Raih Gelar Doktor di Unair, Ini yang Dibahas AHY dalam Disertasinya

Raih Gelar Doktor di Unair, Ini yang Dibahas AHY dalam Disertasinya

Sri Rahayu - detikJatim
Senin, 07 Okt 2024 15:29 WIB
AHY saat ujian terbuka doktoral di Unair
AHY saat ujian terbuka doktoral di Unair (Foto: Sri Rahayu/detikJatim)
Surabaya - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjalani sidang doktoral terbuka di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Apa yang dibahas AHY dalam disertasinya?

AHY menyampaikan penelitian yang dibahas ini berfokus pada transformasi ekonomi dan merujuk pada teori pengelolaan sumber daya manusia dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Berdasarkan data tahun 2023, setiap pemimpin memiliki kekuatannya masing-masing. Mari kita beri apresiasi pada presiden kita. Namun, ada tantangan lain seperti demokrasi dan sistem politik kita. Untuk mengelola peluang tersebut, peneliti ini berfokus pada transformasi ekonomi dan merujuk pada teori pengelolaan sumber daya manusia. Teori ini diaplikasikan pada analisis tingkat negara," ujar AHY di Unair Kampus C Surabaya, Senin (7/10/2024).

"Disertasi ini merumuskan sembilan pertanyaan penelitian yang akan dipublikasikan. Skema penelitian ini bertujuan pertama, untuk mendorong kontribusi ilmiah yang lebih kredibel, kedua meningkatkan portofolio akademis dan ketiga, memudahkan diseminasi ide," jelasnya.

Tak hanya itu, ada empat paper penelitian yang disampaikan oleh AHY. Ia menyinggung adanya ketidaksesuaian SDM saat industri membutuhkan tenaga ahli. Seharusnya, program studi dibangun sedekat mungkin dengan laboratorium lapangan dan sektor industri terkait.

"Tata kelola pemerintahan yang baik dapat mendorong struktur industri maju dan zona ekonomi berbasis lingkungan," imbuhnya.

Misalnya pada paper 1, AHY mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terwujudnya transformasi ekonomi, seperti kepemimpinan, kapasitas sumber daya manusia, tata kelola pemerintahan, sektor industri, lalu posisi global hingga ekonomi hijau.

Sedangkan dalam paper 2, AHY menemukan adanya kesenjangan antara program studi dan kebutuhan industri. Menurutnya, ada ketidaksesuaian saat industri membutuhkan tenaga ahli, termasuk bidang manajemen dan informatika.

Sebagai contoh, di Kalimantan yang memiliki potensi tambang dan hutan, justru program studi didominasi oleh teknik non-tambang. Sedangkan di Sulawesi, NTB, dan NTT yang memiliki potensi besar di sektor agrikultur, perikanan, kehutanan, dan peternakan, program studi didominasi oleh bidang kesehatan dan pendidikan.

"Ini perlu evaluasi agar program studi benar-benar sesuai dengan potensi daerah masing-masing," tegas AHY.

Lalu dalam paper 3, AHY menemukan ketidakselarasan antara tema prioritas penelitian secara nasional dengan penelitian yang dilakukan oleh akademisi. Misalnya, kontribusi penelitian terhadap PDB di sektor manufaktur yang mencapai 19,85 persen dari PDB, namun publikasi akademik terkait hanya sekitar 7,80 persen.

Selain itu, dampaknya juga rendah dengan FWCI (Field-Weighted Citation Impact) sekitar 0,57 persen.

AHY juga menemukan rendahnya R&D investment, yang hanya sekitar 0,28 persen dari PDB selama 10 tahun terakhir. Data yang ada, Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Singapura (2,16 persen), Tiongkok (2,43 persen), dan Korea Selatan (4,93 persen). Untuk itu, perlu dilakukan kalibrasi ulang agar riset lebih mendukung pembangunan ekonomi.

Sementara dalam paper 4, AHY menunjukkan percepatan ekonomi memerlukan penguatan dimensi industri tersier sebagai prioritas nasional (39,6 persen), dengan sub-dimensi digital (8,9 persen). Intinya, sektor industri tersier, primer, dan sekunder harus dialokasikan secara tepat untuk mewujudkan transformasi ekonomi.

Oleh karena itu, perlu peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tinggi, serta kehadiran pemimpin transformasional yang mampu menjalankan fungsi pengelolaan sumber daya manusia melalui fungsi orkestrasi, termasuk structuring, bundling, leveraging, hingga configuration.

"Penelitian ini memperkuat pelaksanaan UU No. 59 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)," ujarnya.

Ketum Partai Demokrat ini juga menyampaikan kesimpulan dari isu yang diangkat dalam penelitiannya, salah satunya dibutuhkan kepemimpinan transformasional untuk mengorkestrasi sumber daya manusia demi terwujudnya Indonesia Emas 2045.

"Kesimpulannya, kunci transformasi ekonomi terletak pada kepemimpinan yang efektif, kapasitas sumber daya manusia, serta tata kelola yang mendukung inovasi dan daya saing tinggi," bebernya.

Lalu, yang kedua, terdapat ketidaksesuaian antara program studi yang berkembang di dunia pendidikan nasional dengan kebutuhan sektor industri, di mana bidang studi non-STEM lebih dominan.

Sedangkan yang ketiga, terdapat ketidakselarasan antara output penelitian yang dihasilkan oleh dunia pendidikan dengan prioritas penelitian nasional, yang bertujuan menunjang transformasi ekonomi dan meningkatkan daya saing global.

"Yang keempat, untuk keluar dari jebakan middle-income trap, Indonesia perlu mengorkestrasi sektor prioritas ekonomi strategis dengan penguatan utama melalui peningkatan produktivitas dan eksploitasi sumber daya lokal. Dan yang kelima, dibutuhkan kepemimpinan transformasional untuk mengorkestrasi sumber daya manusia, terutama melalui sektor pendidikan dan pembangunan masyarakat kita," pungkas AHY.


(hil/iwd)


Hide Ads