Jeritan Karyawan Swasta di Surabaya Menolak Iuran Tapera

Jeritan Karyawan Swasta di Surabaya Menolak Iuran Tapera

Aprilia Devi - detikJatim
Kamis, 30 Mei 2024 11:42 WIB
KPR-Tapera
Foto: Istimewa (Dok KPR-Tapera)
Surabaya -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menetapkan aturan iuran dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024. Kebijakan ini banyak menuai kontra dari masyarakat.

Menurut regulasi tersebut, besaran Tapera ini mencapai 3% dari total gaji atau upah yang diterima. Untuk peserta yang bekerja di sebuah perusahaan, iuran ini dibagi antara pemberi kerja sebesar 0,5% dan peserta sebesar 2,5%. Namun, bagi peserta pekerja secara mandiri, mereka bertanggung jawab atas seluruh simpanan sebesar 3%.

Adapun manfaat dari Tapera adalah memastikan ketersediaan rumah yang layak dan terjangkau bagi para peserta. Selain itu peserta juga dapat mencairkannya ketika kepesertaan telah berakhir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa karyawan di Surabaya pun menjerit dengan aturan tersebut. Terutama mereka yang sudah memiliki rumah. Mereka keberatan dengan diberlakukannya kebijakan ini, baik terkait besaran iuran, maupun regulasi pencairan Tapera. Belum lagi ditambah kekhawatiran rakyat akan maraknya kasus korupsi yang terjadi pada pengelolaan dana negara.

Hal tersebut diungkapkan oleh Sukma Jenny, salah satu karyawan swasta yang bekerja di perusahaan finance. Penghasilannya saat ini di angka Rp 5.000.000 per bulan. Artinya, iuran Tapera yang harus dibayarkan yakni 2.5% dari gaji tersebut atau Rp 125.000.

ADVERTISEMENT

Sukma mengatakan bahwa untuk dirinya yang sudah memiliki rumah, Tapera ini sebenarnya bisa dicairkan saat pensiun nanti. Ia menganggap bahwa skema ini seperti memaksa rakyat untuk menabung, sekaligus membantu mereka yang kesulitan mendapat rumah dengan harga yang terjangkau.

Namun ia cukup khawatir kebijakan ini bisa sewaktu-waktu berubah. Alih-alih untuk membayar iuran Tapera, Sukma menyebut semestinya nominal itu bisa digunakan untuk keperluan lain. Contohnya membayar tagihan internet per bulan.

"Secara konsep programnya mungkin bagus, tapi saya pribadi kurang percaya dengan para pejabat publik. Nanti tiba-tiba 2035 misal muncul headline berita 'KPK menangkap pejabat x korupsi uang Tapera, negara rugi Rp 10 T'. Selain itu tidak ada jaminan apakah kebijakan Tapera ini akan bertahan setidaknya sampai seluruh peserta yang terlibat bisa menerima manfaat dari Taperanya," jelas Sukma kepada detikJatim, Kamis (30/5/2024).

Iuran Tapera yang harus dibayarkan Sukma nantinya juga akan memotong nominal uang yang bisa ditabung per bulannya. Jika kini ia bisa menabung sekitar Rp 500.000, maka saat Tapera ini mulai diberlakukan di perusahaannya uang tabungan Sukma pun kian menipis.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Aditya Dwi, karyawan retail di Surabaya yang gaji bulanannya sekitar Rp 4.000.000. Artinya, Tapera yang harus dibayar adalah sekitar Rp 100.000.

Ia terang-terangan menolak Tapera. Sebab, tidak ada jaminan untuk akuntabilitas pengelolaan dana Tapera dari rakyat. Selain itu menurutnya output pengelolaan Tapera ini belum tentu sesuai harapan. Ia juga tidak cukup yakin apakah seluruh peserta Tapera bisa menerima manfaatnya sesuai prinsip keadilan.

"Saat ini sudah memiliki rumah, dengan gaji sekitar Rp 4 juta per bulan sih biasanya disisihkan menabung lebih dari Rp 1 juta. Namun, dengan diberlakukannya Tapera ini, memangkas uang yang harusnya bisa dipakai beli kebutuhan lain, misal untuk memenuhi hobi, hobi saya kebetulan membaca jadi mending untuk beli buku," ujarnya.

Senada, Yulia, karyawan swasta di bidang FnB sekaligus perempuan kepala rumah tangga dengan 3 anak ini mengaku keberatan dengan iuran Tapera. Apalagi ia juga telah memiliki rumah. Menurutnya, iuran Tapera justru bisa memangkas uang bulanan, terutama untuk kebutuhan anak-anaknya.

Gaji Yulia sendiri sekitar Rp 4.500.000 per bulan, sedangkan iuran Tapera yang harus ditanggung yakni sekitar Rp 112.000. Sementara untuk menyisihkan uang tabungan per bulan saja ia kesulitan, rata-rata kemampuannya menabung hanya di angka Rp 250.000 karena banyak kebutuhan rumah tangga yang cukup mendesak.

"Kalau ada iuran Tapera ini makin susah nabung. Apalagi kebutuhan anak-anak juga terus bertambah. Kalau untuk tabungan pensiun, kan sebenarnya sudah ada JHT (jaminan hari tua) juga," tutur Yulia.

Meskipun menuai banyak tanggapan kontra dari masyarakat, bagaimanapun Peraturan Pemerintah mengenai Tapera ini telah berlaku sejak tanggal diundangkan atau pada Senin, 20 Mei 2024.

Pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerja kepada Badan Pengelola Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal ditetapkannya aturan ini. Artinya, pendaftaran kepesertaan Tapera wajib dilakukan sebelum tahun 2027.




(hil/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads