Transaksi judi online (judol) pada 2024 meningkat signifikan, mencapai Rp 283 triliun. Pakar Universitas Muhammadiyah Surabaya menyebut Esport jadi salah satu upaya untuk mengatasi maraknya judi online.
"Satu hal menarik, bagaimana esport dan judi online, terkadang itu modusnya judi online tetapi berdalih ini game. Saya kira ini dua masalah berbeda. Esport sudah ada kompetisinya, antar dunia antar negara," kata Radius Setiyawan, Dosen Kajian Media dan Budaya UM Surabaya kepada detikJatim, Rabu, (6/11/2024).
"Ini satu hal berbeda, saya apresiasi Esport hal positif. Dulu main game di era milenial awal, atau generasi baby boomer itu hanya senang-senang, buang waktu dan lain-lain," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Radius menyebut memainkan game dari cabang olahraga menjadi penting bagaimana membuat strategi sesuatu hal berbeda. Game online membutuhkan skill, sedangkan judi online hanya sebatas hoki (beruntung). Bahkan, judi online mengharapkan satu imbalan tertentu dengan keuntungan kelipatan.
"Jelas ini satu hal berbeda. Maka sebenarnya harus ada regulasi undang-undang, kriteria judi online bagaimana, memang permasalahannya di peraturan perundang-undangan, masyarakat harus menyiapkan itu ke depannya di tengah banyaknya korban judi online tersebut," tandasnya.
Dilansir detikNews, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa transaksi judi online (judol) pada 2024 meningkat signifikan, mencapai Rp 283 triliun, dengan semester pertama mencapai Rp 174,56 triliun. Kenaikan ini sebesar 237,48% dibanding tahun sebelumnya.
Ivan menjelaskan bahwa rendahnya nominal deposit, mulai dari Rp 10 ribu, memungkinkan lebih banyak orang, termasuk anak-anak untuk terlibat dalam judi online. Hal ini menciptakan tren transaksi yang semakin masif dan meluas di berbagai kalangan masyarakat.
(abq/iwd)