Aktivis Lingkungan Demo Tolak Sampah Impor di Konjen Australia dan Jepang

Aktivis Lingkungan Demo Tolak Sampah Impor di Konjen Australia dan Jepang

Aprilia Devi - detikJatim
Selasa, 11 Jun 2024 18:53 WIB
Aktivis lingkungan demo di depan konjen Australia dan Jepang di Surabaya
Aktivis lingkungan demo di depan konjen Australia dan Jepang di Surabaya (Foto: Aprilia Devi)
Surabaya -

Konsulat Jenderal (Konjen) Australia dan Jepang di Surabaya didemo puluhan aktivis lingkungan. Para aktivis ini terdiri dari Ecoton, LBH Surabaya, mahasiswa Unair, UINSA, dan Untag Surabaya.

Aksi tersebut merupakan wujud desakan pemuda untuk mendorong pemerintah Australia dan Jepang agar menghentikan pengiriman sampah plastik ke Indonesia. Sebab sampah plastik itu selama ini telah memperburuk kondisi lingkungan, termasuk di wilayah Jawa Timur.

Aksi tersebut diwarnai dengan teatrikal bertajuk 'Sampahmu Menenggelamkan Kami'. Massa aksi menampilkan adegan-adegan yang menggambarkan dampak buruk sampah plastik terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat. Mereka juga melakukan orasi untuk menyuarakan tuntutannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap bulan ribuan ton sampah plastik dari Australia dan Jepang masuk ke Indonesia, ini tidak dikelola dengan baik sehingga menyebabkan pencemaran dan membahayakan kesehatan. Aksi teatrikal ini adalah gambaran bahwa manusia telah terpapar plastik dan tenggelam dalam racun plastik yang membawa dampak buruk bagi kehidupan," ujar koordinator aksi Alaika Rahmatullah, Selasa (11/6/2024).

Berdasarkan data dari UN Comtrade tercatat bahwa Australia dan Jepang termasuk negara yang aktif mengirimkan sampah plastik ke Indonesia. Sepanjang 2023-2024 ada sebanyak 22.333 ton sampah plastik yang masuk dari Australia. Jumlah tersebut naik 27,9% dari tahun sebelumnya.

ADVERTISEMENT

Selain itu, Indonesia juga mengimpor sampah dari Jepang rata-rata 1.500 ton per bulannya. Data statistik mengungkap bahwa Jepang telah mengirimkan 12.460 ton sampah pada tahun 2023, jumlah ini mengalami peningkatan 14,37% dibandingkan sebelumnya.

Peningkatan jumlah impor sampah plastik dari kedua negara itu telah mengakibatkan pencemaran yang cukup signifikan pada beberapa daerah di Jawa Timur seperti di Kecamatan Pagak, Malang, Desa Gedangrowo, Sidoarjo, Desa Bangun dan Desa Tanjangrono, Mojokerto.

Pendiri Ecoton, Prigi Arisandi pun menyatakan bahwa Indonesia harus segera memperketat regulasi impor sampah plastik dan meningkatkan kapasitas pengolahan sampah dalam negeri.

"Meskipun Indonesia sudah mulai bisa mengendalikan impornya, jaringan global perdagangan barang bekas yang tidak jelas ini masih menjadi permainan kucing-kucingan yang terus berubah. Ketika suatu negara memasang penghalang, negara-negara yang memiliki bahan untuk dibuang sering kali mencari tempat lain untuk mengirimkannya" ujarnya.

Para aktivis lingkungan yang terlibat pun berharap aksi ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam mengatasi masalah sampah plastik.

Aksi mereka rencananya akan dilanjutkan di kemudian hari jika tak mendapatkan respons dari pemerintah negara terkait. Aksi akan dilakukan hingga tuntutan didengar dan ditindaklanjuti.

Berikut tuntutan dari aksi aktivis lingkungan:

1. Negara-negara yang terlibat dalam pengiriman sampah plastik harus mengkonfirmasi kembali komitmennya untuk menangani dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah sampah impor di Jawa Timur.

2. Pemerintah harus melarang pengiriman sampah plastik HS 391530 karena itu adalah plastik PVC yang tidak dapat didaur ulang dan dapat mengeluarkan dioksin saat dipanaskan dan dibakar.

3. Negara-negara yang terlibat dalam pengiriman sampah plastik harus melakukan pembersihan sampahnya di dumpsite atau lokasi tempat sampah impor tersebut dibuang.

4. Australia dan Jepang harus berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia dalam menyediakan mesin pembakar kayu kepada pemilik pabrik tahu di Tropodo.

5. Australia dan Jepang harus memimpin sebagai negara maju yang bertanggung jawab dalam mengelola sampahnya dan menghentikan kolonisasi polusi plastik di negara-negara berkembang.

6. Australia dan Jepang harus menghentikan pengiriman sampah plastik untuk didaur ulang, karena daur ulang plastik tidak dilakukan dengan aman dan membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads