Jelang kongres nasional Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang digelar Juli 2025, aroma persaingan terasa bukan dari lawan politik, tapi justru dari dalam rumah sendiri. Di Jawa Timur, DPW PSI mengalami perpecahan arah dukungan terhadap 2 sosok calon pemimpin.
Dua nama besar yang digadang-gadang menjadi Ketua Umum penyebabnya. Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo dan Ketua Umum PSI saat ini Kaesang Pangarep. Sejatinya, keduanya adalah bapak dan anak.
Di salah satu sisi ada kader yang masih menaruh harapan besar kepada Jokowi agar menjadi pengarah utama arah politik partai. Kubu pro Jokowi ini berseberangan dengan kader yan tetap solid mendukung Kaesang sebagai Ketua Umum petahana yang dianggap representasi generasi baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diskusi hangat mencuat di kalangan kader, khususnya di Jawa Timur, yang terlihat mulai terbelah dalam dua pandangan besar. Mereka yang ingin partai tetap selaras dengan arah politik Presiden Joko Widodo dan mereka yang mendukung kepemimpinan independen Kaesang Pangarep," ujar Ketua DPW PSI Jatim, Bagus Panuntun kepada detikJatim.
Meski menyadari adanya kubu pro Jokowi dan pro Kaesang, Bagus menilai ini bukan perpecahan yang mengancam, melainkan dinamika alamiah dalam partai muda yang tumbuh bersama semangat demokrasi.
Situasi yang menarik ini terjadi di tengah sistem pemilihan ketua umum PSI yang cukup unik, yakni one man one vote. Tidak seperti partai lain yang mengandalkan suara elite, PSI memberi hak suara langsung kepada seluruh anggota.
Dalam pemilihan ketua umum yang disebut Pemilu Raya PSI tersebut, untuk menjadi Ketua Umum PSI seorang calon harus mendapatkan dukungan dari minimal 5 DPW dan 20 DPD.
Hingga saat ini Jokowi sendiri belum menyatakan sikap yang tegas. Dia mengatakan bahwa dirinya masih mengalkulasi apakah akan maju mencalonkan diri sebagai calon ketua umum atau tidak.
"Masih dalam kalkulasi," katanya sembari bercanda, "kalau saya mendaftar, bisa-bisa yang lain mundur."
(dpe/abq)