Batas minimal usia menikah menurut pemerintah adalah 19 tahun. Namun, BKKBN menyarankan agar pernikahan dilakukan setelah usia 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Simak manfaat menikah di usia 21 tahun ke atas.
Saran tersebut bukan tanpa alasan. Pernikahan dini dapat menimbulkan banyak kerugian dan tantangan yang harus dihadapi. Kerugiannya tidak hanya dirasakan individu yang menikah, tetapi juga berpengaruh pada keluarga dan yang utama masa depan anak-anak, dengan dampak jangka panjang baik secara psikologis, fisik, maupun ekonomi.
Di sisi lain, kasus pernikahan dini masih menjadi perhatian serius pemerintah. Menurut laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, angka perkawinan anak memang terus menurun dalam tiga tahun terakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2021, angka perkawinan anak menurun dari 10,35 persen menjadi 9,23 persen. Kemudian turun lagi menjadi 8,06 persen pada tahun 2022, dan mencapai 6,92 persen pada 2023. Meskipun demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar angka pernikahan dini dapat turun hingga mencapai 0 persen.
Batas Minimal Usia Menikah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, batasan usia minimal untuk menikah, baik laki-laki maupun perempuan, adalah 19 tahun. Hal ini bertujuan untuk melindungi kesehatan calon pengantin yang masih muda.
Penentuan batasan usia ini didasarkan pada fakta bahwa masa reproduksi yang baik bagi wanita adalah antara usia 20-35 tahun. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki risiko tinggi.
Namun, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga merekomendasikan usia ideal menikah, yakni 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Pada usia ini, mereka dianggap sudah memiliki kesiapan fisik dan mental yang lebih baik.
Kenapa Menikah Minimal 21 tahun?
Dilansir dari laman resmi BKKBN, pentingnya kesiapan dalam berbagai aspek sebelum pernikahan disampaikan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Dalam hal ini, terdapat 10 dimensi penting yang perlu dipersiapkan sebelum menikah untuk menciptakan keluarga yang berkualitas.
1. Kesiapan Usia
Menurut BKKBN, usia ideal untuk menikah adalah minimal 25 tahun untuk laki-laki dan 21 tahun untuk perempuan. Menikah di usia yang terlalu muda dapat menimbulkan risiko kesehatan, seperti risiko keguguran pada ibu hamil karena organ reproduksi dan rahim yang belum cukup matang, risiko anemia, hingga gangguan stunting pada bayi.
Meskipun batas usia minimal menikah menurut hukum adalah 19 tahun, BKKBN menyarankan menunda hingga usia yang lebih matang untuk kesiapan fisik dan mental yang lebih baik. Tidak hanya itu, bagi laki-laki, di rentang usia 25 tahun, seseorang dinilai sudah memiliki kematangan emosi dan kemampuan bekerja.
2. Kesiapan Fisik
Setelah pernikahan, kehidupan akan berubah. Kehidupan tidak hanya seputar diri sendiri namun juga dengan pasangan yang membentuk sebuah keluarga. Ketika menikah kita harus siap untuk mencari nafkah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan mengurus anak.
Oleh karena itu, menjaga kesehatan sebelum pernikahan sangat penting. Konsumsi vitamin, rajin berolahraga, makan makanan bergizi, dan menjalani pola hidup sehat adalah langkah-langkah yang perlu diterapkan.
Bagi pria, menjaga kondisi fisik yang prima adalah hal yang sangat penting. Sementara itu, wanita disarankan untuk rutin mengonsumsi obat penambah darah sejak remaja, agar terhindar dari anemia saat hamil dan mencegah risiko stunting pada bayi.
Kesiapan fisik juga krusial untuk kehidupan mendatang. Jika kita tidak menerapkan gaya hidup sehat atau menjaga kesehatan tubuh sejak hari ini, dampaknya berpotensi mempengaruhi kesejahteraan keluarga di masa depan.
Sebelum menikah, setiap pasangan disarankan untuk melakukan medical check-up pranikah. Ini akan membantu memahami kondisi kesehatan pasangan dan menciptakan keluarga yang berkualitas.
3. Kesiapan Finansial
Kebahagiaan dan kualitas keluarga memang tidak hanya ditentukan oleh nominal rupiah. Namun, berpikir logis dalam hubungan sangat penting. Roda kehidupan rumah tangga akan terus berjalan, sehingga keperluan mendasar hingga masa depan, seperti biaya anak, perlu dipikirkan sebelum pernikahan.
Saat menikah, biaya hidup biasanya akan meningkat. Beberapa keluarga memiliki spesialisasi masing-masing, istri menjadi ibu rumah tangga, atau diperbolehkan, bahkan harus untuk bekerja. Ada juga yang memilih berinvestasi sebagai persiapan kehidupan di masa tua, agar tidak bergantung anak dan tidak membuat anak menjadi generasi sandwich.
Kesiapan finansial juga berpengaruh pada kualitas pertumbuhan anak. Anak yang diberi gizi terbaik akan tumbuh sehat. Gizi yang baik diperoleh dari makanan, vitamin, dan lain-lain, yang tentu memerlukan biaya.
