Pilunya hati para calon jemaah haji (CJH) furoda asal Jawa Timur mewarnai musim haji tahun ini. Sebanyak 1.200 jemaah harus menelan kekecewaan mendalam setelah dipastikan gagal berangkat ke Tanah Suci.
Harapan mereka menunaikan ibadah haji di Tanah Suci pun pupus. Visa mujamalah yang mereka nantikan tak kunjung terbit hingga batas akhir keberangkatan, meski sebagian besar telah membayar biaya hingga ratusan juta rupiah.
Salah satunya Ali Yasin, calon jemaah asal Surabaya, yang mengaku harapannya runtuh saat kabar gagalnya keberangkatannya ke Tanah Suci dipastikan benar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 1.200 CJH Furoda Jatim Gagal Berangkat |
"Hari ini jadi hari paling berat. Visa belum terbit, Saudi sudah hampir tutup. Kami berharap ada keajaiban, semoga Menteri Agama yang jadi Amirul Hajj bisa lobi pemerintah Saudi. Kalau tidak, ya kami coba lagi tahun depan," tutur Ali lirih, Jumat (31/5/2025).
Ali menambahkan, kerugian tidak hanya berupa uang, tetapi juga kesiapan mental dan spiritual yang sudah dipersiapkan matang. Ia menyebut ratusan jemaah lainnya mengalami hal serupa, bahkan ada yang sudah lansia dan sangat berharap bisa berangkat tahun ini.
Sementara itu, Ketua DPD ASPHIRASI Jawa Timur, Syihabul Muttaqin menyebut, mayoritas jemaah yang gagal berasal dari Surabaya, Malang, Gresik, hingga Sidoarjo. Ia menyesalkan lambannya proses pengisian kuota tambahan dan minimnya perhatian terhadap nasib para jemaah furoda yang telah mengeluarkan biaya besar.
"Jamaah furoda ini jumlahnya 1.200-an dari Jatim. Mereka sabar, tapi sebagian besar sekarang mulai meminta refund ke travel. Ini harus jadi perhatian. Kuota Indonesia itu sebenarnya tidak ada untuk furoda, yang beredar adalah kuota luar negeri yang diambil oknum travel. Ini jelas melanggar aturan," ujar Syihabul.
Syihabul juga meminta pemerintah lebih terbuka dalam diskusi soal skema haji non-reguler. Menurutnya, minat masyarakat untuk berhaji tanpa antre sangat tinggi dan perlu solusi konkret, bukan sekadar wacana.
Sementara itu, Ketua Umum ASPHIRASI, Amaludin Wahab, juga angkat bicara. Ia mendesak pemerintah untuk tidak menutup mata terhadap fenomena ini. Menurutnya, haji furoda adalah bentuk kebutuhan spiritual masyarakat yang ingin menunaikan ibadah tanpa harus antre belasan tahun.
"Ini bukan soal kaya atau pejabat. Banyak pengusaha, orang tua, yang sudah daftar lama tapi ingin cepat berangkat. Pemerintah harus hadir dengan solusi. Salah satunya skema haji remunurasi dengan tambahan kuota khusus," tegas Amaludin.
Amaludin menyarankan adanya kuota tambahan yang diatur secara proporsional antara haji reguler dan haji khusus, termasuk furoda. Ia juga menilai pemerintah Arab Saudi sebenarnya memberi ruang, namun Indonesia terlalu lamban mengatur dan memanfaatkan kesempatan tersebut.
"Kalau tahun lalu ada tambahan kuota 20 ribu, masa tahun ini tidak ada? Jangan sampai rakyat jadi korban karena ketidakjelasan regulasi," tandasnya.
ASPHIRASI mendorong pemerintah segera mengevaluasi skema haji furoda agar tahun depan tidak lagi terjadi kegagalan massal. Mereka juga meminta penyelenggara travel untuk transparan dan bertanggung jawab terhadap jemaah yang sudah membayar penuh namun tak kunjung berangkat.
(irb/hil)