Bolehkah Utang Demi Bisa Mudik? Begini Penjelasannya

Kurma Season 2

Bolehkah Utang Demi Bisa Mudik? Begini Penjelasannya

Jemmi Purwodianto - detikJatim
Sabtu, 06 Apr 2024 16:30 WIB
Surabaya -

Mudik merupakan suatu tradisi yang baik menjelang Lebaran. Bahkan, dalam syariat Islam, mudik dianjurkan untuk menyambung tali silaturahmi.

Namun, terkadang muncul problematika seperti ketidakmampuan seseorang untuk mudik karena tidak ada uang. Akhirnya, membuat seseorang tersebut berutang demi ongkos mudik.

Lantas, bagaimana hukumnya ketika seseorang berutang agar bisa mudik? Simak penjelasannya berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hukum Utang untuk Mudik

Pembina Pondok Ar Roudloh Surabaya Habib Muhammad Assegaf menjelaskan, seseorang yang berutang untuk perihal yang sunah, seperti silaturahmi hukumnya diperbolehkan. Sama halnya ketika seseorang ingin berumrah lalu dia berutang untuk berangkat umrah, syariat Islam tidak mempermasalahkan situasi ini.

Menyambung tali silaturahmi sangat dianjurkan untuk umat Islam. Rasulullah SAW bersabda, "termasuk syarat yang ingin memperpanjang usianya yaitu gemar-gemarlah dia untuk menyambung hubungan silaturahmi dengan sanak famili, saudaranya, dan kawannya."

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Habib Muhammad Assegaf menambahkan, Nabi Muhammad SAW menegur seseorang yang memutus tali silaturahmi. Orang tersebut akan terlaknat matinya meskipun berada di tengah Ka'bah.

Artinya, mudik dengan uang utang tidak ada masalah secara agama. Hukumnya tetap sah dan bukan menjadi masalah yang mengganjal bagi pemudik. Asalkan, tujuan utamanya adalah berharap untuk membahagiakan atau membanggakan Nabi SAW.

3 Adab Berutang dalam Islam

Perlu diketahui, dalam Islam telah diajarkan beberapa adab berutang bagi seseorang. Habib Muhammad Assegaf menyebut, ada tiga adab berutang dalam Islam sebagai berikut.

Pertama, menulis atau mencatat utang. Tujuannya, agar seseorang tidak lupa dengan utangnya. Ketika seseorang tersebut berutang lalu takdir wafatnya syahid, maka hampir syahidnya tidak ada manfaatnya bagi dia.

Rasulullah SAW bersabda, "diampunkan dosa seseorang yang matinya dalam keadaan syahid, semua dosanya diampunkan oleh Allah SWT, kecuali utang". Sebab, utang adalah hal yang harus segera diselesaikan.

Dalam ilmu fikih, dianjurkan harta yang masih menjadi milik seseorang yang meninggal, harta ini harus digunakan untuk keperluan wafatnya. Seperti, membeli kafan hingga proses pemakaman. Maka, wajib hukumnya harta si mayit dikeluarkan terlebih dahulu sebelum diwaris.

Adab kedua yaitu harta si mayit hendaknya digunakan untuk membayar utangnya. Hal ini hukumnya wajib sebelum kemudian diwaris.

Selanjutnya, adab ketiga adalah wasiat. Ketika si mayit berwasiat pada anaknya untuk dihibahkan atau diwakafkan ke masjid, maka itu dikesampingkan terlebih dahulu.

Menurut Habib Muhammad Assegaf, tiga adab ini harus dipenuhi, terkait harta yang masih menjadi milik mayit. Karena, pada umumnya harta si mayit langsung berpindah ke ahli waris. Namun, untuk tiga hal tersebut tidak bisa dan harus diselesaikan terlebih dahulu.

Sebab, utang itu sangat penting, dia tidak akan mendapatkan manfaat daripada syahid ketika dia masih memiliki utang. Barulah syahid itu bisa dia dapatkan manfaatnya ketika utangnya itu dilunaskan oleh anak turunya.

Perlu diperhatikan, bahwa anak turun si mayit harus hafal terhadap utangnya. Islam mengajarkan untuk mencatat utang. Sehingga, hal ini akan menjadi wasiat atau peninggalan kepada anak turunnya yang harus diselesaikan.

(hil/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads