Puluhan Warga Geruduk Ponpes di Trenggalek Tuntut Penuntasan Kasus Asusila

Puluhan Warga Geruduk Ponpes di Trenggalek Tuntut Penuntasan Kasus Asusila

Adhar Muttaqin - detikJatim
Minggu, 22 Sep 2024 14:01 WIB
Warga geruduk ponpes di kampak Trenggalek
Pukuhan orang geruduk ponpes di Kampak Trenggalek (Foto: Adhar Muttaqin)
Trenggalek -

Puluhan warga mendatangi salah satu pondok pesantren di Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Trenggalek untuk menuntut pertanggungjawaban atas kasus santriwati yang hamil hingga melahirkan. Massa mencari keberadaan pimpinan pesantren.

Kedatangan warga bersama korban dan bayinya dilakukan secara bertahap pada Minggu (22/9/20204) pagi. Mereka tiba di depan pesantren dengan mengendarai sepeda motor dan mobil pikap.

Massa sempat berteriak-teriak meminta pimpinan pondok pesantren keluar dan memenuhi keluarga korban. Namun karena tak kunjung muncul, sebagian menyisir kawasan pondok untuk mencari pengasuh. Upaya tersebut gagal karena yang bersangkutan tidak ditemukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu warga Yaidi, mengatakan kedatangan warga bersama keluarga korban tersebut sengaja dilakukan untuk menuntut pertanggungjawaban pimpinan pesantren, terkait kasus salah satu santriwati yang hamil hingga melahirkan bayi.

Warga geruduk ponpes di kampak TrenggalekMassa menuntut tanggung jawab pimpinan ponpes atas kasus asusila (Foto: Adhar Muttaqin)

"Kami meminta pertanggungjawaban kepada pemimpin pondok, ketika ada santri yang masih aktif di pondok tersebut hamil," kata Yaidi, Minggu (22/9/2024).

ADVERTISEMENT

Warga mengaku geram atas sikap keluarga pesantren yang acuh terhadap kasus asusila tersebut. Terlebih terduga pelaku merupakan pimpinan pesantren itu sendiri.

"Hasil sementara masih kosong, nanti malam ke sini lagi untuk mempertemukan antara korban dengan pemimpin pondok," ujarnya.

Sementara itu orang tua korban, WT mengaku tidak terima atas perbuatan pelaku yang telah menghamili anaknya hingga melahirkan.

"Yang jelas tidak terima, karena yang menghamili menurut cerita anak saya adalah pemimpinnya pondok," kata WT.

Menurut WT, sejak kasus asusila itu mencuat, ia dan keluarganya sama sekali belum pernah bertemu langsung dengan pimpinan pesantren tersebut. Kasus tersebut pun saat ini telah dilaporkan ke Polres Trenggalek.

Saat mengetahui anaknya hamil, WT sempat berniat untuk menemui pimpinan pesantren, namun upaya tersebut dicegah oleh pihak kepolisian, karena kasusnya masih dalam penanganan.

"Sedangkan polisi sampai saat ini keadaannya ya seperti ini (belum ada perkembangan)," ujarnya.

Saat awal kasus ini dilaporkan WT mengaku sempat bertemu dengan penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Trenggalek, ia mendapatkan penjelasan jika saksi tindak asusila tersebut cukup minim, sehingga proses selanjutnya harus menunggu saat anak korban lahir.

"Pak Gigih, bilang pertama kali itu begini, karena kurang saksi , waktu itu katanya menunggu bayi (lahir). Sekarang bayinya sudah sebesar itu, hasilnya seperti apa, nol kalau dari polres," imbuhnya.

Dalam perkara ini pihaknya hanya menuntut agar pelaku diproses hukum sesuai undang-undang yang berlaku. WT pun menolak jika anaknya akan dinikahi oleh pelaku.

"Kalau nanti sudah ada pertemuan (terduga pelaku), kalau katakanlah mau anak saya dinikahi, ya terus terang saya tidak butuh itu, saya tidak mau memiliki menantu seperti itu, karena perilakunya seperti itu saya tidak mau. Yang saya minta itu ya diproses hukum," imbuhnya.




(dpe/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads