Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM melakukan penelitian bencana tanah gerak dan dan longsor di Desa Ngrandu, Kecamatan Suruh, Trenggalek. Warga diingatkan terkait potensi longsor susulan.
"Kami melakukan pemetaan geologi, kemudian ada pemetaan batuan penutup, batuan penyusun di permukaan, kemudian identifikasi geologi untuk mengetahui apakah ada sesar atau patahan," kata Ketua Tim Kerja PVMBG Badan Geologi, Oktory Prambada, Selasa (14/1/2025).
Selain itu pihaknya juga melakukan foto udara untuk memetakan dan mengukur wilayah yang terdampak gerakan tanah dan longsor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya PVMBG akan mengeluarkan rekomendasi berupa peta situasi yang menampilkan mahkota longsor, retakan, arah longsoran dan potensi longsor ke depan. Hasil penelitian bakal disampaikan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek untuk ditindaklanjuti sebagai landasan untuk menentukan kebijakan.
"Akan diketahui, apakah daerah ini masih bisa ditanggulangi secara mandiri atau harus relokasi. Kami juga diminta untuk meneliti lokasi yang rencananya akan digunakan sebagai tempat relokasi," jelasnya.
Sementara itu dari hasil analisis sementara, tim PVMBG menemukan adanya mahkota longsor berskala besar di kawasan perbukitan di Dusun Depok, Desa Ngrandu tersebut. Titik longsor melingkar dari sisi barat, utara hingga timur.
"Dari penginderaan jauh, ini ada satu mahkota longsor. Tadinya dari pemetaan kami tanpa drone itu ada dua, kemudian kami konfirmasi kembali ternyata ada satu dengan cakupan yang luas. Dua titik longsor itu tersambung," ujarnya.
Foto udara juga menunjukkan sebaran retakan tanah terjadi secara intensif menuju ke hilir. Retakan tanah mengarah ke timur laut dan barat daya.
"Kami masih identifikasi di mahkota longsor, apakah retakan yang terjadi ini akan berpotensi menarik bagian di atasnya lagi," imbuhnya.
Potensi Longsor Susulan Masih Besar
Okto menyebut potensi terjadinya longsor susulan masih cukup besar, mengingat area yang tedampak bencana sama sekali belum dilakukan upaya penanganan. Rekahan tanah yang ada di kawasan perkampungan dibiarkan menganga tanpa ada upaya penutupan, sehingga air dengan mudah masuk ke dalam tanah dan membentuk jalur longsor.
"Retakannya seperti yang kita lihat belum tertangani dengan baik. Kemudian daerah ini juga masuk daerah lemah, karena di bagian badat daya itu ada sesar yang memanjang. Ada retakan-retakan yang intensif dan itu konsisten mengarah ke sesar sesuai peta geologi," jelasnya.
Tak hanya itu di kawasan jalur longsor terdapat aliran sungai yang ikut membawa material tanah ke arah hilir. "Jadi potensi longsor susulan masih besar, bahkan bisa juga rawan banjir," kata Okto.
Dijelaskan, terjadinya tanah gerak dan longsor di Desa Ngrandu, Kecamatan Suruh tersebut dipicu oleh multifaktor, antara lain kondisi batuan penyusun, tata guna lahan serta intensitas curah hujan.
"Curah hujan hujan cukup berperan, apalagi di dua bulan terakhir ini sangat tinggi. Dampaknya batuan yang ada di sini yaitu batuan vulkanik kurang padu kemudian daerah lemah karena berdekatan dengan sesar," ujarnya.
Sebelumnya 38 rumah yang berada di Dusun Depok, Desa Ngrandu harus dikosongkan akibat terjadi bencana tanah gerak dan longsor. Retakan tanah terjadi secara masif di kawasan perkampungan dan rumah penduduk. Saat ini 119 jiwa mengungsi ke dua posko pengungsian serta rumah kerabatnya.
(abq/iwd)