Seorang guru honorer SMP swasta di Dampit, Malang dilaporkan ke polisi karena menampar salah satu pelajar. Proses mediasi digelar Polres Malang hingga disepakati adanya pencabutan perkara.
Upaya mediasi dalam rangka penyelesaian hukum secara restorative justice sudah dijadwalkan sebelumnya dengan menghadirkan sejumlah pihak termasuk terlapor yang didampingi kuasa hukumnya Dahri Abdussalam dan pihak korban.
"Dari hasil mediasi hari ini, pelapor memaafkan pelaku serta disepakati untuk pencabutan perkara," kata Kanit Unit PPA Satreskrim Polres Malang Aiptu Nurlehana saat dikonfirmasi pada Jumat (6/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nurlehana mengungkapkan pihaknya sejak awal sudah berupaya untuk mediasi antara pelapor dengan terlapor. Kasus ini dilaporkan pada September 2024 lalu namun upaya yang juga melibatkan pihak sekolah ini belum menemukan titik temu.
"Kami sebetulnya sejak awal sudah berupaya untuk mediasi dalam kasus ini. Tapi baru ini ada titik temu dan disepakati menutup perkara ini," ungkapnya.
Menurut Nurlehana pihaknya akan kembali menggelar pertemuan yang nantinya juga menghadirkan Dinas Pendidikan serta Kementerian Agama Kabupaten Malang agar bisa diambil langkah-langkah konkret pencegahan terjadinya kasus dugaan tindak pidana di lingkungan sekolah.
"Senin, kami gelar pertemuan kembali bersama Diknas dan Kemenag. Bagaimana ke depan tidak terjadi kasus kekerasan di lingkungan sekolah," tuturnya.
Seperti diketahui, seorang guru SMP swasta di Dampit, Kabupaten Malang berinisial RP (39) dilaporkan atas dugaan kekerasan terhadap DE siswa yang duduk di bangku kelas 9 pada akhir Agustus 2024.
Kasus ini bermula saat RP hendak mendisiplinkan muridnya yang kedapatan tidak salat subuh. Pada saat itu ada beberapa murid yang kebetulan tidak melaksanakan ibadah salat. RP kemudian menyuruh beberapa muridnya termasuk korban untuk maju ke depan kelas.
Ketika korban maju, yang bersangkutan disoraki oleh murid lainnya. Korban kemudian spontan mengucapkan kata umpatan. Mengetahui hal itu, RP kemudian menampar korban. Beberapa minggu setelah kejadian, RP dilaporkan ke Polres Malang oleh pihak korban pada akhir September 2024.
"Memang ada laporan, tetapi sejak awal penanganan. Kami mendorong adanya mediasi. Dengan melibatkan banyak pihak termasuk pemerintah desa. Selain anggota DPRD juga," terang Nurlehana.
Erlehana mengaku mediasi juga telah sesuai dengan petunjuk dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang. Yakni meliputi memeriksa sejumlah saksi terkait, hingga koordinasi untuk mencarikan solusi dan dilakukan pendekatan kembali kepada pelapor.
Namun, beberapa kali proses mediasi digelar, belum ada titik temu antara kedua belah pihak. Disisi lain, proses hukum harus terus berjalan sesuai ketentuan.
Nurlehana menambahkan langkah koordinasi dengan sejumlah pihak tersebut lantaran pelapor sempat istilahnya minta ganti rugi sejumlah uang. Di mana nominal yang diminta saat upaya mediasi sebelumnya tersebut disebut tidak masuk akal lantaran terlalu besar.
"Mungkin karena masih keadaan emosi, Ketika di mediasi, waktu itu emosinya masih dikedepankan, akhirnya sampai ada permintaan itu mungkin sampai tidak masuk di akal. Tapi hari ini, semua sudah sepakat saling memaafkan," tegasnya.
Nurlehana berharap kasus pelaporan terhadap guru tersebut bisa menjadi edukasi bagi masyarakat. Bahwasanya tidak semua kasus pelaporan kepada guru akan diproses secara hukum. Sebaliknya, kepolisian juga akan melakukan upaya dalam mencarikan solusi penyelesaian di luar proses hukum.
"Supaya ini jadi edukasi buat masyarakat, bahwa terkait penanganan guru itu kami juga mengedepankan penyelesaian di luar proses hukum," harapnya.
"Supaya masyarakat tahu. Jadi tetap harus berproses, tetapi dalam proses perjalanan ini kami tetap mencarikan solusi," pungkasnya.
(dpe/iwd)