Diduga ada aroma politik dari laporan dugaan KDRT terhadap politisi PPP yang saat ini duduk di DPRD Banyuwangi, SA (39). Kuasa hukum SA yang menyampaikan itu.
Raden Bomba Sugiarto, kuasa hukum SA menyampaikan bahwa laporan yang ditujukan kepada kliennya itu sudah direncanakan dengan tujuan menjebak terlapor SA.
"Sebagai kuasa hukum melihat ini sudah terstruktur, sistemik, dan masif di sebelah barat sudah ada temannya yang standby merekam, kejadian tidak sampai 1 menit langsung vidio dijadikan barang bukti," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya langsung visum yang hasilnya seperti itu. Kemudian menurutnya ada 2 alat bukti ini cukup untuk memidanakan seseorang," lanjut Bomba.
Ia menambahkan, istri kliennya sudah 6 hari dengan sengaja meninggalkan rumah tanpa kabar. Sementara rumahnya sengaja dikunci dan digembok sehingga terlapor tidak bisa masuk rumah selama 6 hari itu.
Akibatnya, SA bersama anak nomor 2-nya yang berusia 11 tahun berada di luar rumah. Terlapor dan sang anak pun terpaksa tidak mengganti pakaian selama 6 hari dan tidur di toko.
Bahkan, kata Bomba, putra mereka yang duduk di bangku SD itu terpaksa tidak bersekolah karena seluruh perlengkapan sekolahnya berada di dalam rumah.
"Ini klien saya sudah berupaya menghubungi, mencari, dan menjalin komunikasi dengan keluarga istri. Namun, tidak membuahkan hasil. Klien saya sengaja menggembok pagar agar istrinya mencari, jadi pagar ini ada 2 gembok," terangnya.
Pagar digembok itu menurutnya merupakan upaya dari kliennya agar ada komunikasi dengan istrinya. Tapi ternyata ujung dari penggembokan rumah itu justru penjebakan.
"Di mana klien kami hanya menepis tangan sang istri yang diacungkan ke wajah lalu menjauhkan dengan menghalau pinggang bagian atas, tapi disebut memukul," tambahnya.
Pihaknya memastikan, ada upaya politis yang mengincar kursi kliennya di DPRD Banyuwangi dengan cara menunggangi konflik rumah tangga kliennya.
Namun, ia memastikan kliennya tetap bisa fokus bekerja untuk rakyat dan melindungi ketiga anaknya dari perundungan akibat pemberitaan yang telanjur viral.
"Kami sebagai kuasa hukum berharap kepada pak Kapolresta dan jajarannya hati-hati betul dari sisi politis. Dari TSM pelapor. Ini tentu nanti ada ekses kalau kita mau laporkan balik 317-318 eksesnya kembali lagi nanti. Anak jadi korban dan klien kami yang masih memiliki tugas besar untuk kepentingan rakyat dan negara akan terganggu," kata Bomba.
Namun, Bomba pun menjawab keyakinan pelapor yang bersikukuh dengan 2 alat bukti itu merasa cukup untuk menjatuhkan kliennya. Dia pastikan bahwa dirinya 1.000% siap menghadapinya.
"Dan kami siap mempidanakan serta mencari aktor intelektual dari sisi politik dan yang telah merekayasa ini. Menunggangi konflik keluarga untuk mengincar posisi klien kami," ungkapnya.
"Kami meminta percepatan, walaupun ada ketentuan yang harus prosedural karena klien kami pejabat negara seperti MD3. Tapi klien kami kooperatif dan sudah hadir di Unit Renakta," imbuhnya.
Ia menjelaskan mengapa perkara ini perlu ditangani dengan cepat dan tepat adalah dampak yang ditimbulkan. Khususnya pada psikologis anak-anak pasangan SA dan KR.
"Pasangan SA dan KR dianugerahi 3 anak. Jangan sampai kasus ini berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak-anak itu. Seperti bullying hingga dampak negatif lainnya," terangnya.
Dalam perkara ini, putri pertama pasangan SA dan KR yang tengah nyantri di Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, kata Bomba, diberi dispensasi dan diutus kyai untuk ikut serta menengahi perkara ini.
"Sehingga kami berharap penegak hukum ini berhati-hati betul dalam menangani perkara ini," tegasnya.
Sebelumnya, anggota DPRD Banyuwangi berinisial SA (39) dilaporkan ke Polsek Tegaldlimo oleh istrinya KR (34) atas dugaan KDRT. Penanganan kasus itu kini diambil alih oleh unit Renakta Polresta Banyuwangi. SA kooperatif memberikan keterangan kepada polisi.
(dpe/iwd)