Kecintaan Mohamad Fariz pada sejarah membuatnya menghasilkan karya luar biasa. Melalui tangan dingin Fariz, puluhan senjata replika dari laras pendek, meriam, hingga benda bersejarah lain telah dibuatnya. Koleksi senjata maupun replika benda bersejarah buatan pria berusia 50 tahun itu dipajang di Museum Reenactor, Jalan Sumbersari Gang IV, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.
Pria asal Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang itu menceritakan, hobi membuat replika senjata dan benda sejarah sudah digeluti sejak 2006. Bermula dari kegemarannya membaca sejarah dunia khususnya Perang Dunia (PD) II, ia juga mendalami sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Kemudian ia bersama empat orang yang memiliki kegemaran sama memutuskan mendirikan komunitas pereka ulang sejarah yang diberi nama Reenactor. Dari situ, Fariz terpikir untuk membuat replika senjata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, senjata replika pertama yang ia buat adalah senjata laras panjang dari Inggris. Namun, karena keterbatasan informasi detail dari senjata itu, ia membuatnya dengan beberapa improvisasi.
Melihat hasil kerja kerasnya cukup memuaskan, Fariz membulatkan tekat untuk terus berkarya meski harus menggunakan dana pribadi. Ia pun membuat satu per satu replika senjata itu.
"(Dalam pembuatan replika senjata atau benda bersejarah lain) Saya sempat mencari referensi melalui browsing di internet, baik artikel maupun video," ujarnya kepada awak media, Senin (20/5/2024).
"Selain itu, saya juga ke museum. Karena tahu aktivitas saya, pihak penjaga museum seperti Museum Brawijaya, mengizinkan untuk memegang dan menyentuh beberapa koleksi senjata bersejarah yang ada," sambungnya.
Alumnus Teknik Kelistrikan ITN Malang itu menyampaikan, dalam pembuatan satu replika senjata diperlukan waktu paling cepat satu minggu. Waktu pembuatan akan semakin lama tergantung ukuran dan kerumitannya.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat senjata replika itu memanfaatkan limbah produksi. Seperti besi potongan dari usaha las kerabatnya, potongan kayu, hingga pipa paralon.
"Semua ini dari olahan barang bekas, hanya cat saja yang beli. Dan ini saya alokasikan sendiri, dan membuatnya di sela-sela kesibukan saya di rumah maupun kerjaan," kata Fariz.
Seiring berjalannya waktu, benda-benda hasil karya Fariz semakin banyak dan dikenal masyarakat. Bahkan, tawaran penampilan reka ulang sejarah juga mulai berdatangan.
"Karya saya ini sering dipakai untuk penampilan komunitas Reenactor sampai luar wilayah Malang seperti Yogyakarta, Surabaya, hingga Bandung. Biasanya tampil itu saat peringatan 10 November, Bandung Lautan Api," terangnya.
Saat ini total ada 40 replika senjata api yang sudah dibuat Fariz. Penggunaannya pun tidak bisa asal-asalan dan harus melalui izin pihak berwajib. Sebab, replika tersebut sangat mirip dan khawatir disalahgunakan jika digunakan sembarang.
Puluhan replika senjata api ini masih sebagian dari karya bernilai sejarah milik Fariz. Ia juga memiliki beberapa replika lain.
"Saya membuat radio yang digunakan untuk mendengar pidato Bung Tomo saat 10 November 1945. Radio ini sudah tidak ada lagi yang sejenis, dan hanya ada satu tersimpan di Museum Tugu Pahlawan Surabaya. Karena itu, saya membuat replika agar bisa digunakan saat reka ulang sejarah," kata dia.
Saat ini berbagai koleksinya itu digunakan untuk edukasi. Sudah ada beberapa lembaga pendidikan yang bekerja sama dengan Museum Reenactor, yang didirikan Yayasan Reenactor Malang yang juga digagasnya.
"Museum ini sudah kerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) hingga Universitas Negeri Malang (UM)," sebutnya.
Ia mengaku ada kesenangan tersendiri saat semangatnya melestarikan sejarah ditiru generasi muda. Ia pun tak segan replika senjata karyanya digunakan para pelajar untuk bermain bak pengguna aslinya.
"Saya justru senang saat banyak pelajar ke sini. Seperti anak kuliahan, anak sekolah baik SD sampai SMA. Mereka bergaya pegang senjata itu seperti tokoh di gim yang dimainkan. Sampai tertarik pada cerita dan sejarahnya," jelasnya.
"Kami bahkan ada sharing dan diskusi kecil. Mengulas sejarah mulai dari perjuangan pahlawan di Indonesia hingga sejarah dunia di Museum Reenactor. Namun, karena keterbatasan tenaga, jadi sementara buka hari Jumat-Minggu pukul 09.00-15.00 WIB," sambungnya.
Ngalam Mbois adalah rubrik spesial detikJatim yang mengupas seputar seluk-beluk, capaian, prestasi, dan kelokalan khas yang ada di Malang Raya. Ngalam Mbois tayang setiap hari Senin.
(irb/fat)