Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya (UB) Dr. Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H. menyoroti dugaan pelecehan seksual oleh dokter terhadap pasien yang terjadi akhir-akhir ini. Kasus dugaan kekerasan seksual oleh dokter dinilai sebagai fenomena 'gunung es'.
Menurut Fachrizal mencuatnya kasus dugaan kekerasan seksual melibatkan dokter, mencerminkan masih lemahnya sistem pencegahan kekerasan seksual di suatu lingkungan.
"Ini adalah puncak dari kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dengan kelainan seksual. Kuncinya ada pada sistem pencegahan," ujar Fachrizal kepada wartawan, Sabtu (19/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fachrizal mengungkapkan meskipun beberapa kampus telah membentuk satuan tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) pasca disahkannya Undang-Undang TPKS pada 2022.
Namun efektivitasnya masih perlu dievaluasi. Ia menilai munculnya kasus ini ke publik merupakan sinyal bahwa satgas tersebut belum berjalan optimal.
"Satgas-satgas ini belum bisa efektif, maka perlu ada evaluasi dan penguatan. Namun, hadirnya UU TPKS dan satgas ini juga menumbuhkan keberanian korban untuk speak up, dan ini tren yang positif," tambahnya.
Fachrizal menyebut bahwa kasus-kasus kekerasan seksual seperti ini telah lama terjadi dan bersifat laten.
Namun, kini korban mulai lebih berani melapor melalui berbagai saluran, termasuk media sosial.
Meningkatnya jumlah korban yang berani bicara menunjukkan bahwa budaya patriarki masih menjadi akar persoalan yang harus dibenahi secara sistemik.
Fachrizal juga menyoroti pentingnya SOP yang ketat, terutama dalam konteks dunia medis.
"Jangan sampai dokter dan calon dokter menyalahgunakan akses terhadap obat-obatan untuk melakukan tindakan serupa di masa mendatang," tegasnya.
Fachrizal turut menyampaikan harapannya agar kasus-kasus kekerasan seksual tidak diselesaikan dengan jalur damai, melainkan harus ditangani secara profesional.
"Harus ada sistem pencegahan yang dibangun secara menyeluruh, dan kasus-kasus seperti ini jangan diselesaikan damai. Harus ditindak secara hukum agar memberikan efek jera," pungkasnya.
(ihc/fat)