Penyakit osteoporosis menjadi salah atau penyakit yang banyak dialami penduduk Indonesia, khususnya usia lanjut. Guna mendeteksi faktor risiko, Departemen Radiologi FK Unair menggunakan perangkat FRAX atau alat penilaian faktor resiko untuk mendeteksi lebih awal.
Berdasarkan data daru Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) tahun 2022, kasus osteoporosis di Indonesia sudah mencapai 19,7 persen dan data Kemenkes menyebutkan osteoporosis di Indonesia sekitar 10,3 persen. Artinya, dua dari lima penduduk berisiko osteoporosis.
Osteoporosis merupakan suatu penyakit tulang yang ditandai dengan adanya penurunan masa tulang dan perubahan struktur pada jaringan tulang. Kemudian menyebabkan kerentanan tulang meningkat, disertai kecenderungan terjadinya patah tulang, terutama pada proksimal femur, tulang belakang dan tulang radius.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Osteoporosis atau yang biasa disebut "tulang keropos" merupakan silent killer yang umumnya tidak menimbulkan gejala, namun patah tulang akibat osteoporosis dapat menurunkan kualitas hidup serta akan memicu munculnya penyakit penyakit lainnya, sehingga akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas," kata Ketua Pengmas dan Ketua Departemen Radiologi FK Unair-RSU dr Soetomo Prof Dr dr Rosy Setiawati Sp Rad (K) CCD, Jumat (30/8/2024).
Departemen Radiologi FK Unair -RSU dr Soetomo juga melakukan sosialisasi di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan. Melalui pengabdian masyarakat berupa penyuluhan, pencegahan screening ini bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat.
Edukasi yang diberikan seputar memahami penyakit osteoporosis. Kemudian dibekali upaya pencegahan terjadinya patah tulang akibat osteoporosis.
"Kami juga ingin memberikan informasi yang bermanfaat juga kepada tenaga kesehatan di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu terkait pengukuran sistem skoring yang mudah dan cepat dengan menggunakan perangkat FRAX untuk perhitungan resiko patah tulang," jelasnya.
Prof Rosy mengatakan, dengan penilaian faktor resiko menggunakan perangkat FRAX akan mempermudah tenaga kesehatan mengidentifikasi faktor risiko lebih awal. Selanjutnya, penanganan optimal dapat diberikan untuk mengantisipasi keluhan yang lebih berat.
"Diharapkan tenaga kesehatan dapat mengidentikasi faktor risiko lebih awal, sehingga dapat dilakukan alur rujukan untuk melakukan pemeriksaan mineralisasi densitas tulang menggunakan alat DEXA sebagai standar baku emasnya," ujarnya.
Pada saat penyuluhan dan screening, pihaknya menemukan kasus tulang. Kondisi pasien yang datang dengan penyakit lupus erithematous menunjukkan hasil Frax resiko patah sedang.
"Hal ini menunjukkan bahwa perlu tindak lanjut program screening dengan pemeriksaan BMD menggunakan alat DEXA unruk menentukan terapi osteoporosis yang adekuat sesuai dengan kondisi pasien tersebut," pungkasnya.
(abq/iwd)