Ada-ada saja pengalaman unik yang pernah dialami Hafis. Pria asal Sidoarjo itu baru sadar bila sepatu yang dia pakai antara kaki kanan dan kaki kiri beda merek hingga modelnya, padahal sudah seharian menjalani aktivitas di kampus.
Aksi konyol dan jenaka itu dialami Hafis pada Mei 12 tahun silam saat dia masih mahasiswa. Kala itu, dia yang berkuliah di salah satu kampus swasta ternama di kawasan Surabaya Timur bangun kesiangan.
Dia bangun tidur sekitar pukul 08.45 WIB padahal pagi itu dia ada mata kuliah yang mesti ditempuh sekitar pukul 09.00 WIB. Secepat bledek dia awali pagi yang tak biasa itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pas baru bangun, lihat jam, mepet banget kan, langsung mandi, manasin motor, pakai sepatu, ambil buku, terus berangkat ngampus," ujar pria 30 tahun itu kepada detikJatim, Senin (12/5/2025).
Dengan seluruh aktivitas yang tepat, cepat, dan presisi dia tetap mampu tiba di kampus tepat waktu. Dia beruntung karena dosennya pun datang sedikit terlambat dari waktu yang ditentukan.
Hafis mengaku dia orang yang perfeksionis. Dia hampir tidak pernah lupa apapun hal atau benda yang akan dia bawa saat hendak bepergian ke mana pun. Tapi tidak hari itu.
Mulanya Hafis merasa tidak ada yang janggal. Bahkan hingga seluruh mata kuliah dia rampungkan seluruh aktivitasnya, juga situasi pada dirinya dan sekitarnya, 'aman-aman saja'.
Usai perkuliahan dia pun nongkrong bersama teman-temannya di kantin langganan mereka. Saat bercanda, ngopi, dan ngemil, ada temannya yang kemudian menyindirnya.
"Iya disindir 'Eh ono arek sing dino iki koyoke lagi nggak bek' (eh ada anak yang ini hari ini sepertinya lagi nggak beres). Tapi ya saya diam saja, wong saya merasa nggak ada yang aneh," ujar pria yang sempat ngekos di Mulyorejo Surabaya itu.
Usai nongkrong, dia melanjutkan ke masjid untuk Salat Zuhur. Usai salat itu dia sempat disindir lagi oleh teman-temannya, ada apa dengannya hari ini? Tapi karena tidak merasa ada yang aneh dia tanggapi santai.
"Sempat diguyoni lagi setelah salat, ada yang bilang 'Sek gak ngeroso ta kon? opo gak sesek sing sijine?' (Masih tidak merasa kah kamu? Apa tidak sesak kaki yang satunya?)," katanya sedikit tertawa.
Hafis saat di masjid itu masih merasa tidak ada yang aneh dengan pakaian dan apapun yang melekat padanya. Hingga akhirnya dia sadar saat mau memakai sepatu.
Sepatu yang dia pakai berbeda. Bukan cuma warnanya tapi juga ukurannya dan modelnya yang berbeda. Dan komposisi sepasang sepatunya itu sangat hancur kalau niatnya mau jadi trend setter.
"Pas mau pakai sepatu, baru ngeh, ya otomatis misuh (mengumpat) lah, kok isok sing sikil tengen gawe Converse sing high, sing kiwo gawe Adidas Gazzele sampek kampus, werno e bedo pisan (Kok bisa kaki kanan pakai Converse high, yang kiri pakai Adidas Gazzele sampai kampus, warnanya berbeda pula)," katanya sambil menggelengkan kepala.
Bak pepatah, 'nasi telanjur jadi bubur', Hafis berupaya menjalani sisa harinya di kampus dengan tetap percaya diri meski benar-benar menahan malu. Dia tertawa sambil melontarkan jurus ngeles yang sangat garing ke teman-temannya bahwa niatnya mau jadi trend setter.
Maka momen lucu saat masih mengenyam bangku perkuliahan itu tak pernah dia lupakan hingga kini dia sudah menjadi seorang kepala rumah tangga.
"Ya ambil hikmahnya saja, buat apa diambil pusing. Kalau teman saya bukan ambil hikmahnya, tapi ambil pasangannya (sepatu), ben jangkep gawene (biar utuh pakainya)," kata Hafis sambil tertawa padahal guyonannya tetap saja garing.
(dpe/hil)