Hukum Mendengarkan Musik Saat Puasa Bulan Ramadan

Hukum Mendengarkan Musik Saat Puasa Bulan Ramadan

Allysa Salsabillah Dwi Gayatri - detikJatim
Sabtu, 23 Mar 2024 14:20 WIB
Ilustrasi Wanita Mendengarkan Musik
Ilustrasi mendengarkan musik/Foto: Shutterstock
Surabaya -

Masyarakat umumnya mendengarkan alunan musik untuk mengisi aktivitas sehari-hari. Ketika bulan Ramadan, sebagian umat Islam juga mendengarkan musik. Apakah mendengarkan musik saat bulan Ramadan membuat puasa batal?

Bulan Ramadan merupakan bulan yang sangat dihormati oleh seluruh umat Islam di dunia. Selama Ramadan, umat Islam akan berpuasa selama sebulan penuh. Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan dan minum.

Lantas, bagaimana hukum mendengarkan musik saat bulan Ramadan? Apakah dapat membatalkan puasa?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hukum Mendengarkan Musik saat Bulan Ramadan

Hukum mendengarkan musik saat puasa Ramadan adalah mubah. Hal tersebut berlaku ketika puasa tersebut tidak dilakukan bersamaan dengan suatu kemaksiatan.

Mendengarkan musik tidak termasuk ke dalam hal yang dapat membatalkan puasa. Selain itu, musik juga tidak merusak pahala puasa. Dengan demikian, hukum mendengarkan musik saat bulan Ramadan sama seperti hari-hari biasa.

ADVERTISEMENT

Dikutip dari laman resmi NU Online, Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya yang berjudul Ihya Ulumuddin dan Syekh Abd al-Rahman al-Jaziri dalam kitabnya yang berjudul al-Fiqh 'al-MadzΓ’hib al-Arba'ah menegaskan bahwa bermusik, seni, dan bernyanyi adalah mubah atau boleh.

Adapun ringkasan dari ulasan Imam Al-Ghazali mengenai permasalahan musik yakni tidak ditemukan satupun nash yang menjelaskan bahwa musik itu haram. Nash yang mengharamkan tersebut apabila suatu musik dan nyanyian dibarengi dengan suatu kemaksiatan. Misalnya seperti perzinaan, melalaikan kewajiban, perjudian, dan minum-minuman keras. Hal tersebut sebagaimana seperti penjelasan berikut:

"Ketahuilah, pendapat yang mengatakan, 'Aktivitas mendengar (nyanyian, bunyi, atau musik) itu haram' mesti dipahami bahwa Allah akan menyiksa seseorang atas aktivitas tersebut.' Hukum seperti ini tidak bisa diketahui hanya berdasarkan aqli semata, tetapi harus berdasarkan naqli. Jalan mengetahui hukum-hukum syara' (agama), terbatas pada nash dan qiyas terhadap nash. Yang saya maksud dengan 'nash' adalah apa yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui ucapan dan perbuatannya. Sementara yang saya maksud dengan 'qiyas' adalah pengertian secara analogis yang dipahami dari ucapan dan perbuatan Rasulullah itu sendiri.

Jika tidak ada satupun nash dan argumentasi qiyas terhadap nash pada masalah mendengarkan nyanyian atau musik ini, maka batal pendapat yang mengharamkannya. Artinya, mendengarkan nyanyian atau musik itu tetap sebagai aktivitas yang tidak bernilai dosa, sama halnya dengan aktivitas mubah yang lain. Sementara (pada amatan kami) tidak ada satupun nash dan argumentasi qiyas yang menunjukkan keharaman aktivitas ini. Hal ini tampak jelas pada tanggapan kami terhadap dalil-dalil yang dikemukakan oleh mereka yang cenderung mengharamkannya. Ketika tanggapan kami terhadap dalil mereka demikian lengkap, maka itu sudah memadai sebagai metode yang tuntas dalam menetapkan tujuan ini. Hanya saja kami mulai membuka dan mengatakan bahwa nash dan argumentasi qiyas menunjukkan kemubahan aktivitas mendengarkan nyanyian atau musik.

Argumentasi qiyas menyatakan bahwa kata 'bunyi' itu mengandung sejumlah pengertian yang perlu dikaji baik secara terpisah maupun keseluruhan. Kata ini mengandung pengertian sebuah aktivitas mendengarkan suara yang indah, berirama, terpahami maknanya, dan menyentuh perasaan. Secara lebih umum 'bunyi' adalah suara yang indah. Bunyi yang indah ini terbagi atas yang berirama (terpola) dan yang tidak berirama. Bunyian yang berirama terbagi atas suara yang dipahami seperti syair-syair dan suara yang tidak terpahami seperti suara-suara tertentu. Sedangkan mendengarkan suara yang indah ditinjau dari keindahannya tidak lantas menjadi haram. Bahkan bunyi yang dihasilkan dari gerakan benda-benda mati dan suara hewan itu halal berdasarkan nash dan argumentasi qiyas," (Lihat Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Mesir, Musthafa Al-Babi Al-Halabi, tahun 1358 H/1939 H, Juz 2, Halaman 268).

Dalam kitab tersebut, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa tidak ada ayat Al-Qur'an ataupun hadis Nabi yang secara gamblang menghukumi musik. Menurutnya juga mendengarkan musik sama saja dengan mendengarkan suara benda mati atau suara hewan.

5 Hal yang Mengurangi Pahala Puasa

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Ra., Rasulullah SAW pernah bersabda sebagai berikut:

"Ada lima perkara yang membatalkan pahala orang yang berpuasa, yaitu (1) berdusta; (2) berghibah; (3) mengadu domba; (4) bersumpah palsu; (5) memandang dengan syahwat." (HR. Dailami).

8 Hal yang Membatalkan Puasa

Melansir Nahdlatul Ulama (NU) Online, berikut 8 hal yang dapat membuat puasa batal:

  1. Makan dan minum
  2. Muntah dengan sengaja
  3. Haid atau nifas
  4. Melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis
  5. Memasukkan benda atau obat melalui dua jalan
  6. Keluarnya air mani
  7. Gila atau mengalami gangguan kejiwaan
  8. Murtad

Artikel ini ditulis oleh Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(hil/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads