahmati Allah ta'ala.

Semoga kita semua termasuk hamba Allah ta'ala yang bisa memanfaatkan momen bulan Muharram ini dengan maksimal, menjaga batasan dan larangan Allah dengan tidak melanggarnya, serta memperbanyak berpuasa di bulan yang mulia ini. Semoga kita semua dikumpulkan bersama Nabi kita yang mulia Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam di dalam surga Allah ta'ala yang kekal nanti.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Khutbah Keempat: Muharram Bulan Kemenangan

Sumber: Amir Sahidin, M.Ag - dakwah.id

Khutbah I

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Kaum Muslimin rahimakumullah

Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah subhanahu wata'ala atas segala karunia yang telah diberikan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Kemudian shalawat dan salam kita haturkan selalu kepada uswah hasanah, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang telah membawa kita dari zaman kejahiliahan menuju zaman penuh keadilan dengan syariat Islam.

Pada kesempatan mulia ini, khatib mewasiatkan kepada diri pribadi dan kepada para jemaah sekalian, untuk senantiasa bertakwa kepada Allah Ta'ala dengan sebenar-benar takwa, karena sebaik-baik bekal kita kelak untuk menuju Allah subhanahu wata'ala adalah dengan takwa.

Kaum Muslimin rahimakumullah

Sudah menjadi sunnatullah setiap umat beragama membutuhkan tempat aman untuk menerapkan kewajiban agamanya. Termasuk dengan umat Islam yang tentu membutuhkan tempat aman untuk menjalankan kewajiban agamanya.

Karena itulah, Allah menjanjikan kemenangan bagi umat Islam agar senantiasa melaksanakan kewajibannya, menyembah Allah subhanahu wata'ala. Allah berfirman dalam surat an-Nur ayat 55,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

Berkenaan dengan ayat di atas, Ibnu Katsir menerangkan dalam Tafsîr al-Qurân al-'Aẓîm jilid 6 halaman 77,

"Ini merupakan janji dari Allah kepada Rasul-Nya, bahwa Dia akan menjadikan umat-Nya sebagai orang-orang yang berkuasa di bumi, yakni menjadi para pemimpin manusia dan penguasanya. Dengan adanya mereka, negeri akan menjadi baik dan semua hamba Allah akan tunduk kepadanya. Juga Allah akan menukar keadaan mereka sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa."

Hal ini terbukti dengan kemenangan Rasulullah untuk berhijrah di Madinah dan menjadi penguasa atasnya. Menariknya, cikal bakal kemenangan Rasulullah mendapatkan tempat aman tersebut (Madinah) bermula saat terjadi Baiat Aqabah Kedua.

Baiat ini dilakukan pada bulan Haji (Dzulhijjah) oleh tujuh puluh lima orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah apabila datang ke Madinah.Dari kejadian inilah muncul kebulatan tekad Rasulullah untuk berhijrah menuju Madinah yang terjadi pada bulan setelahnya, yaitu bulan Muharram.

Kaum Muslimin rahimakumullah

Muharram merupakan bulan mulia, kemuliaan tersebut bahkan termaktub dalam Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu pertama, salah satu dari empat bulan yang diharamkan untuk berperang. Kedua, disebut sebagai bulan Allah atau syahrullah al-Muharram.

Ketiga, bulan terbaik untuk berpuasa setelah bulan Ramadhan. Keempat, terdapat syariat puasa Asyura yang dapat menghapus dosa setahun lalu. Selain itu, bulan Muharram juga mengingatkan kita akan tekad kuat Rasulullah untuk berhijrah menuju Madinah, tempat aman untuk menjalankan syariat Islam.

Ibnu Hisyam menerangkan dalam kitabnya, as-Sirah an-Nabawiyah, jilid 1 halaman 590 bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah menuju Madinah dimulai pada akhir bulan Safar dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awwal. Sehingga hijrah Rasulullah tidak terjadi pada bulan Muharram sebagaimana anggapan sebagian umat Islam.

Sedangkan penetapan bulan Muharram sebagai awal bulan kalender Hijriyah, sebagaimana ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari jilid 7 halaman 268, adalah hasil musyawarah pada masa khalifah Umar bin Khathab Radhiallahu 'anhu ketika mencanangkan penanggalan Islam.

Pada saat itu, ada yang mengusulkan bulan Rabiul Awwal yang merupakan bulan kedatangan Rasulullah di Madinah; ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan yang merupakan sebaik-baik bulan yang ada.

Namun kesepakatan yang terjadi ketika itu adalah bulan Muharram dengan beberapa pertimbangan, di antaranya adalah pada bulan tersebut telah bulat tekad dan keputusan Rasulullah untuk hijrah pasca peristiwa Baiat Aqabah Kedua.

Dengan adanya baiat tersebut Rasulullah pun melakukan persiapan untuk berhijrah dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar. Untuk itu, Ibnu Hajar al-Asqalani menerangkan:

وَإِنَّمَا أَخَّرُوهُ مِنْ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ إِلَى الْمُحَرَّمِ لِأَنَّ ابْتِدَاءَ الْعَزْمِ عَلَى الْهِجْرَةِ كَانَ فِي الْمُحَرَّمِ إِذِ الْبَيْعَةُ وَقَعَتْ فِي أَثْنَاءِ ذِي الْحِجَّةِ وَهِيَ مُقَدِّمَةُ الْهِجْرَةِ فَكَانَ أَوَّلُ هِلَالٍ اسْتَهَلَّ بَعْدَ الْبَيْعَةِ وَالْعَزْمِ عَلَى الْهِجْرَةِ هِلَالُ الْمُحَرَّمِ فَنَاسَبَ أَنْ يُجْعَلَ مُبْتَدَأً

Artinya: Bahwa penundaan dari Rabiul Awwal menuju Muharram, karena permulaan tekad untuk berhijrah terjadi pada bulan Muharram pasca terjadinya baiat (Aqabah Kedua) di bulan Dzulhijjah yang merupakan mukadimah terjadinya hijrah. Sedangkan bulan pertama setelah terjadinya baiat dan kuatnya tekad untuk berhijrah adalah bulan Muharram, maka sudah sepantasnya dijadikan sebagai permulaan bulan.

Untuk itulah, bulan Muharram dapat dikatakan sebagai bulan kemenangan umat Islam, di mana muslim pada saat itu telah mendapati cikal bakal tempat aman untuk menjalankan syariat Islam. Semoga umat Islam senantiasa mendapat tempat aman menjalankan kewajibannya, menerapkan syariat Islam dalam segala lini kehidupan, aamiin ya Rabb.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

أَمَّا بَعْدُ؛

Kaum Muslimin rahimakumullah

Dalam khutbah yang kedua ini, khatib ingin menyimpulkan materi yang telah dijelaskan sebelumnya. Bahwa bulan Muharram merupakan bulan mulia yang dapat dilacak dalam Al-Quran maupun hadis, di antaranya yaitu,

Pertama, ia merupakan salah satu bulan haram. Kedua, merupakan bulan yang disebut syahrullah al-Muharram. Ketiga, termasuk bulan terbaik untuk berpuasa. Keempat, terdapat syariat puasa Asyura di dalamnya.

Selain itu, bulan Muharram mengingatkan kita akan tekad kuat Rasulullah untuk berhijrah menuju tempat aman guna menjalankan syariat Islam, sehingga ia layak dikatakan sebagai bulan kemenangan umat Islam. Semoga Allah senantiasa menjaga nikmat tempat aman bagi umat Islam untuk menjalankan setiap syariat yang Allah bebankan, aamin ya Rabb.

Kaum Muslimin rahimakumullah

Demikian khutbah yang dapat kami sampaikan, mari kita tutup dengan berdoa kepada Allah,

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

اَللَّهُـمَّ إِنَّا نَعُوُذُ بِكَ مِنْ عَذاَبِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذاَبِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْـنَةِ الْمَحْياَ وَالْمَماَتِ وَمِنْ فِتْـنَةِ الْمَسيِحِ الدَّجاَّلِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.

Khutbah Kelima: Muharram dan Memuliakan Anak Yatim

Sumber: KH Dr A Bahrul Hikam, Lc MA anggota Komisi Fatwa MUI Tangerang

Khutbah I

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللّٰهِ وَبَرَكَاتُه

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمْ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، اَلعَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حُمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانِ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللّٰهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم وَبَارِكْ عَلٰي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَيَسْأَلونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ

Hadirin jemaah Jumat, rahimakumullah...

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, atas berkat rahmat-Nya, inayah-Nya, karunia-Nya, Allah kumpulkan kita bersama pada hari yang mulia ini, di bulan haramnya, bulan Muharram yang mulia, di tempat rumahnya yang mulia ini untuk melaksanakan ibadah shalat Jumat, mudah-mudahan shalat Jumat kita dan apapun ibadah yang kita lakukan ini diterima Allah SWT dan mudah-mudahan semua ibadah-ibadah itu dapat meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Amiin

Hadhirin jemaah Jumat, rahimakumullah

Di hari Jumat yang penuh berkah ini, marilah kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan selalu menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan selalu berpegang teguh serta mengikuti sunnah-sunnah nabi-Nya.

Salah satu bentuk sunnah yang diajarkan dan diperintahkan untuk diikuti ialah perintah memuliakan, menyantuni, menyayangi dan merawat anak yatim. Yatim berasal dari bahasa Arab, artinya anak kecil yang kehilangan ayahnya karena meninggal.

Dalam Islam, artinya pun sama dan bahkan dilengkapi dengan batasan umur bagi seseorang yang masuk dalam kategori yatim tersebut. Anak yatim memiliki posisi yang istimewa dalam Islam. Melalui berbagai firmannya-Nya dalam Alquran, Allah SWT menyuruh hamba-Nya untuk memperhatikan anak yatim dengan sebaik-baiknya.

Begitu istimewanya anak yatim, sampai disebutkan sebanyak 23 kali dalam Alquran yaitu 8 dalam bentuk tunggal, 14 dalam bentuk jamak dan 1 dalam bentuk Mutsanna. Misalnya Allah Ta'ala berfirman dalam surat An-Nisa ayat 36:

وَٱعۡبُدُواْ ٱللّٰهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا

Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnusabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.

Dari ayat ini kita lihat bagaimana perhatian Islam yang begitu besar terhadap anak yatim dimana perintah berbuat baik terhadap anak yatim jatuh pada tingkatan ketika sesudah berbakti kepada orang tua dan berbuat baik kepada kerabat.

Hadirin jemaah Jumat, rahimakumullah...

Anak yatim merupakan bagian dari golongan yang rentan dan memerlukan perlindungan serta kasih sayang masyarakat. Dalam Alquran, Allah SWT mengingatkan umat-Nya untuk memberikan perhatian khusus kepada anak yatim. Salah satu ayat yang mencerminkan hal ini adalah dalam Surat Ad-Duha, di mana Allah SWT berfirman:

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ، وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ

Artinya: Maka terhadap anak yatim janganlah engkau (Muhammad) mendesaknya, dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau (Muhammad) menghardiknya.

Ini menunjukkan bahwa Allah SWT menginginkan perlakuan baik dan penuh kasih sayang terhadap anak yatim. Nabi Muhammad SAW sendiri juga memberikan contoh teladan yang sangat baik dalam memperlakukan anak yatim.

Beliau secara konsisten mendorong umat Islam untuk memberikan perlindungan, kasih sayang, dan dukungan kepada mereka yang kehilangan orang tua. Banyak hadis-hadis Nabi mengajarkan umatnya untuk memberikan bantuan material dan moral kepada anak yatim.

Bahkan keberadaan anak yatim dalam suatu rumah menjadi keberkahan tersendiri bagi penghuninya. Keberadaannya menjadi salah satu tanda bahwa rumah tersebut merupakan rumah terbaik dibanding dengan rumah-rumah lain yang di dalamnya tidak ada anak yatim. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh nabi dalam salah satu hadisnya, yaitu:

خَيْرُ بَيْتٍ فِى اْلمُسْلِمِيْنَ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ يُحْسَنُ اِلَيْهِ وَشَرُّ بَيْتٍ فِى اْلمُسْلِمِيْنَ بَيْتٌ فِيْهِ يَتِيْمٌ يُسَاءُ اِلَيْهِ . رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهُ

Artinya, Sebaik-baiknya rumah di kalangan umat Islam adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan seburuk-buruknya rumah di kalangan umat Islam adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan buruk. (HR Ibnu Majah).

Tidak hanya berupa anjuran merawat dan menyantuni anak yatim saja, namun Allah SWT juga menjanjikan pahala yang sangat istimewa kepada orang-orang yang merawat anak yatim. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda:

أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا. وَأَشَارَ بِالسَّبَابَةِ وَالْوُسْطَى، وَفَرَّجَ بَيْنَهُما شَيْئًا

Artinya: Aku dan orang yang merawat anak yatim seperti ini dalam surga. Kemudian nabi memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, seraya sedikit merenggangkannya. (HR Bukhari dan Muslim).

Hadirin jemaah Jumat, rahimakumullah...

Anak yatim kehilangan ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga, sehingga perekonomiannya pun terganggu. Oleh karena itu, sebagai orang yang mampu, kita dapat menyantuni anak yatim dengan memberikan pakaian, makanan, atau sebagian harta kita yang lainnya. Karena sesungguhnya kita tidak akan merugi dengan berbagi. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَسَا يَتِيمًا مِنَ المُسْلِمِينَ كَسَاهُ اللّهُ مِنَ الحَرِيرِ الأَخْضَرِ فِي الجَنَّةِ

Artinya: Barang siapa yang memberi pakaian kepada seorang anak yatim dari kalangan muslimin, maka Allah akan memberinya pakaian dari sutra hijau di surga. (HR ath-Thabrani).

Dalam ajaran Islam, pemeliharaan dan pembinaan anak yatim tak terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik, seperti harta, namun juga mencakup berbagai hal yang bersifat psikis. Salah satu yang terpenting adalah aspek pendidikan maka termasuk unsur penting dalam memuliakan anak yatim adalah dengan turut membiayai pendidikannya.

Pendidikan adalah salah satu hak dasar yang harus dipenuhi bagi setiap anak, termasuk anak yatim. Namun sayangnya, banyak anak yatim yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena keterbatasan biaya.

Maka, jika kita memiliki rezeki lebih, alangkah baiknya untuk berbagi dengan membiayai pendidikan anak yatim. Dengan demikian, kita dapat membantu mereka untuk memiliki masa depan yang lebih baik. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَعْطَى يَتِيمًا مَالاً حَتَّى يَسْتَغْنِيَ بِهِ عَنِ النَّاسِ أَدْخَلَهُ اللّهُٰ الجَنَّةَ

Artinya: Barangsiapa yang memberi seorang anak yatim harta sampai ia dapat mandiri dari orang lain, maka Allah akan memasukkannya ke surga. (HR Al-Baihaqi).

Hadirin jemaah Jumat, rahimakumullah...

Seringkali kita membaca dan mendengar dalam Alquran dan Sunnah tentang orang-orang yang keras hatinya, biasanya digambarkan orang yang keras hatinya adalah yang jauh dari mengingat Allah SWT misalnya yang Allah SWT gambarkan dalam dalam surat Az zumar

أَفَمَنْ شَرَحَ اللّٰهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Artinya: Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allâh hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allâh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS az-Zumar [39]:22).

Hati yang keras atau mulai mengeras memiliki tanda-tanda sebagai berikut pertama, bermalas-malasan dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan, serta meremehkan suatu kemaksiatan.

Kedua, tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat Alquran yang dibacakan. Berbeda dengan kaum mukminin, hati mereka akan bergetar jika dibacakan ayat-ayat Alquran atau diingatkan akan Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla berfirman.

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allâh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal. [QS al-Anfal [8]:2).

Ketiga, tidak terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan cobaan yang diberikan Allah Azza wa Jalla . Allah berfirman:

اَوَلَا يَرَوْنَ اَنَّهُمْ يُفْتَنُوْنَ فِيْ كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً اَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوْبُوْنَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

Dan tidakkah mereka (orang-orang munâfiq) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?. [QS At-Taubah [9]: 126)

Tanda hati keras yang keempat adalah tidak merasa takut akan janji dan ancaman Allâh Azza wa Jalla.

Hadirin jemaah Jumat, rahimakumullah....

Selain balasan istimewa berupa surga yang berdekatan dengan nabi di akhirat, merawat dan menyantuni anak yatim juga memiliki balasan yang sangat istimewa ketika di dunia, yaitu akan dilunakkan hatinya oleh Allah.

Hal ini sebagaimana diceritakan dalam salah satu riwayat sahabat Abu Hurairah, bahwa suatu saat ia mendengar seorang laki-laki yang mengadu kepada Rasulullah perihal hatinya yang keras, kemudian Nabi SAWmenyuruhnya untuk memberi makan orang miskin dan mengusap kepala anak yatim.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِىِّ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ: امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ

Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwa terdapat seorang laki-laki mengadu kepada nabi tentang hatinya yang keras, maka nabi bersabda: Berilah makanan kepada orang miskin, dan usaplah kepala anak yatim.

Hadirin jemaah Jumat, rahimakumullah...

Pada akhirnya mudah-mudahan Allah memberikan kita taufik dan kekuatan untuk bisa memuliakan anak yatim sebagaimana perintah agama amin allahumma amin

بَارَكَ اللّٰهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللّٰهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، أَقَوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى

إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ




(hil/irb)


Hide Ads