Warga bersama polisi berhasil menggagalkan perang sarung yang terjadi di area futsal Kampus Widyagama, Jalan Borobudur, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Sebagian dari 2 kelompok pemuda yang hendak perang sarung berhasil diamankan.
Kapolsek Lowokwaru Kompol Anton Widodo mengatakan 2 kelompok remaja itu awalnya berencana perang sarung di depan arena futsal di Jalan Borobudur, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang pada Rabu (13/3) malam sekitar pukul 20.00 WIB.
Salah satu kelompok pemuda berkumpul di depan Balai RW 03 Kelurahan Tunjungsekar, Kecamatan Lowokwaru. Warga pun menghampiri dan mencoba apa yang akan dilakukan. Namun, saat dihampiri warga, kelompok anak di bawah umur itu melarikan diri dan 2 di antaranya berhasil diamankan warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah diamankan, warga menghubungi kami. Setelah itu kami lakukan penggeledahan kepada kendaraan dan handphone milik mereka," ujar Anton kepada wartawan di Mapolsek Lowokwaru, Sabtu (16/3/2024).
Setelah dilakukan penggeledahan pada kendaraan salah satu anak ditemukan sebuah senjata tajam (sajam) jenis parang dan potongan besi yang terbungkus sarung.
"Kami amankan parang ini dan sarung yang digunakan. Di dalam sarungnya ada besi berukuran besar," ungkapnya.
Anton menceritakan perang sarung ini bermula ketika pelaku RE mendapat curhatan dari temannya berinisial GT bahwa dirinya dibully oleh pemuda berinisial PT saat kalah bermain game bernama Free Fire (FF) pada Senin (11/3).
Kemudian, pada hari berikutnya, Selasa (12/3), RE menemui PT untuk mengklarifikasi soal bulliying yang dia lakukan kepada GT. Setelah didatangi RE, PT mengadu ke LT yang menemui RE untuk menantang perang sarung. Mereka sepakat perang sarung keesokan harinya di area Futsal Kampus Widyagama.
"Saat bertemu, RE kembali pulang ke rumah untuk mengambil sajam dan besi yang dililitkan disarung. Ini karena RE melihat lawannya besar-besar, jadi untuk jaga-jaga," jelasnya.
Pada saat kedua kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah 10 orang, warga yang melihat langsung membubarkan mereka.
"Saat kembali ke titik kumpul masing-masing itulah warga mengamankan 2 anak dan kami datang usai mendapat laporan," katanya.
Usai diinterogasi, pelaku mengaku saling kenal dengan kelompok lawan. Tak hanya mereka, sebanyak 12 anak di bawah umur juga turut diamankan polisi.
Saat ditanya mengapa anak di bawah umur terlintas untuk perang sarung dan membawa sajam, Anton menyebut karena perang sarung itu menjadi fenomena negatif yang memang ada di saat Ramadhan.
"Kalau soal sajam dan besi, karena membela diri. Melihat musuhnya besar-besar. Itu pun ditaruh di dalam jok sepeda motor," katanya.
Kini, untuk belasan anak di bawah umur yang terlibat dalam perang sarung itu akan dilakukan pembinaan oleh kepolisian dibantu tokoh masyarakat setempat.
"Rencananya mereka kami beri pembinaan dan sanksi bersih-bersih masjid sama Pondok Ramadan," katanya.
Tokoh agama Tunjungsekar Ustad Lukman Chakim mengaku prihatin dengan kenakalan remaja, apalagi ini dilakukan di Bulan Suci Ramadan. Pihaknya meminta peran aktif orang tua untuk mencegah anak-anaknya berbuat hal yang membawa kerugian.
"Tentunya kami prihatin dengan kejadian ini. Maka perlu peran aktif orang tua untuk memberikan pengawasan terhadap anak-anak mereka. Membimbing mereka untuk mengisi Bulan Ramadan untuk memperbanyak amal ibadah," pungkasnya.
(dpe/dte)