Dengan finansial yang baik, anak bisa mendapatkan pendidikan terbaik, mulai dari barang-barang untuk merangsang pertumbuhan hingga pemilihan sekolah yang berkualitas. Selain itu, orang tua juga bisa mendukung hobi dan kelebihan anak dengan baik.
4. Kesiapan Mental
Pernikahan tak selalu berjalan mulus seperti saat pacaran. Masalah rumah tangga bisa sangat banyak, jadi kesiapan mental sangat diperlukan untuk menghadapinya. Saat hidup bersama, sikap masing-masing akan mulai terlihat.
Meskipun tampak sepele, menyesuaikan diri dengan orang lain hingga terbentuk pola saling memahami adalah tantangan besar dalam pernikahan. Untuk menghadapi tantangan ini, komunikasi yang baik dan mental yang kuat sangat penting agar bisa bertahan di tengah banyak perselisihan.
Selain itu, belajar tentang kesehatan mental juga krusial bagi calon ayah dan ibu. Fase setelah memiliki anak membawa tantangan tersendiri bagi orang tua baru, seperti baby blues, masalah ekonomi, dan masalah lain yang sangat mungkin terjadi. Dalam menghadapi semua ini, kerja sama dan dukungan satu sama lain sangat dibutuhkan.
5. Kesiapan Emosi
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu indikasi bahwa seseorang belum memiliki kesiapan emosional saat menikah. Ketika menikah, emosi perlu diatur dengan baik. Ini bukan berarti harus ditahan sepenuhnya, tetapi harus disampaikan dengan cara yang tepat. Komunikasi yang efektif adalah kunci utama dalam hal ini.
Emosi yang tidak terkendali dan diekspresikan dengan cara yang salah kepada pasangan atau keluarga bisa memicu masalah mental, baik pada istri maupun anak. Hal ini dapat sangat mempengaruhi kehidupan keluarga ke depannya dan bahkan bisa berujung pada perceraian.
6. Kesiapan Sosial
Setelah menikah, kita akan beradaptasi dengan lingkungan baru, termasuk dengan orang-orang baru seperti keluarga besar pasangan, teman pasangan, dan organisasi yang perlu diikuti. Kesiapan sosial adalah salah satu hal yang harus kita persiapkan. Dengan mempersiapkan diri dengan baik, kita juga bisa menjadi teladan yang baik bagi anak.
Sehingga dia dapat menjadi sosok yang nyaman dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan banyak orang. Berbagai pengalaman dan kegiatan sosial yang baik akan mendukung pertumbuhan anak dan membantu ia dalam berinteraksi dengan orang lain.
7. Kesiapan Moral
Moralitas sangat penting dalam keluarga, ataupun agamanya. Setelah memiliki anak, sebaiknya mengajarkan nilai-nilai moral dan menunjukkan sikap baik. Anak akan mencontoh apa yang dilakukan orang tua, sehingga sikap kita sangat mempengaruhi mereka. Selain itu, moral yang baik juga harus diterapkan dalam hubungan suami-istri dan keluarga.
Sikap buruk pasangan yang tidak dikomunikasikan bisa membuat kita merasa tidak nyaman di rumah. Di banyak kasus fatherless di Indonesia, kurangnya waktu yang dihabiskan bersama anak oleh ayah yang fokus hanya pada pekerjaan menunjukkan pentingnya peran moral dan waktu berkualitas dalam pengasuhan anak.
8. Kesiapan Interpersonal
Kesiapan Interpersonal ini berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Sebelum menikah, pastikan kamu bisa berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda, karena kamu juga akan bergabung dengan keluarga pasangan. Kehidupan bersama pasangan akan melibatkan pertukaran pikiran untuk membangun rumah tangga.
Moral yang baik terhadap keluarga sangat penting, karena keluarga besar sering kali menjadi sumber pertengkaran rumah tangga. Pilihlah pasangan yang memiliki moral baik dan pastikan kamu juga mempersiapkan diri dengan moral yang baik.
9. Keterampilan Hidup
Keterampilan hidup yang penting sebelum menikah meliputi membersihkan rumah, memasak, mengasuh anak, serta menjalankan kewajiban sebagai suami, istri, atau orang tua. Bahkan, pengetahuan tentang merawat organ reproduksi dan alat kontrasepsi untuk pengaturan jarak kehamilan juga merupakan keterampilan yang perlu dimiliki.
Setiap pasangan mungkin memiliki prinsip berbeda dalam pernikahan. Ada yang berpikir pekerjaan rumah harus dilakukan istri dan suami bertugas mencari nafkah. Sementara yang lain percaya bahwa mengurus anak dan pekerjaan rumah adalah tanggung jawab bersama. Pilihlah pembagian tugas yang paling nyaman untuk kamu dan pasangan.
10. Kesiapan Intelektual
Kemampuan intelektual tercermin dari aktivitas pencarian informasi seputar kehidupan keluarga. Selalu belajar tentang berbagai hal, mulai dari persiapan kehamilan, gizi anak, dan sebagainya, untuk menambah wawasan.
Kita perlu mengetahui banyak hal untuk diajarkan kepada anak karena kita adalah madrasah pertama bagi mereka. Belajar parenting yang baik, cara menstimulasi perkembangan anak, dan hal-hal terkait lainnya sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang anak dengan optimal.
Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ihc/irb)