Fenomena kekurangan siswa sedang dialami banyak sekolah negeri di Jawa Timur. Terutama sekolah dasar. Tak sedikit sekolah negeri di sejumlah daerah yang mengeluhkan banyaknya bangku kelas 1 yang kosong. Termasuk di SDN 2 Nglumpang, Ponorogo, tempat Aisyah Birin bersekolah.
Aisyah adalah satu-satunya murid baru di SDN 2 Nglumpang, Kecamatan Mlarak, yang didapatkan pada tahun ajaran baru 2024-2025. Meski sendirian, Aisyah tetap bersekolah dan dengan percaya diri duduk di bangku kelasnya, menikmati pelajaran privat yang disampaikan oleh gurunya.
Gadis cilik yang rumahnya dekat dengan SD tempat dirinya bersekolah itu duduk sendirian di ruang kelas 1. Kakaknya juga berada di SD yang sama. Mungkin karena itulah ketika ditanya bagaimana rasanya sendirian di dalam kelas, dia tetap menjawab senang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Senang. Sendirian, banyak teman di luar kelas," kata Aisyah kepada sejumlah wartawan yang menemuinya, Rabu (17/7).
Karena Aisyah menjadi satu-satunya siswa kelas 1 di SDN 2 Nglumpang, Hermy Nurdyah sebagai guru kelas 1 mengakui bahwa metode belajar yang dia terapkan berubah total menjadi privat.
"Kalau metode belajar jadinya private, karena cuma satu siswa," kata Hermy.
Biasanya, saat belajar berkelompok, Hermy akan menjalankan metode tertentu untuk mengimbangi antara anak yang cepat belajar dan tidak. Kalau hanya ada satu siswa, tentu saja baginya lebih mudah.
Hermy mengaku baru pertama kali ini dirinya mengajar satu siswa saja di dalam kelas. Meski demikian, dia mengaku akan tetap maksimal menjalankan proses belajar mengajar di dalam kelas bersama Aisyah. Apalagi menurutnya Aisyah adalah anak yang aktif dan mandiri.
"Aisyah ini anaknya aktif dan mandiri, bisa menulis juga. Jadi lebih mudah," ungkap Hermy.
Dinas Pendidikan Ponorogo mendata, setidaknya ada 4 SD Negeri yang hanya mendapatkan 1 siswa pada tahun ajaran baru 2024-2025 ini. Selain SDN 2 Nglumpang, ada SDN 4 Ngadirojo di Kecamatan Sokoo, SDN 1 Kauman di Kecamatan Kauman, dan SDN Sukosari di Kecamatan Kauman.
Tidak hanya itu, terdata ada 11 SD Negeri lain di Ponorogo yang pada tahun ajaran baru ini hanya mampu mendapatkan 2 orang siswa saja. Bagi sekolah-sekolah yang kurang beruntung ini, tentu jawaban Aisyah menjadi ironi.
Aisyah yang memang baru pertama kali ini menjalani pendidikan jenjang SD setelah sebelumnya mengikuti pendidikan PAUD hingga TK wajar saja mengaku senang karena pada akhirnya dia berganti seragam merah dan putih. Tapi bagi sekolah tempat dia berada, fakta ini menyedihkan.
Plt Kepala SDN 2 Nglumpang, Kunindyo Basuki Raharjo mengatakan pihaknya telah melakukan sejumlah upaya untuk mendapatkan murid baru. Yakni dengan bekerja sama dengan pihak TK, perangkat desa, dan tokoh masyarakat setempat.
"Upaya kami meningkatkan lagi kerja sama dengan TK setempat dan perangkat desa serta tokoh masyarakat. Supaya adanya kesadaran masyarakat berminat menyekolahkan di sekolah kami," ujar Kunindyo.
Namun kenyataan berkata sebaliknya. Ini karena sekolah tersebut memang berada di lingkungan yang hanya terdiri dari satu dusun. Bahkan menurutnya, TK yang diajak kerja sama memang hanya meluluskan 1 orang siswa, dan itu adalah Aisyah.
"Wilayah kami memang lingkungan satu dusun, kemudian TK mitra kami hanya meluluskan satu anak dan itu sudah masuk ke sekolah kami," kata Kunindyo.
Apa yang dialami sekolahnya pada tahun ajaran ini menurutnya sangat ironis. Apalagi, kata dia, sekolahnya sebenarnya bukan sekolah yang buruk. SD tempat dia memimpin telah berhasil mencetak siswa berprestasi. Salah satunya bahkan ada yang berhasil kuliah di Singapura.
"Prestasi patut kami banggakan. Banyak alumni sukses belajarnya. Salah satunya ada yang kuliah di Singapura. Insyaallah (lulusan) bisa bersaing," kata Kunindyo.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Ponorogo, sejumlah sekolah dasar negeri di tempat lain, beberapa di antaranya seperti di Kota Malang, juga mengalami sedihnya kekurangan siswa. Bahkan opsi merger atau penggabungan sekolah menjadi pertimbangan Pj Wali Kota Malang saat ini.
(dpe/iwd)