Siang itu Henry, pria 24 tahun asal Surabaya sedang ngadem di mal saat jam istirahat makan siang. Dia memilih salah satu mal di kawasan Surabaya barat karena dekat dengan kantornya.
Tujuan Henry saat itu ada dua, menenangkan pikiran dan mengisi perut dengan menu murah meriah di food court. Tapi rencananya berubah drastis begitu dia melewati sebuah toko parfum di mal tersebut.
"Ada mbak-mbak SPG berdiri di depan, langsung nawarin parfum. Kebetulan sebenarnya aku juga tahu merek parfum itu, wanginya enak, tapi belum kepikiran beli karena budget. Aku udah mau nolak, tapi ya dasar anaknya nggak enakan, malah nyodorin tangan buat dicoba," kata Henry kepada detikJatim, Selasa (13/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu semprotan, dua semprotan, hingga pada aroma parfum keempat, Henry mulai kepincut. Apalagi SPG itu semakin semangat menawarkan produk tersebut kepada dirinya.
"Katanya waktu itu 'Mas cocok banget pakai ini, aromanya maskulin'. Aku ketawa, padahal di dalam hati nangis. Dompetku cuma tinggal seratus ribuan. Tapi karena udah nyoba banyak, nggak enak dong kalau nggak beli," ujarnya.
Akhirnya Henry pun mengambil satu parfum sembari mengecek saldo di rekeningnya. Pada saat yang sama itulah sang SPG menawarkan paket hemat. Entah kenapa kepala Henry tiba-tiba mengangguk.
"Tapi malah dibujuk ambil paket hemat beli dua. Dan aku malah ngangguk," katanya.
Transaksi telah disepakati. Total belanja Henry saat itu mencapai sekitar Rp600 ribu. Sedangkan sisa uang di rekeningnya cuma Rp100 ribu, padahal gajian masih beberapa hari lagi.
Saat keluar dari toko, Henry pun berdiri terpaku di depan eskalator sambil menatap kantong belanja yang menggantung di tangannya. Tas belanjaan parfum itu telah membuat dompetnya menjadi begitu tipis meski untuk beberapa hari ke depan dia akan tampil begitu wangi.
"Waktu itu rasanya kayak habis beli bom. Aku wangi, tapi miskin," katanya datar.
Selama beberapa hari, Henry harus ekstra hemat. Dia kerap makan mi instan, tidur lebih awal biar nggak lapar, hingga menghindari ajakan nongkrong dari teman-temannya.
"Beberapa malam aku hitung uang sambil buka-buka parfum. Aku sempat kepikiran mau jualin parfum itu," katanya.
Henry akhirnya mengakui bahwa pelajaran terbesar pada hari itu bukan soal belanja impulsif atau perencanaan keuangan. Melainkan tentang bahayanya rasa sungkan.
"Kadang yang bikin bangkrut bukan gaya hidup mewah, tapi rasa nggak enakan yang overdosis," pungkasnya.
(dpe/abq)