Ketentuan Hukum dan Cara Salat Wanita Istihadhah

Ketentuan Hukum dan Cara Salat Wanita Istihadhah

Allysa Salsabillah Dwi Gayatri - detikJatim
Jumat, 22 Mar 2024 03:50 WIB
Ilustrasi Muslim Salat
Foto: Getty Images/iStockphoto/krisda Bisalyaputra
Surabaya -

Darah istihadhah merupakan darah yang keluar dari kemaluan wanita akan tetapi bukan pada masa-masa haid dan nifas. Darah tersebut juga tidak bisa disebut haid. Sebab tidak memenuhi syarat-syarat haid. Contohnya karena darah keluar melebihi batas hari maksimal haid yaitu 15 hari.

Agus Yusron dalam bukunya yang berjudul Fikih Interaktif menjelaskan bahwa darah istihadhah dapat keluar dari wanita berusia 9 tahun atau sesudah 9 tahun, dan lebih dari 15 hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hukum Beribadah bagi Wanita Istihadhah

Dikutip dari detikhikmah, wanita yang sedang istihadhah sama seperti wanita suci. Akan tetapi apabila mereka ingin wudhu, maka terlebih dahulu mencuci bekas darah dari kemaluannya. Tak hanya itu, mereka juga harus menggunakan kain atau pembalut untuk menahan darahnya dan hal ini hukumnya wajib

Rasulullah SAW bersabda:

ADVERTISEMENT

"Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas karena dia mampu menyerap darah." Hamnah RA berkata, "Darahnya lebih banyak dari itu." beliau menjawab, "Gunakan kain." Hamnah berkata lagi "Darahnya lebih banyak dari itu." Nabi SAW kembali menjawab, "Gunakan penahan."

Melansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), wanita yang sedang istihadhah masih memiliki kewajiban untuk salat, puasa, dan lainnya. Hal tersebut dikarenakan darah istihadhah bukan penyebab wajib untuk melakukan mandi besar. Selain itu juga bukan menjadi penyebab dilarangnya melakukan ibadah

Pada dasarnya istihadhah hanyalah darah kotor yang keluar dari rahim wanita. Maka dari itu, untuk wanita yang ingin mengerjakan salat, mereka wajib membasuh dan membersihkan darah yang ada pada kemaluannya terlebih dahulu

Niat Wudhu bagi Wanita Istihadhah

نَوَيْتُ فَرْضَ الْوُضُوْءِ لاِسْتِبَاحَة الصَّلاَةِ لِلَّهِ تَعَالَى


Arab latin: Nawaitu Fardhal Wudhu'i lis tibahatis salati lillahi ta'ala

Artinya: "Aku niat fardlunya wudlu untuk diperbolehkannya shalat karena Allah Ta'ala."

Tata cara Salat Wanita Istihadhah

Pada dasarnya tata cara salat bagi wanita istihadhah sama dengan salat umumnya. Tidak ada penambahan maupun pengurangan. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan supaya salat menjadi sempurna

Ada enam hal yang wajib dilakukan wanita istihadhah saat melaksanakan salat:

1. Membasuh kemaluan sebelum melaksanakan salat

2. Menyumbat atau menutup kemaluannya dengan kapas ketika akan melaksanakan salat

3. Membalut kemaluannya. Hal ini dilakukan setelah menyumbat dan menutup kemaluan. Akan tetapi menurut Imam ar-Ramli apabila dengan membalut sudah dapat mencegah darah keluar, maka dianggap sudah cukup tanpa harus menyumbatnya

4. Melakukan wudhu ketika sudah masuk waktu salat. Wanita istihadhah tidak boleh wudhu sebelum masuk waktunya salat. Hal tersebut dikarenakan wudhu yang dikerjakan saat istihadhah termasuk dalam bagian bersuci yang dharurah (Darurat)

5. Menyegerakan salat, dengan demikian ketika sudah masuk waktunya salat segera membasuh kemaluan, menyumbat, menutup, membalut. Kemudian langsung segera berwudhu dan mengerjakan salat

6. Wanita istihadhah harus wudhu setiap akan mengerjakan salat wajib. Mereka tidak bisa menggunakan satu wudhu untuk dua salat wajib lainnya.

Selain enam ketentuan di atas, wanita istihadhah tidak boleh mengakhiri salat. Dengan kata lain, bila sudah masuk jam salat, mereka harus segera melakukan enam ketentuan tersebut. Setelah itu langsung salat tanpa harus menunda sampai akhir waktu. Kecuali ada kemaslahatan yang ada kaitannya dengan salat. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut :


وَلَا يَجُوْزُ لَهَا أَنْ تُؤَخِّرَ الصَّلَاةَ لِشَيْءٍ اِلَّا مَا كَانَ لِمَصْلَحَةِ الصَّلَاةِ. فَاِنْ أَخَّرَتْ لِغَيْرِ مَصْلَحَةِ الصَّلَاةِ ضَرَّ، وَوَجَبَ عَلَيْهَا أَنْ تُعِيْدَ جَمِيْعَ مَا تَقَدَّمَ


Artinya, "Tidak diperbolehkan baginya (wanita istihadhah) untuk mengakhirkan shalat karena alasan sesuatu, kecuali alasan yang berkaitan dengan kemaslahatan shalat. Dan, jika mengakhirkan shalat bukan karena kemaslahatan shalat maka berbahaya, dan wajib baginya untuk mengulangi semuanya (membasuh kemaluan, menyumbat, menutup, dan membalut)." (Sayyid Abdurrahman as-Saqaf, al-Ibanah wal Ifadhah fi Ahkamil Haidh wan Nifas wal Istihadhah, [Kanzul Hikmah: tt, halaman 58

Artikel ini ditulis oleh Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(abq/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads