Muzdalifah merupakan daerah terbuka yang dijadikan sebagai lokasi mabit atau menginap oleh jemaah haji. Lantas, mengapa jemaah haji harus menginap di Muzdalifah?
Dihimpun dari beberapa sumber, Muzdalifah adalah kawasan yang tertelak di antara Makkah dan Mina. Luasnya mencapai 12,25 kilometer persegi, dan berdekatan dengan wadi atau Lembah Muhassir.
Kala itu, Rasulullah SAW mengunjungi Muzdalifah seusai wukuf di Arafah. Di tempat ini, Rasulullah SAW singgah untuk melangsungkan salat maghrib yang dijama' takhir dengan isya, dan bermalam atau mabit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mengenal Arti Mabit di Mina, Berapa lama? |
Arti Muzdalifah
Secara bahasa, Muzdalifah bermakna 'al-izdilaf yang artinya ijtima atau berkumpul. Sehingga, kata 'muzdalifah' bisa diartikan sebagai 'at-tajammu' atau 'al-iltiqa' yang berarti berkumpul atau bertemu.
Makna berkumpul yang dikandung kata 'muzdalifah' mengacu pada disunahkannya rombongan haji untuk mengumpulkan atau menjama' salat magrib dan isya sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW. Pendapat lain juga menyebutkan arti berkumpul merujuk pada lokasi Nabi Adam bertemu dengan Sayyidatuna Hawa AS.
Para jemaah haji sangat dianjurkan untuk memperbanyak zikir, doa, dan bermunajat kepada Allah SWT ketika di Muzdalifah. Sebab, kawasan Muzdalifah termasuk sebagai maysaril haram sebagaimana termaktub dalam Alquran.
فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ
Artinya: Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. (QS. Al-Baqarah: 198)
Kegiatan di Muzdalifah
Pada malam 10 Zulhijah, seluruh jemaah haji bertemu dan berkumpul kembali di Muzdalifah setelah melaksanakan wukuf di tanah Arafah. Nantinya, para jemaah akan melakukan mabit di Muzdalifah.
Selain mabit, jemaah haji juga disunahkan untuk mengambil tujuh butir batu kerikil sebagaimana disampaikan Rasulullah SAW. Batu tersebut digunakan untuk prosesi lempar jumrah.
Mabit di Muzdalifah adalah salah satu amalan haji yang tidak boleh ditinggalkan. Waktu mabit di Muzdalifah mencakup awal malam hari tanggal 10 Zulhijah hingga terbit fajar.
Meski begitu, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum mabit di Muzdalifah. Mayoritas ulama mengatakan, hukumnya wajib untuk bermalam di Muzdalifah. Sedangkan, terdapat pula ulama yang berpendapat bahwa mabit di Muzdalifah bukanlah wajib haji, melainkan rukun haji.
Selama di Muzdalifah, jemaah dapat mengerjakan berbagai amalan, seperti memperbanyak zikir, membaca Al-Qur'an, tadabur, salat sunah, dan berdoa. Setelah menunaikan salat subuh, rombongan haji mulai bergerak menuju Mina untuk melaksanakan lempar jumrah sebagai kewajiban haji selanjutnya.
وَثَانِيْهَا (مَبِيْتٌ بِمُزْدَلِفَةَ) وَالْوَاجِبُ فِيْهِ لَحْظَةٌ مِنَ النِّصْفِ الثَّانِي مِنَ اللَّيْلِ
Artinya: Yang kedua dari wajib haji adalah mabit (bermalam) di Muzdalifah. Kewajiban mabit di tempat tersebut cukup sesaat (sebentar) dari sebagian waktu setelah tengah malam. (Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain Syarh Qurratul 'Ain, halaman 192)
Sesampainya di Mina, jemaah haji akan melanjutkan mabit di perkemahan Mina. Para jemaah bisa memasuki kemah sesuai posisi yang telah ditentukan.
Sunah yang Bisa Dikerjakan Jemaah Ketika di Muzdalifah
Selama bermalam di Muzdalifah, ada beberapa anjuran yang sebaiknya dilakukan para jemaah haji. Berikut sunah-sunahnya seperti dilansir laman Muhammadiyah.
- Disunahkan untuk membaca talbiyah dan berdoa selama perjalanan dari Arafah menuju Muzdalifah.
- Selama mabit, salat magrib dan isya dilakukan secara jama' takhir dan qasar.
- Dianjurkan untuk banyak berzikir dan berdoa dengan menghadap kiblat setelah melaksanakan salat subuh.
- Disunahkan pula untuk mencari kerikil di Muzdalifah untuk melempar jumrah.
- Dituntunkan membaca talbiyah dalam perjalanan menuju Mina usai mabit di Muzdalifah.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/fat)