.webp)
Nelayan dan petani tambak di Desa Kedungpeluk, Kecamatan Candi, Sidoarjo, harus memutar otak untuk menyalurkan hasil tangkapan maupun benih ikan, di tengah ambrolnya jembatan satu-satunya penghubung kawasan Kota Sidoarjo.
Salah satu petani tambak, Imanurrojid mengatakan sejak ambrolnya jembatan tersebut, dia menyiasati cara pengiriman dan mengeluarkan ongkos lebih untuk distribusi hasil tambaknya.
"Kalau biasanya ongkos Rp 100 ribu, sekarang jadi Rp 200 ribu karena pakai sistem imbal. Jadi pakai dua kendaraan pengangkut, diangkutnya pakai keranjang di atas motor. Ndak bisa pakai mobil pengangkut," ujar Iman kepada detikJatim di lokasi, Rabu (17/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya kesulitan untuk menyalurkan hasil tangkapan, petani tambak juga mengalami kewalahan untuk penyaluran benih, oksigen dan air bersih.
Ia harus memperkerjakan lebih banyak karyawan untuk pengiriman. Proses imbal hasil tangkapan maupun benih ikan ini dilakukan hingga berkali-kali per hari.
"Per siang ini sudah 6 kali imbal. Semuanya pakai sistem disalurkan, jadi perlu waktu lebih lama buat menunggu dan biaya lebih besar," katanya.
Sementara Kepala Desa Kedungpeluk Muhammad Madenan mengatakan jembatan bailey atau jembatan sementara untuk penghubung ditargetkan segera dibangun.
"Karena tidak ada akses lain, jadi jembatan bailey salah satu solusi sementara. Ini agar kendaraan roda dua dan roda empat bisa kembali melintas dan perekonomian warga tidak terdampak," ujarnya.
Mengingat Desa Kedungpeluk merupakan salah satu kawasan pesisir di Sidoarjo yang sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya adalah nelayan, maka akses jalan dan jembatan menjadi hal yang penting agar roda perekonomian tidak lumpuh.
(dpe/fat)
