BAKTI: Pembangunan Infrastruktur Digital Butuh Kolaborasi dan Strategi

BAKTI: Pembangunan Infrastruktur Digital Butuh Kolaborasi dan Strategi

Amir Baihaqi - detikJatim
Minggu, 29 Des 2024 14:15 WIB
Listrik dan Kebijakan Lokal Hambat Penyediaan Internet di Wilayah 3T
Ketua Pusat Studi Pengembangan Pemanfaatan Teknologi Digital FISIP Unair Henri Subiakto (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Infrastruktur digital berbentuk menara pemancar selular (BTS) yang dibangun Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) memberi dampak positif pada layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Tersedianya sinyal selular juga membantu pertumbuhan transaksi ekonomi digital, memudahkan akses layanan transportasi, serta penyediaan aktivitas hiburan.

Meski demikian, pembangunan infrastruktur digital tersebut harus dibarengi dengan strategi pemeliharaan dan penguatan kapasitas layanan agar manfaatnya dapat lebih optimal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"BAKTI telah berperan besar dalam menyediakan akses internet di wilayah yang sebelumnya sulit dijangkau. Dibutuhkan kolaborasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat agar pembangunan infrastruktur digital tidak hanya selesai dibangun tapi dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat," kata Ketua Pusat Studi Pengembangan Pemanfaatan Teknologi Digital FISIP Universitas Airlangga (Unair) Henri Subiakto dalam diseminasi hasil penelitian di Jakarta, Minggu (29/12/2024).

Penelitian yang dilakukan Unair di Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur menemukan kendala formulasi kebijakan di tingkat lokal. Misalnya dalam penentuan lokasi pembangunan menara pemancar selular terhambat minimnya data akurat dan survei lapangan yang tidak memadai.

ADVERTISEMENT

Selain itu, pembangunan menara pemancar juga tidak didukung oleh pasokan listrik yang juga memiliki wilayah blankspot. Akibatnya, layanan internet menjadi tidak stabil, tidak dapat diandalkan untuk menunjang layanan vital di pusat pendidikan dan kesehatan. Dan bahkan banyak daerah yang tidak mendapatkan layanan.

Layanan kesehatan yang terhambat, antara lain, rekam medis elektronik, antrian online, dan rujukan online. Sedangkan layanan pendidikan yang terhambat meliputi ujian asesmen nasional berbasis komputer (ANBK), tes computer based test (CBT) dan pemutakhiran data pokok pendidikan.

"Banyak sekolah yang terpaksa mengalokasikan dana bantuan operasional sekolah untuk berlangganan Starlink," terang Henri.

Kendala lainnya adalah bakti baru dapat menyediakan kapasitas bandwith sebesar 2 Mbps untuk setiap manual BTS yang dibangun di daerah 3T.

Keterbatasan kapasitas tersebut menyebabkan pusat layanan pendidikan dan kesehatan mendesak adaptasi teknologi baru seperti layanan internet satelit Starlink dibandingkan membangun menara pemancar.

"Kapasitas bandwith yang disediakan BAKTI masih lebih rendah bila dibandingkan dengan standar operator selular yang mencapai 30 Mbps," terang Henri.

Terbukanya akses internet juga menuntut pemerintah daerah untuk berperan aktif dalam meningkatkan literasi digital. Tujuannya menghindarkan pengguna internet dari dampak negatif, sepeti kecanduan media sosial, kecanduan game online, kecanduan situs porno, terjerat judi online dan terjerat pinjaman online.

Selain itu juga memahami etika digital, kreasi inovasi digital, komunikasi kolaborasi, akses layanan dan ekosistem digital, serta keamanan digital.




(abq/fat)


Hide Ads