Kata Pengamat Soal Pembangunan Transportasi Massal ART di Surabaya

Kata Pengamat Soal Pembangunan Transportasi Massal ART di Surabaya

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 13 Sep 2024 06:30 WIB
CHENGDU, CHINA - JULY 04: Passengers wait to board a red Shudu train featuring the Bashu civilization on July 4, 2022 in Chengdu, Sichuan Province of China. The 30.2-meter-long smart trackless trains Shudu and Tianfu with a maximum capacity of 300 passengers conducted trial runs in Chengdu on Monday. The smart trackless trains have rubber tires and a small turning circle, equivalent of the turning radius of a 12-meter bus. Sichuan was known as Shu in ancient times, and Shudu means capital of Sichuan. (Photo by Liu Zhongjun/China News Service via Getty Images)
Ilustrasi autonomous rapid transit. (Foto: China News Service via Getty Ima/China News Service)
Surabaya -

Pemkot Surabaya tengah merencanakan pembangunan transportasi massal autonomous rapid transit (ART) menggunakan APBD. Namun rancangan ini menuai kritik dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

"Kajiannya sudah dilakukan tahun 2022, namun kalau saya lihat kondisi sosial budayanya itu hanya cocok sementara waktu ini di IKN saja. Selain biayanya mahal, perilaku masyarakatnya belum bisa mendukung," ujar Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan MTI, Djoko Setijowarno kepada detikJatim, Kamis (12/9/2024).

Djoko menilai masih ada sejumlah masalah di Kota Surabaya maupun kota besar lainnya yang dapat membuat autonomus menjadi kurang efektif. Seperti susahnya menertibkan kendaraan bermotor yang kerap melanggar rambu lalu lintas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selain IKN jangan dulu lah. Di Solo saja yang sudah jelas itu jalur relnya banyak yang melanggar," katanya.

Selain itu ada pula masalah konektivitas antar-angkutan umum. Untuk menjangkau autonomus tentu masih diperlukan angkutan penunjang seperti feeder maupun bus.

ADVERTISEMENT

"Antar angkutan umum yang perlu diperbaiki seperti waktu tunggu, kalau di perkotaan waktu tunggunya 10-15 menit. Kemudian perumahan harus bisa dijangkau karena orang kan berangkat dari rumah, pastikan tiap 500 meter ada halte untuk transportasi selanjutnya," tutur Djoko.

Daripada terburu-buru mengembangkan autonomus, Djoko menyarankan ada alternatif transportasi umum lain yang dinilai lebih cocok untuk Kota Surabaya. Transportasi umum itu adalah bus gandeng seperti di Jakarta.

"Bus gandeng itu bagus di Surabaya, lebih cepat dan lebih mudah teknologinya. Pemeliharaan juga mudah dan murah. Jangan dulu autonomus-nya, busnya diperbanyak dulu," pungkas Djoko.

Sebelumnya, Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan bahwa transportasi ART ini sesuai dorongan yang disampaikan Presiden Jokowi.

Selain ART, juga akan dibangun Surabaya Regional Railway Line (SRRL) atau kereta bergerak penghubung Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Targetnya, SRRL yang dibangun dengan APBN beroperasi pada 2029.

"Kami menggunakan ART, ditunjang SRRL menghubungkan Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Kami juga ajukan dengan feeder. Nanti kami itung lagi feeder, kami kembalikan masuk lagi ke perkampungan bisa ngangkat ke pusatnya, bisa naik Bus Semanggi atau Bus Suroboyo lalu menuju ART," ujar Eri.




(dpe/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads