Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya menciptakan inovasi ramah lingkungan berbahan limbah, yaitu briket dari ampas kopi dan kulit ari kelapa.
Inovasi ini dikembangkan oleh Maulana Husein Syafri, mahasiswa Program Studi Teknik Industri. Penelitian briket ini memakan waktu antara 6 hingga 12 bulan dengan bimbingan Dosen Teknik Industri Untag Surabaya, Heri Murnawan. Briket ini memanfaatkan limbah organik dan mendukung gerakan energi terbarukan.
Maulana terinspirasi dari banyaknya coffee shop di Surabaya, di mana limbah ampas kopi sering kali terbuang sia-sia tanpa dimanfaatkan lebih lanjut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang banyak coffee shop di Surabaya, limbah ampas kopi biasanya terbuang sia-sia. Ada yang dimanfaatkan sebagai pupuk, lalu saya kepikiran untuk membuat briket. Saya meneliti, mempraktikkan, dan ternyata bisa," kata Maulana saat ditemui detikJatim di Untag Surabaya, Minggu (16/2/2025).
Dalam proses pembuatannya, Maulana mencampurkan ampas kopi dan kulit ari kelapa dengan tepung tapioka dan air sebagai perekat. Setelah mendapatkan komposisi yang tepat, campuran tersebut dipadatkan menggunakan cetakan khusus untuk menghasilkan briket dengan bentuk yang dapat disesuaikan.
"Setelah dicetak, briket dikeringkan maksimal selama tiga hari. Briket ini memiliki keunggulan dalam hal waktu dan suhu pembakaran. Suhunya bisa mencapai 300Β°C dan dapat bertahan hingga tiga jam," jelasnya.
Pengujian dilakukan dengan memanfaatkan limbah ampas kopi dari coffee shop Jokopi Indonesia sebanyak 330 kg per bulan, sementara limbah kulit ari kelapa diperoleh dari UMKM Ridho Abadi dengan jumlah mencapai 240 kg per bulan.
Briket inovasi ini terbukti memiliki daya tahan tinggi dan menghasilkan lebih sedikit residu dibandingkan bahan bakar konvensional. Briket ini mampu bertahan selama 2-3 jam saat digunakan dan hanya menghasilkan sekitar satu persen residu abu, jauh lebih sedikit dibandingkan arang konvensional.
Melihat potensi besar dari inovasi ini, Maulana berencana mengembangkan usahanya untuk memproduksi dan menjual briket berbasis limbah kopi dan kulit ari kelapa.
"Saya optimistis produk ini memiliki peluang pasar yang menjanjikan dan berencana membuka usaha dalam waktu dekat," ujar mahasiswa yang akan diwisuda pada 23 Februari mendatang.
Maulana juga berharap inovasi ini dapat dikembangkan menjadi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan meningkatkan kapasitas mesin produksi agar volume produksi bisa lebih besar dan hasilnya lebih maksimal.
Mahasiswa semester sembilan ini juga ingin mengembangkan alat pencetak briket yang dilengkapi dengan pemanas (heater) untuk mempercepat proses pengeringan.
"Teknologi ini akan membuat proses produksi lebih efisien. Desain alat pencetak juga fleksibel, sehingga bentuk cetakan dapat diubah sesuai kebutuhan pengguna," jelasnya.
Sementara itu, dosen pembimbing Maulana, Heri Murnawan, mengatakan bahwa briket berbahan dasar kulit batok kelapa yang dicampur dengan ampas kopi ini bisa menjadi peluang bagi UMKM, terutama setelah mempertimbangkan biaya produksi yang lebih murah.
"Dari beberapa kali eksperimen, selain memiliki panas lebih kuat, briket ini juga lebih murah dan proses pembuatannya menggunakan mesin. Selama ini, belum ada UMKM yang mengolahnya dengan metode seperti ini. Kebanyakan masih menggunakan batok kelapa atau arang kayu biasa," pungkasnya.
(ihc/iwd)