Bolehkah Puasa Setengah Hari? Ini Penjelasan Hukumnya

Bolehkah Puasa Setengah Hari? Ini Penjelasan Hukumnya

Allysa Salsabillah Dwi Gayatri - detikJatim
Rabu, 27 Mar 2024 11:20 WIB
Middle Eastern Suhoor or Iftar meal
Ilustrasi puasa setengah hari atau berbuka saat bedug (Zuhur). Foto: Getty Images/iStockphoto/Rawpixel
Surabaya -

Puasa merupakan salah satu rukun Islam ketiga yang wajib dikerjakan seorang muslim selama sehari penuh pada bulan Ramadan. Pun begitu, ada yang mengerjakan puasa setengah hari. Bagaimana hukumnya?

Puasa berarti menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkannya. Selama bulan Ramadan, umat Islam akan berpuasa sebulan penuh. Puasa dilakukan sejak terbit fajar hingga matahari terbenam (Magrib).

Akan tetapi, ada istilah puasa setengah hari atau yang dikenal dengan puasa bedug. Lantas, bolehkah puasa setengah hari? Simak penjelasan beserta hukum puasa setengah hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Itu Puasa Setengah Hari?

Puasa setengah hari dikenal dengan puasa bedug atau Zuhur. Puasa tersebut dimulai sejak fajar, kemudian berbuka saat waktu Zuhur, dan dilanjutkan lagi puasa sampai Magrib. Biasanya puasa ini dilakukan anak-anak yang masih belum balig untuk melatih kebiasaan berpuasa.

Rasulullah SAW bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يُفِيْقَ

Artinya: Kewajiban (ibadah) diangkat dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga ia balig, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai ia sadar. (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa anak kecil yang belum balig tidak diwajibkan menjalankan ibadah seperti salat, puasa, haji, dan kewajiban-kewajiban lainnya.

Hukum Puasa Setengah Hari

Dikutip dari laman resmi Universitas Islam An Nur Lampung, menurut ulama Syafi'i, Imam As-Syairazi dalam kitab Al-Muhaddzab, puasa setengah hari untuk orang dewasa hukumnya haram.

Meski begitu, ada alasan syar'i yang mengizinkan berbuka puasa di siang hari, yaitu mengalami kondisi sakit parah, menyusui, hamil, atau sedang bepergian jauh. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan f irman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 184:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ۝١٨٤

Artinya: (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Allah juga berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 187:

"... makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam (waktu fajar), kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi, jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa."

Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa waktu puasa yang benar adalah sejak fajar terbit hingga matahari tenggelam (Magrib). Tidak diperbolehkan ada pemutusan atau pembatalan kecuali ada alasan yang syar'i.

Dengan demikian, apabila seseorang berpuasa setengah hari tanpa adanya alasan yang syar'i, maka ia menjalankan puasa tidak sesuai dengan aturan. Tak hanya itu, ia telah melanggar ketentuan Allah SWT dan akan mendapat dosa yang besar.

Artikel ini ditulis oleh Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(irb/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads