Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan surat edaran yang meminta pejabat negara melakukan efisiensi belanja perjalanan dinas minimal sebesar 50%. Kebijakan Menkeu Sri Mulyani memangkas anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen membuat BADKO HMI Jatim buka suara.
Ketua Umum BADKO HMI JATIM Yusfan Firdaus menyayangkan hal tersebut. Sebab, kebijakan yang dilakukan oleh Sri Mulyani dirasa kurang solutif terhadap perputaran perekonomian di dalam negeri, karena hal tersebut memberikan dampak negatif terhadap pendapatan UMKM, perhotelan, dan berbagai usaha lainnya di dalam negeri.
"Kebijakan yang diteken oleh Menteri Keuangan saya rasa tidak solutif, karena berdampak terhadap pendapatan beberapa sektor UMKM, Perhotelan dan usaha lainnya" ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusfan menjelaskan bahwa seharusnya Sri Mulyani sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut turun langsung ke bawah untuk menyerap aspirasi para pelaku UMKM, pengusaha perhotelan dan lain-lain. Agar kebijakan tersebut tepat sasaran dan berdampak positif terhadap perputaran ekonomi.
"Tidak perlu belajar ilmu ekonomi kelas tinggi untuk melihat dampak dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Sri Mulyani, cukup tahu tentang ilmu ekonomi dasar saja. Bayangkan apabila anggaran perjalanan dinas dipotong 50 persen maka perputaran ekonomi untuk UMKM, perhotelan, dan usaha lainnya tentu juga terminimalisir pendapatannya," bebernya.
"Kebijakan yang dikeluarkan oleh Sri Mulyani harus tepat sasaran, harus tahu kondisi real dilapangan dan jangan membunuh perlahan para pelaku UMKM di daerah-daerah" tambah pria kelahiran Kabupaten Situbondo tersebut.
Yusfan menegaskan bahwa Badko HMI Jatim akan selalu mendukungan kebijakan Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto. Namun akan selalu menjadi oposisi terhadap kebijakan yang tidak pro terhadap kepentingan rakyat.
Badko HMI Jatim, kata Yusfan juga meminta kepada pemerintah untuk tidak mengurangi sama sekali perjalanan dinas kementerian/lembaga di dalam negeri karena anggaran tersebut sangat bagus diputar negeri dan hal tersebut sangat berdampak pada stabilitas ekonomi di daerah-daerah.
"Harusnya anggaran perjalanan dinas keluar negeri yang dipotong bahkan sebesar 70 persen agar anggarannya tidak banyak berputar di luar dan tetap berputar di dalam, makanya pemotongan anggaran perjalanan dinas di dalam negeri itu tidak tepat sasaran" tegas yusfan.
Selain itu Yusfan mengapresiasi keputusan pemerintah dalam menunda kenaikan Pajak 12%, karena kondisi ekonomi di Indonesia masih belum stabil pasca pandemi COVID-19.
"Badko HMI Jatim menganalisa bahwa apabila pemerintah nekat menaikkan Pajak 12 persen tanpa adanya kajian yang terukur serta berakibat fatal, misalnya akan banyak buruh pabrik, karyawan perusahaan di PHK karena perusahaannya tidak mampu lagi memberikan gaji yang disebabkan oleh kenaikan pajak 12 persen. Maka kebijakan tersebut dapat dipastikan tidak pro terhadap rakyat dan Menteri Keuangan kurang paham ekonomi mikro di Indonesia," tegasnya.
"Penundaan Pajak 12% alhamdulillah sudah tepat, pemerintah harus mengkaji ulang dan jangan sampai kebijakan akan menaikan Pajak 12% memberikan dampak negatif, misalnya ada PHK besar-besaran oleh perusahaan kepada karyawan-katyawannya, tentu itu adalah bentuk kezaliman pemerintah" tambahnya.
Yusfan meminta kepada Sri Mulyani untuk mencabut dan mengkaji ulang pemangkasan anggaran perjalanan dinas kementerian/lembaga sebesar 50% tersebut dan menegaskan akan mengintruksikan Kader HMI se Jawa Timur untuk menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah melalui Direktoral Jenderal Pajak di daerah masing-masing dalam bentuk Aksi Demonstrasi.
(faa/iwd)